Duka Mendalam di Karawang
Belum genap 5 bulan pencabutan larangan terbang bagi maskapai asal Indonesia ke wilayah Uni Eropa, kecelakaan pesawat terbang kembali terjadi, Senin (29/10/2018).
Belum genap 5 bulan pencabutan larangan terbang bagi maskapai asal Indonesia ke wilayah Uni Eropa, kecelakaan pesawat terbang kembali terjadi, Senin (29/10/2018).
JAKARTA, KOMPAS - Kecelakaan menimpa pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610, rute Jakarta-Pangkalpinang, Senin (29/10/2018) pagi di lepas pantai Karawang, Jawa Barat. Kejadian ini berulang setelah sejak 2017 tidak ada kecelakaan fatal di penerbangan komersial.
Hingga kemarin malam, tim penyelamat masih berupaya mencari titik jatuhnya pesawat di perairan yang memiliki kedalaman antara 30-35 meter ini. Kotak hitam pesawat juga belum ditemukan.
Presiden Joko Widodo menginstruksi agar pencarian badan pesawat dan 189 korban termasuk kru pesawat, dilakukan 24 jam. "Saat ini, kami kerja sekeras-kerasnya di lapangan, di lokasi, agar badan pesawat dan korban segera diketemukan," tegas Presiden di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Ketua Basarnas Marsekal Madya Muhammad Syaugi mengatakan, pencarian akan dilakukan tahap pertama tujuh hari ke depan. Selanjutnya, jika korban dan badan pesawat belum ditemukan, pencarian akan ditambah tiga hari. Jika masih ada kemungkinan pencarian korban, badan pesawat, serta kotak hitam, maka pencarian akan dilanjutkan lagi.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pihaknya membuka 3 posko untuk peristiwa ini, yakni di Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Halim Perdanakusuma, dan Bandara Pangkalpinang.
Meskipun menilai hampir tidak ada kelalaian lembaga Airnav Indonesia, Budi menyerahkan penyelidikan jatuhnya pesawat itu ke Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Sejauh ini, kata Budi Karya, kecelakaan pesawat terakhir terjadi dua atau tiga tahun lalu.
Pada Juni 2018, Uni Eropa (UE) menghapuskan Indonesia dari daftar negara yang dianggap keselamatan penerbangan sipilnya rendah. Langkah ini sekaligus mencabut larangan terbang bagi maskapai Indonesia ke wilayah UE.
Terhadap maskapai penerbangan Lion Air, Budi Karya mengatakan, jika ada kelalaian yang menyebabkan kecelakaan ini, pihaknya akan merujuk pada peraturan.
Kepala Polda Jabar Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto menyatakan, petugas belum menemukan kotak hitam pesawat karena terhambat kondisi di lapangan. Jatuhnya pesawat menyebabkan lumpur naik sehingga pandangan penyelam terganggu.
Kepala Instalansi Kedokteran Forensik RS Polri Kramat Jati Komisaris Besar Edy P mengatakan, sampai pukul 19.55 sudah 18 kantong jenazah dibawa ke rumah sakit ini. Proses identifikasi jenazah masih berlangsung.
Sempat bermasalah
Sehari sebelumnya, Minggu, sistem operasi pesawat Lion Air bernomor registrasi PK-LQP ini sempat bermasalah. Namun pihak maskapai menegaskan, masalah telah dibenahi sebelum pesawat kembali beroperasi.
"Permasalahan teknis pada hari sebelumnya bukan masalah yang berat karena dapat ditangani dengan cepat," ujar CEO Lion Group Edward Sirait di Gedung Lion Air Operation Center, Tangerang, kemarin.
Meski tak merinci, Edward mengatakan, masalah teknis dialami pesawat jenis Boeing 737 MAX 8 dalam penerbangan rute Denpasar-Jakarta. Kerusakan itu ditemukan kurang dari 10 jam sebelum penerbangan pesawat yang sama ini menuju Pangkalpinang, kemarin.
Sesampainya di Jakarta, Minggu, Edward mengatakan, teknisi Lion Air memperbaiki masalah mesin sesuai prosedur yang ditetapkan produsen Boeing.
Edward mengaku tidak memiliki cukup bukti untuk mengaitkan penyebab jatuhnya pesawat dengan permasalahan teknis sehari sebelumnya. "Saya tak bisa berspekulasi. Kami akan siapkan seluruh data yang dibutuhkan pihak terkait untuk investigasi penyebab jatuhnya pesawat," ujarnya.
Lion Group menerima pesawat tersebut dari pihak produsen pada 13 Agustus 2018. Penerbangan komersial pertama dilakukan 15 Agustus 2018. Edward mengatakan, rata-rata pesawat ini melakukan penerbangan selama 9-10 jam per hari.
Edward menuturkan, kapten pilot Bhavye Suneja memiliki lebih dari 6.000 jam terbang. Sementara co-pilot Harvino mengantongi 5.100 jam terbang.
Secara terpisah, Direktur Utama Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (AirNav) Novie Riyanto mengatakan percakapan terakhir dengan Pilot Lion Air JT-610 terjadi pukul 06.32. Di situ, pilot meminta kembali ke bandara awal (Return to Base).
Namun, pihaknya enggan berspekulasi terkait alasan pilot meminta kembali ke bandara awal. Airnav mendukung penuh proses pencarian kotak hitam dan proses investigasi untuk menemukan penyebab jatuhnya pesawat.
"Kami sedang mempelajari masalahnya. Pesawat gagal kembali ke bandara awal dan gagal ditching (mendarat di air) setelah 13 menit lepas landas," ujarnya.
Pengamat penerbangan Alvian Lie mengatakan, dari catatan riwayat pesawat (log book) diketahui bahwa pesawat itu mengalami gangguan teknis saat dioperasikan dari Denpasar ke Cengkareng, 28 Oktober 2018 malam.
"Tidak lama setelah lepas landas, instrumen pesawat mengalami gangguan. Di layar, altitude (ketinggian) menunjukkan penurunan, tetapi power kecepatan pesawat tetap ada. Kapten pilot akhirnya menyerahkan kontrol ke kopilot karena panelnya tidak benar. Walau ada panel yang tidak beres itu, penerbangan tetap dilanjutkan. Padahal kerusakan panel instrumen itu termasuk dalam kategori no go item. Pesawat tidak boleh diterbangkan tanpa item tersebut," kata Alvin.
Cuaca sepanjang rute penerbangan pesawat Lion JT 160 dari Bandara Soekarno Hatta hingga bandara tujuan di Pangkal Pinang terpantau baik pada Senin pagi. "Kondisi cuaca sangat baik pagi tadi, baik di lokasi take off di Bandara Soekarno Hatta di Cengkareng, maupun di sepanjang rute penerbangan," kata Agus Wahyu Raharjo, Kepala Pusat Meterologi Penerbangan BMKG.
(ARN/PIN/NIA/RAM/RTG/TAM/LSA/DIM/YUN/SPW/AGS/WAD/AIK/HAM/RAZ/JUD/SEM/WIN/REK/BOW/NTA/E02/E03/E04/E05/E06/E18/E19/E21)