TANGERANG, KOMPAS – Lebih dari 1500 siswa Paud dan TK meramaikan Festival Bermain Kreatif dan Seni Tradisional 2018 di lapangan Puspitek, Tangerang Selatan, Rabu (31/10/2018). Selain menampilkan cerita, gerak dan lagu dari siswa Paud dan TK, acara tersebut juga dimeriahkan oleh lomba permainan tradisional oleh siswa SMP dan SMA.
Festival Bermain Kreatif dan Seni Tradisional 2018 merupakan hasil kerjasama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Kota Tangerang Selatan, dan Sanggar Merah Putih. Festival tersebut merupakan yang pertama diselenggarakan di Tangerang Selatan.
Festival ini bertujuan untuk memperkenalkan kepada ribuan anak usia dini mengenai metode belajar baru yang disebut dengan panca seni. Metode tersebut menggabungkan antara drama, tari, nyanyian, musik dan puisi.
“Untuk membentuk anak yang berbudi luhur dalam arti moral dan kinetis. Rohaninya baik, tingkah lakunya pun baik,” kata Bandoro, Ketua Sanggar Merah Putih di sela-sela acara.
Siswa dari berbagai Paud dan TK secara bergantian menampilkan pertunjukan. Kostum yang mereka kenakan pun beragam. Mulai baju olahraga hingga kostum bertema lingkungan. Isu lingkungan memang banyak dikisahkan oleh para siswa dan guru sebagai narator.
Ramah anak
Kota Tangerang Selatan dipilih menjadi kota penyelenggara festival yang pertama karena dikenal sebagai kota ramah anak. Festival akan diadakan secara rutin setiap tahunnya di kota yang berbeda. Rencananya, tahun depan akan diadakan di Nusa Tenggara Timur.
“Pertimbangannya misal karena jumlah Paud di kota ini. Area-area bermain anak juga banyak ditemukan, seperti di bawah jalan layang Ciputat yang tadinya tempat kumuh,” kata Bandoro.
Hingga selesainya acara pada pukul 13.45, sejumlah siswa Paud dan TK masih nampak bersemangat. Mereka rela menunggu giliran tampil hingga berjam-jam. Sembari menunggu, diantara mereka ada yang berlarian dan bermain alat tradisional seperti bakiak.
“Anak-anak masih semangat padahal kami berangkat dari TK sejak pukul 07.30 tadi,” Suhaya, salah satu guru TK Islam di Tangerang Selatan.
Toto D Gunarto, Pencipta lagu budi pekerti, mengatakan acara ini menjadi penting karena anak bisa menyanyikan lagu bertemakan anak-anak. Tidak menutup lagu-lagu pada festival ini akan dirilis dalam sebuah album dan dijadikan alat peraga pendidikan budi pekerti.
“Mudah-mudahan akan muncul anak-anak yang bisa dikembangkan potensinya lebih jauh,” ungkapnya.
Permainan tradisional
Selain pertunjukan dari siswa Paud dan TK, sejumlah siswa dari SMP dan SMA Tangerang Selatan juga turut memeriahkan permainan tradisional. Setidaknya ada sekitar 250 siswa yang mengikuti lomba permainan tradisional seperti galasin atau gerobak sodor, enggrang, bakiak, dan tarik tambang di lapangan terbuka.
“Saat SD kita sudah sering memainkan galasin ini. Tapi begitu masuk SMP sudah tidak pernah. Kami masuk final setelah ini,” kata Danang Destianto (14), siswa SMP N 6 Tangerang Selatan.
Para siswa pun bersemangat bermain hingga siang. Laga final galasin putra antara SMA N 6 Tangerang selatan melawan SMP Al-Barkah Al-Islamiyah bahkan dilangsungkan sekitar pukul 13.00. Dukungan dari teman-teman mereka juga tak henti diteriakkan hingga pertandingan usai.
Bandoro mengatakan, festival ini sengaja memadukan antara siswa Paud, TK, SMP, dan SMA agar bisa saling memberikan contoh baik. “Siswa Paud sebagai adik bisa melihat bagaimana kemeriahan dan gotong royong dari kakak-kakak mereka. Sebaliknya, para siswa SMP dan SMA bisa sadar melihat pesan moral yang ditampilkan adik-adik mereka," ujarnya. (Fajar Ramadhan)