JAKARTA, KOMPAS - Pemanfaatan waduk untuk budidaya ikan air tawar perlu disesuaikan dengan daya dukung. Pembatasan keramba jaring apung di waduk atau danau dinilai merupakan upaya menata keramba jaring apung (KJA) agar sesuai daya dukung lingkungan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto, di Jakarta, Senin (29/10/2018), mengemukakan, pembatasan KJA merupakan bagian dari penertiban. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 28 Tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk telah mengatur fungsi waduk untuk kegiatan perikanan.
“Fungsi waduk ditujukan untuk kegiatan perikanan, asalkan sesuai daya dukungnya,” kata Slamet.
Sejumlah pemerintah daerah tengah mengkaji pengurangan KJA di waduk dan danau di wilayahnya karena dianggap melebihi daya dukung waduk/danau. Pemberian pakan berlebihan diindikasikan sebagai penyebab tercemarnya perairan. Di Jawa Barat, KJA Waduk Jatiluhur dinolkan, sedangkan KJA di Waduk Cirata dikurangi.
Sementara itu, di Danau Toba, Sumatera Utara, jumlah KJA dibatasi setara produksi 10.000 ton mulai tahun 2017 dari semula 62.000 ton/tahun di tahun 2016.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Masyarakat Akuakultur Indonesia, Agung Sudaryono, menilai, budidaya ikan air tawar dengan sistem KJA yang berkelanjutan dan ramah lingkungan tetap diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan nasional. Tahun 2019, kebutuhan ikan per kapita ditaksir mencapai 40 kilogram (kg) ikan.
Ia menambahkan, KJA selama ini merupakan kontributor terbesar produksi ikan air tawar nasional,. “Pengurangan KJA akan mengganggu pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan Indonesia dan kerugian ekonomi,” ujarnya.
Dicontohkan, pengurangan KJA di Danau Toba berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi senilai Rp 1,7 triliun. Angka tersebut berasal dari nilai ikan yang dilarang diproduksi di Danau Toba, nilai pakan ikan yang tidak bisa digunakan, benih ikan yang tidak lagi digunakan, tenaga kerja yang menganggur, dan hilangnya kesempatan ekonomi turunan bagi warga sekitar KJA.
Pihaknya meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk meninjau ulang peraturan pembatasan dan penghapusan KJA, serta melakukan dialog dengan pembudidaya KJA. “Masyarakat pemilik KJA siap ditata dan dibina, sehingga KJA lebih ramah lingkungan.” Kata Agung.
Tanggal 26 Oktober 2018, di Yogyakarta, sejumlah pembudidaya KJA mengajukan petisi, antara lain meminta pemerintah untuk melakukan kajian yang mendalam, seksama dan adil mengenai KJA.