Semakin banyak masyarakat yang menggunakan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Bahasa asing pun semakin menguasai ruang publik. Ini menjadi tantangan untuk menjayakan dan mengutamakan bahasa Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki era revolusi industri 4.0, semakin banyak masyarakat, khususnya generasi muda, yang menggunakan bahasa asing untuk berkomunikasi, baik untuk kepentingan pekerjaan maupun pergaulan. Karena itu, bahasa Indonesia perlu dikembangkan agar lebih bisa diterima banyak kalangan dan sesuai dengan tuntutan zaman.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan hal itu saat meresmikan pembukaan Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XI Tahun 2018 di Istana Wapres, Jakarta, Senin (29/10/2018). Di hadapan peserta kongres, Kalla mengemukakan, bahasa Indonesia merupakan bahasa ketiga atau keempat yang paling banyak digunakan masyarakat.
Namun, saat ini justru semakin banyak masyarakat yang menggunakan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Bukan hanya untuk kepentingan pekerjaan, melainkan juga untuk pergaulan. Bahkan, kalangan masyarakat kelas menengah menganggap berkomunikasi dengan bahasa Inggris sebagai kebanggaan.
Tidak sedikit orangtua yang menyekolahkan anaknya ke lembaga pendidikan yang menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar kegiatan belajar-mengajar. Akibatnya, banyak generasi muda dan juga anak-anak yang kesulitan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia.
Kalla memahami, kemampuan berbahasa asing, khususnya bahasa Inggris, merupakan tuntutan di tengah kemajuan teknologi. ”Ini jadi tantangan kita, Mengapa bahasa Inggris menjadi lebih populer, khususnya di kalangan kelas menengah? Karena itu, bahasa Indonesia tentu harus di-update, dikembangkan sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini,” kata Wapres.
Kalla berharap KBI XI dapat memberikan kemajuan dan pencerahan kepada publik tentang bagaimana menggunakan bahasa Indonesia yang baku, tetapi modern, dan mengikuti perkembangan zaman. Agar bahasa Indonesia semakin banyak digunakan untuk berkomunikasi, Kalla mengusulkan digelar kongres bahasa khusus untuk media massa. Tujuannya agar media massa lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar agar bisa diikuti masyarakat.
Mentalitas bangsa
Secara terpisah, dalam diskusi di KBI XI, Pelaksana Tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono mengatakan, realitas bahasa Indonesia di ruang publik yang semakin tergerus bahasa Inggris menjadi cermin mentalitas bangsa yang tidak percaya diri. Padahal, bahasa lahir dari akar budaya suatu bangsa.
”Kita perlu menoleh kembali kepada tujuan awal dari pendiri bangsa, termasuk melahirkan bahasa Indonesia. Jangan sampai kita menomorsatukan bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia di ruang publik. Kita harus memperkuat mentalitas bangsa yang sejajar dengan bangsa lain. Kita bisa mencontoh Jepang, China, atau Korea Selatan yang percaya diri dengan budaya dan bahasanya,” papar Hariyono.
Dalam rangkaian diskusi di KBI XI mengemuka untuk menjayakan dan mengutamakan bahasa Indonesia dengan memunculkan kekuatan karakter bahasa Indonesia. Saatnya Indonesia percaya diri dengan modal sosial yang dimiliki, dengan memanfaatkan potensi bahasa Indonesia untuk kemajuan peradaban bangsa.
Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Komunikasi dan Media Massa Gun Gun Siswadi mengharapkan dalam pengutamaan bahasa Indonesia juga dapat memanfaatkan potensi teknologi informasi dan komunikasi.
”Masyarakat yang sebagian besar memanfaatkan media sosial, yang didominasi generasi milenial, perlu disentuh dengan layanan digital bahasa Indonesia untuk rujukan. Sebab, di media sosial berkembang ragam bahasa yang jauh dari bahasa Indonesia baku,” ujarnya.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud Dadang Sunendar mengatakan, Badan Bahasa Kemdikbud terus mendorong pengutamaan bahasa Indonesia di ruang publik. Namun, perkembangan bahasa daerah tetap harus dilakukan untuk menjaga kekayaan keragaman bahasa daerah yang punya sumbangsih dalam menambah jumlah kosakata bahasa Indonesia.
”Mengutamakan bahasa Indonesia bukan berarti melarang bahasa asing. Namun, dalam pemakaian di ruang publik, utamakan dulu bahasa Indonesia, sedangkan bahasa asing sebagai pelengkap. Jadi bukan sebaliknya, bahasa asing yang diutamakan,” katanya.