Nusa Dua, Kompas - Mantan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull memperingatkan pemerintah negaranya. Peringatan itu terkait rencana Australia memindahkan kedutaan besar dari Tel Aviv ke Jerussalem.
Turnbull mengatakan, Australia sudah 50 tahun mempertahankan kedutaann untuk Israel di Tel Aviv. Diharapkan kondisinya tetap seperti itu. "Pemindahan itu akan memunculkan reaksi negatif dari Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim," ujarnya seusai bertemu Presiden Joko Widodo, Senin (29/10/2018), di Nusa Dua, Bali.
Sebelumnya, Perdana Menteri Australia Scott Morrison melontarkan kemungkinan Canberra memindahkan kedutaan ke Jerussalem. Ide itu dinyatakan berasal dari mantan Duta Besar Australia untuk Israel Dave Sharma menjelang pemilu sela Australia. Sharma diketahui mencalonkan diri melalui daerah pemilihan yang penduduknya mayoritas Yahudi. Morrison menyatakan Australia membuka pikiran terhadap semua kemungkinan yang bisa mendorong perdamaian.
Turnbull menyatakan tidak pernah mempertimbangkan wacana itu selama menjadi PM. Keputusan soal itu harus diambil sangat hati-hati dan mempertimbangkan banyak hal. Reaksi Jakarta termasuk yang harus ditimbang Canberra.
Australia diminta sangat memikirkan kepentingan nasionalnya. Tidak kalah penting memikirkan kepentingan regional kala membuat keputusan sepenting itu.
Memang, sampai sekarang Australia belum membuat keputusan itu. Menurut Turnbull, Jokowi sudah membahas wacana itu dengan Morrison. Sampai sekarang, Morrison belum membuat keputusan apa pun soal wacana itu. Masukan dari Indonesia dinyatakan akan dipertimbangkan.
Wacana itu mendapat reaksi keras dari dalam dan luar negeri Australia. Para duta besar negara-negara Timur Tengah memperingatkan Australia soal dampak pemindahan itu kepada kerja sama ekonomi Australia dengan Timur Tengah. Sementara sejumlah politisi Australia khawatir wacana itu dapat membatalkan perjanjian dagang bernilai miliaran dollar AS dengan Indonesia. Perjanjian itu tengah dibahas dan diharapkan segera disahkan. (RAZ)