JAKARTA, KOMPAS — Kemampuan menggunakan teknologi digital atau literasi digital semakin diperlukan dalam dunia kerja. Karena itu, institusi pendidikan perlu menyesuaikan programnya dengan kebutuhan itu.
Namun, definisi literasi digital dan kompetensinya belum dipahami sepenuhnya. Setiap institusi, perusahaan, ataupun negara memiliki kriteria masing-masing.
Terkait dengan sertifikat kompetensi di bidang literasi digital atau informasi teknologi, Direktur Politeknik Caltex Riau Dadang Syarif Sihabudin Sahid merasa bingung karena banyaknya penyedia sertifikat yang masing-masing memiliki standar dan materi sendiri.
”Provider yang menyediakan layanan sertifikat kompetensi di bidang IT banyak sekali. Provider yang melekat pada merek atau vendor tertentu saja ada beberapa, misalnya Microsoft, Java, dan Sisco,” ucap Dadang di sela-sela acara ITC Indonesia’s 2018 Summit for Leaders di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Biasanya Dadang memilih penyedia sertifikat yang menurut dia paling diterima pasar. ”Kita cari tahu apabila provider itu direkomendasikan oleh institusi lain atau tidak. Tinggal pintar-pintar saja cari data,” ujarnya.
Berdasarkan hasil studi Microsoft Asia Digital Transformation Study 2017, 80 persen pemimpin bisnis di Asia Pasifik setuju bahwa mereka perlu menerapkan pola kerja berbasis digital demi memastikan keberlangsungan bisnisnya pada masa depan. Sebanyak 29 persen menyatakan telah memiliki strategi berbasis digital.
Laporan The Digital Workforce of the Future oleh LinkedIn mengungkapkan, tiga kompetensi yang paling dicari oleh perekrut karyawan pada 2017 di Asia Pasifik adalah yang terkait dengan big data, cloud computing, dan artificial intelligence.
”Kita tidak bisa mengandalkan teknologi sepenuhnya untuk mengatasi masalah. Diperlukan pengetahuan dan keahlian untuk menggunakannya secara optimal,” kata Obert Hoseanto, Education Programs Manager Public Sector Microsoft.
Belum terstandarkan
Mengacu pada definisi dari UNESCO, Barve Mandaar, Regional Manager Certiport, perusahaan penyedia sertifikat kompetensi, mengatakan, literasi digital adalah kemampuan untuk mengakses, mengelola, mengerti, mengomunikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan informasi yang aman dan layak melalui teknologi digital. Kemampuan itu termasuk literasi komputer, teknologi informasi dan komunikasi, serta media.
Sementara itu, referensi dari Komisi Eropa, melalui laporan DigComp 2.0, menyatakan, literasi digital menyangkut 21 kemampuan yang dikategorisasikan dalam lima bidang, yaitu komunikasi dan kolaborasi, penciptaan konten digital, literasi informasi dan data, serta penyelesaian masalah.
Ada pula Pemerintah Indonesia yang menetapkan empat kompetensi utama yang perlu dikembangkan dalam mempersiapkan Indonesia dalam revolusi industri 4.0 atau era yang serba digital. Kepala Subdirektorat Penalaran dan Kreativitas Direktorat Kemahasiswaan dan Perguruan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Misbah Fikryanto mengatakan, keempat kompetensi itu ialah berpikir kritis, berpikir kreatif, kemampuan berkomunikasi, dan berkolaborasi.