JAKARTA, KOMPAS — Menjayakan bahasa Indonesia di negeri sendiri ataupun untuk menjadi salah satu bahasa internasional perlu memunculkan kembali kekuatan karakter dari kelahiran bahasa Indonesia. Saatnya Indonesia percaya diri memanfaatkan potensi bahasa Indonesia demi kemajuan peradaban bangsa.
Isu itu mengemuka dalam rangkaian diskusi di Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XI di Jakarta, Selasa (30/10/2018). Hadir antara lain anggota Komisi X DPR, Ferdiansyah, serta Direktur Pendidikan Tinggi, Iptek, dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Amich Alhumami.
Selain itu, hadir juga Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono; Staf Ahli Menteri Kominfo Informasi dan Komunikasi Bidang Komunikasi dan Media Massa Gun Gun Siswadi; Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan Eko Sulistiyo; Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif Ricky Joseph Pesik; serta Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Dadang Sunendar.
Ferdiansyah mengatakan, pada usia 100 tahun Indonesia Merdeka, yakni pada 2045, bahasa Indonesia harus bisa dijadikan salah satu bahasa resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). ”Peta jalan untuk internasionalisasi bahasa Indonesia harus segera dimantapkan,” ujar Ferdiansyah.
Namun, di tengah upaya internasionalisasi bahasa Indonesia yang menjadi amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, di dalam negeri kedaulatan bahasa resmi negara ini justru menghadapi tantangan. Serbuan bahasa asing, utamanya bahasa inggris, mengancam pengutamaan bahasa Indonesia.
Hariyono mengatakan, realitas bahasa Indonesia di ruang publik yang semakin tergerus bahasa Inggris, misalnya, menjadi cermin mentalitas bangsa yang tidak percaya diri. Padahal, bahasa lahir dari akar budaya suatu bangsa.
”Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, melainkan mencerminkan struktur berpikir suatu bangsa. Para pemuda dalam Sumpah Pemuda sudah menunjukkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia yang sejajar dengan negara lain,” kata Hariyono.
Menurut Hariyono, pada era saat ini penguasaan terhadap negara lain bukan dalam artian perang fisik, melainkan hegemoni melalui bahasa, sastra, dan budaya.
”Kita perlu menoleh kembali pada tujuan awal pendiri bangsa, termasuk melahirkan bahasa Indonesia. Jangan sampai kita menomorsatukan bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia di ruang publik. Kita harus memperkuat mentalitas bangsa yang sejajar dengan bangsa lain. Kita bisa mencontoh Jepang, China, atau Korea Selatan yang percaya diri dengan budaya dan bahasanya,” kata Hariyono.
Eko juga mengatakan, sejak awal, lahirnya bahasa Indonesia sudah menunjukkan sikap sebuah bangsa melalui proses sosial, budaya, dan politik yang Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini tecermin dari sifat karakteristik bahasa Indonesia yang inklusif dan terbuka. Kosakata Indonesia merupakan serapan dari berbagai bahasa daerah dan bahasa.
”Bahasa Indonesia juga bersifat pluralis, menerima keragaman sebagai kekayaan bangsa. Bahasa Indonesia berinteraksi dengan bahasa daerah dan asing,” kata Eko.
Tak kalah penting, bahasa Indonesia bersifat demokratis dan egaliter. ”Semua orang dapat menggunakan bahasa Indonesia. Tidak ada hierarki sosial dalam penggunaan bahasa Indonesia. Dengan keunggulan bahasa Indonesia ini, seharusnya membuat kita bangga punya bahasa Indonesia dan mengembangkan agar dapat dipelajari dunia internasional, seperti halnya Pancasila,” ujar Eko.
Ricky mengatakan, potensi dari jayanya bahasa Indonesia juga dapat mendukung ekonomi kreatif, salah satunya dari penerbitan literatur dan sastra Indonesia. Demikian juga dari film yang umumnya diadaptasi dari novel.
”Namun, kini ada kecenderungan jika judul film Indonesia sebagian besar berbahasa Inggris. Pelaku perfilman saat ini dari generasi milenial, yang menganggap bahasa Inggris lebih keren. Sulit membedakan batas antara bahasa Indonesia dan Inggris, sekadar yang penting bisa dipahami. Padahal, jika bahasa Indonesia digarap dengan baik dan benar, juga sama kerennya,” ujar Ricky.
Menurut Ricky, salah satu upaya Bekraf mengenalkan Indonesia salah satunya dengan tetap memakai kopi daripada coffee dalam memasarkan produk kopi Indonesia. Hal tersebut untuk menunjukkan keragaman kopi asal Indonesia yang sebenarnya sudah diterima dunia internasional.
Gun Gun mengharapkan dalam pengutamaan bahasa Indonesia juga dapat memanfaatkan potensi teknologi informasi dan komunikasi. ”Masyarakat yang sebagian besar memanfaatkan media sosial, yang didominasi generasi milenial, perlu disentuh dengan layanan digital bahasa Indonesia untuk rujukan. Sebab, di media sosial berkembang ragam bahasa yang jauh dari bahasa Indonesia baku,” ujar Gun Gun.
Dadang mengatakan, Badan Bahasa Kemdikbud terus mendorong pengutamaan bahasa Indonesia di ruang publik. Namun, perkembangan bahasa daerah tetap harus dilakukan untuk tetap menjaga kekayaan keragaman bahasa daerah yang juga punya sumbangsih dalam menambah jumlah kosakata bahasa Indonesia.
”Mengutamakan bahasa Indonesia bukan berarti melarang bahasa asing. Namun, dalam pemakaian di ruang publik, utamakan dulu bahasa Indonesia, sedangkan bahasa asing sebagai pelengkap. Jadi bukan sebaliknya, bahasa asing yang diutamakan,” kata Dadang.