JAKARTA, KOMPAS - Permulaan musim penghujan yang menimbulkan banjir pada sebagian wilayah Jakarta mulai dihadapi sejumlah warga. Hal ini seperti dialami sebagian warga di Kampung Tanah Rendah, Kebon Pala, Kampung Melayu, Jakarta Timur, yang pada Senin (29/10/2018) pagi sudah mulai mengalami banjir.
Akan tetapi, genangan air yang sudah mulai memasuki rumah-rumah sebagian warga itu, sudah tampak surut pada siang harinya. Sejumlah warga tampak membersihkan bagian rumah yang terpapar lumpur setelah dibawa aliran Sungai Ciliwung.
Sejumlah warga menanggapi biasa peristiwa itu. Relatif tidak ada persiapan khusus melainkan sekedar memindahkan sejumlah barang berharga ke lantai dua rumah masing-masing.
Juriah (62) warga kampung tersebut yang sejak lahir tinggal di kawasan tersebut mengatakan, barang-barang yang ssudah dipindahkan ke lantai dua termasuk kompor dan peralatan memasak. “Surat-surat (berharga) sudah ada di loteng atas,” kata Juriah.
Ia menambahkan, relatif tidak adanya pilihan untuk menempati permukiman lain, membuat warga cenderung sudah mengaggap biasa kejadian banjir. Menurutnya, banjir Senin pagi itu masih sebatas permulaan karena jika sudah mencapai puncaknya, bukan tidak mungkin batas lantai dua kediaman warga juga ditembus genangan banjir.
Sekalipun begitu, jika memang banjir pada akhirnya menenggelamkan nyaris seluruh rumah, sebagian warga bakal tetap memilih bertahan. Ini misalnya diutarakan Chasiyadi, yang melakukan hal serupa ketika banjir besar melanda kawasan tersebut beberapa tahun lau.
Ia mengatakan, keputusan itu didasarkan atas pesan orangtuanya untuk jangan sekali-sekali meninggalkan rumah. Hal ini bukan karena khawatir aksi penjarahan.
Akan tetapi, imbuh Chasiyadi, dipercaya bahwa rumah yang ditinggal dalam keadaan kosong akan cenderung lebih mudah ambruk bila diterjang banjir. Ia menambahkan, di wilayah tersebut terdapat sejumlah warga lain dengan kepercayaan serupa yang akan menjaga kawasan perkampungan tertentu manakala banjir besar melanda.
Salah seorng warga lainnya, Ivan Maulana (29) mengatakan, pada saat puncak banjir tiba, pengurus RW setempat biasanya akan memasang tali sebagai pemandu jalan. Arus yang deras dan menenggelamkan badan jalan membuat fungsi tali tersebut bakal menjadi sangat vital.
Ivan menambahkan, sebelum genangan banjir naik, biasanya ada semacam informasi dari pengurus RW terkait status siaga tertentu. Informasi ini menjadi dasar bagi warga untuk memindahkan barang ke lantai dua, mengungsi, dan seterusnya.
“Kalau banjir pagi ini tadi tidak ada (pengumuman),” seloroh Ivan.
Intensitas dan kondisi banjir di kawasan tersebut, berdasarkan ingatan warga, cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Imran (46), yang sudah tinggal di perkampungan itu sejak tahun 1984 menjelaskan, ketinggian banjir relatif terus meningkat sejak peristiwa Banjir Jakarta 1996.
Menurutnya, sejak saat itu, ketinggian air hingga batas pinggangnya yang memiliki tinggi badan sekitar 160 sentimeter, senantiasa menerobos ke dalam rumah. “Sekarang, setiap musim hujan (tinggi banjir) sepinggang,” sebutnya.
Tetap terancam
Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi pada hari yang sama menjelaskan, Jakartatetap dalam ancaman potensi banjir. “Karena ini merupakan masalah laten, yang penyebab utamanya adalah alih fungsi kawasan serapan menjadi kawasan terbangun untuk pusat perbelanjaan, bisnis, dan perkantoran,” sebut Tubagus.
Ia memperkirakan, potensi ancaman banjir intensitas menengah akan terjadi di bulan November pada kawasan Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Adapun wilayah lainnya, akan terjadi ancaman banjir tingkat menengah hingga rendah.
Kepala Humas BMKG Hary Tirto Djatmiko saat dihubungi menjelaskan, khusus wilayah Jakarta, puncak musim penghujan diperkirakan pada Januari hingga Februari. “(Tapi) Bukan berarti sebelum puncak (musim hujan) tidak perlu melakukan antisipasi,” katanya.
Hary menambahkan, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan pemerintah terkait. Ini terutama terkait dengan antisipasi secara bertahap menyusul musim hujan yang diperkirakan berawal pada November kelak.
“Hujan (pada November) belum besar, tetapi tidak menutup (kemungkinan) potensi (menjadi besar) itu ada,” sebut Hary. Pengecekan saluran air, pengerukan, dan upaya menghentikan kebiasaan membuang sampah ke kali, disebut Hary menjadi sejumlah langkah antisipasi yang dilakukan.