JAKARTA, KOMPAS — PT MRT Jakarta memastikan setelah penandatanganan pinjaman fase II tahap 1, tahapan selanjutnya adalah proses konstruksi. Pembangunan receiving sub station (RSS) atau gardu listrik Monas akan menandai awal konstruksi fase II. Namun, karena ada proses lelang konstruksi yang diulang, jadwal pembangunan dipastikan tidak di Desember 2018 tetapi Januari 2019.
Silvia Halim, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Selasa (30/10/2018), dalam forum bulanan jurnalis dan blogger di kantor MRT Jakarta, menjelaskan, pembangunan RSS Monas itu merupakan paket kontrak (contract package/CP) 200. Sesuai jadwal waktu, pengadaan CP-200 sudah dimulai Agustus 2018.
Lalu diikuti dengan pemasukan dokumen oleh peserta lelang konstruksi di September. Adapun evaluasi dokumen 25 September-15 Oktober 2018.
Namun, proses tender, lanjut Silvia, mengalami kegagalan sehingga harus dilelang ulang. ”Lelang ulang ini berdampak pada jadwal ground breaking tidak lagi di Desember 2018 tetapi di Januari 2019. Namun, proses tanda tangan dokumen tetap dilakukan di Desember 2018,” kata Silvia.
Dari lelang pertama, ada lima kontraktor lokal yang mendaftar. Namun, yang memasukkan dokumen hanya satu kontraktor. Setelah dilakukan evaluasi teknis, satu kontraktor itu juga gagal.
Kegagalan lelang disebabkan ketersediaan peralatan yang tidak bisa tersedia saat jadwal ground breaking. ”Kita memang meminta kepada kontraktor tentang penggunaan peralatan tertentu untuk pembangunan RSS ini. Namun, ternyata melihat jadwal pembangunan di Desember, banyak alat yang tidak tersedia di Desember,” kata Silvia.
Hal lain yang membuat lelang gagal adalah karena RSS Monas itu dibangun di dalam kawasan Monas yang termasuk kawasan ring satu atau kawasan dengan standar pengamanan prioritas. Maka, MRT Jakarta memberi syarat tinggi atas masalah keselamatan kerja dan kualitas kerja, di antaranya MRT Jakarta meminta kontraktor untuk bisa memberi kejelasan tentang jenis tipe pagar, metode kerja, hingga standar keselamatan kerja.
”Pembangunan itu diharapkan tidak akan merusak atau mengganggu kegiatan di Monas,” kata Silvia.
Belajar dari kegagalan itu, MRT Jakarta lalu memberi penjelasan lagi kepada para kontraktor lagi mengenai ekspektasi MRT Jakarta. Tentang peralatan, MRT Jakarta juga berupaya menyesuaikan dengan peralatan yang tersedia. MRT Jakarta juga akan membantu para kontraktor mengenai masalah regulasi dan perizinan.
Untuk pembangunan RSS Monas itu, lanjut Silvia, memang diarahkan kepada kontraktor lokal meski bunyi pada pinjaman Jepang kepada Indonesia adalah Japan tied, yaitu bentuk pinjaman yang mensyaratkan adanya 30 persen komponen Jepang dalam pembangunan.
MRT Jakarta, papar Silvia, sudah berbicara kepada pihak Jepang mengenai CP 200 yang ditujukan kepada kontraktor lokal. Pihak Jepang dikatakan tidak masalah dengan hal itu.
Dengan demikian, meski dilelang ulang, dengan sejumlah upaya yang juga ditempuh MRT Jakarta, Silvia optimistis bisa mendapatkan kontraktor pemenang yang lolos evaluasi teknis dan dokumen sehingga pembangunan RSS bisa dimulai Januari 2019.
Namun, lelang paket kontrak sipil sudah pasti dilakukan mulai Desember 2018, yaitu dimulai dari CP 201 untuk membangun terowongan sepanjang 1,9 km dengan dua stasiun, yaitu Stasiun Sarinah dan Stasiun Monas.
Selanjutnya setiap tiga bulan akan diikuti lelang tiga paket lainnya supaya pada Desember 2019 pembangunan CP 201 bisa dimulai lalu diikuti tiga CP lainnya.
Untuk fase II yang sepanjang 8,3 km dari Bundaran Hotel Indonesia ke stasiun Kampung Bandan akan terdiri atas delapan stasiun dan satu depo. Tujuh stasiun ada di bawah tanah dan satu stasiun dan depo di atas muka tanah.
Untuk pembangunan, MRT Jakarta membagi paket sipil dibagi atas 4 CP, yaitu CP 201 sejauh 1,9 km dengan dua stasiun, yaitu Stasiun Sarinah dan Monas.
CP 202 membangun konstruksi terowongan sejauh 1,63 km dengan tiga stasiun, yaitu Stasiun Harmoni, Sawah Besar, dan Mangga Besar.
CP 203 membangun terowongan sejauh 1,7 km dengan Stasiun Glodok dan Stasiun Kota. Lalu CP 204 merupakan trek transisi dari bawah tanah ke muka tanah sejauh 0,62 km dengan satu stasiun, yaitu stasiun dan depo Kampung Bandan.
Untuk terowongan, dijelaskan Silvia, tidak akan banyak membutuhkan pembebasan lahan karena lahan akan dipakai untuk titik masuk keluar dan cooling tower dan ventilation tower.
”Untuk lahan kami perlu pembebasan di 19 titik atau bidang,” kata Silvia.
Tuhiyat, Direktur Keuangan dan Administrasi PT MRT Jakarta menjelaskan, untuk pembebasan lahan sudah dihitung dan dibutuhkan anggaran senilai Rp 233 miliar. Adapun untuk pembebasan akan dilakukan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Sigit Wijatmoko, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta menjelaskan, anggaran itu masih dalam pembahasan di DPRD DKI Jakarta.
Sementara menjelang operasional fase I, MRT Jakarta juga menuntaskan pembahasan tentang ritel yang akan mengisi ke-13 stasiun MRT. ”Berdasarkan timeline di September kami sudah mendapatkan pemenang untuk mitra ritel di dalam stasiun MRT,” kata William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta.
Untuk kategori makanan dan minuman (food and beverage) ada tujuh pemenang. Kategori minimarket (convenience store) ada lima pemenang dan kategori mode dan aksesori ada tiga pemenang.
”Sekarang sedang dalam tahap pemilihan penempatan masing-masing ritel itu di semua stasiun MRT,” kata William.