Presiden: Pembebasan Tarif Suramadu untuk Keadilan
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo tampak geli saat ditanya tanggapannya atas tudingan berkampanye di Jembatan Suramadu. Akhir pekan lalu, Presiden melakukan kunjungan kerja ke Surabaya dan Sumenep serta membebaskan tarif Jembatan Suramadu untuk semua pengendara, termasuk pengguna sepeda motor.
Setelah tergelak sejenak, di sela arena Pekan Infrastruktur Indonesia di Jakarta, Rabu (31/10/2018), Presiden menjelaskan, penurunan sampai pembebasan tarif Suramadu adalah proses lama. Awalnya, tahun 2015, atas permintaan tokoh agama di Madura dan Ikatan Keluarga Madura, tarif tol untuk pengendara sepeda motor dibebaskan. Karena tarif tol masih dirasa mahal, diskon 50 persen diberikan. Pada 2017-2018, permintaan pembebasan tarif juga muncul kembali.
Pemerintah menyadari pergerakan ekonomi di Madura belum tampak kendati Jembatan Suramadu sudah selesai dibangun pada 2009. Dampak peningkatan pembangunan tak terasa. Tingkat kemiskinan juga masih relatif tinggi ketimbang wilayah lain di Jawa Timur. Jika di Surabaya dan Sidoarjo tingkat kemiskinan berkisar 6-7 persen, di Madura berkisar 16-24 persen.
”Supaya tidak ada ketimpangan ekonomi, padahal jarak Madura dengan Surabaya hanya 5-6 kilometer, dan supaya rasa keadilan bisa dicapai, kami putuskan Suramadu jadi jembatan biasa. Lagi pula, ini bukan investasi swasta atau BUMN, tetapi dibangun dari APBN,” tutur Presiden.
Pembebasan tarif Suramadu, lanjut Presiden, diharapkan bisa mendorong pergerakan ekonomi terutama di Madura. Mobilitas logistik, baik barang maupun orang, juga diharapkan semakin murah dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
”Bahwa saat kami di jembatan, biasa kanan kiri ada kiai dan mengacungkan jari. Juga sudah saya ingatkan saat itu tidak usah. Beda kalau saya suruh. Justru saya ingatkan. Jangan dibalik-balik,” ucap Presiden.
Saat berfoto di Suramadu, Sabtu (27/10/2018), banyak pendukung yang ikut mengacungkan satu jari. Jokowi yang juga calon presiden dalam Pemilu Presiden 2019 mendapat nomor urut 1.
Foto tersebut membuat Presiden dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Selasa, 30 Oktober. Pelapor yang bernama Rubby Cahyady, warga yang tergabung dalam Forum Advokat Rantau, melaporkan dugaan kampanye terselubung saat peresmian pembebasan tarif Tol Suramadu.
Secara terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, Tol Suramadu memang perlu digratiskan untuk memajukan ekonomi Madura. Kenyataannya, sejak pembangunan Suramadu rampung pada 2009, rencana pembangunan industrial estat di wilayah kaki-kaki Suramadu tak jadi-jadi.
Pembebasan tarif ini menjadi insentif untuk mengatasi kelambatan pembangunan di Madura. Apabila pembangunan di wilayah ini membaik, secara tak langsung pemerintah juga akan mendapat pemasukan pajak lebih baik. Dengan pemasukan pajak ini, pemerintah tetap akan bisa membayarkan utang yang digunakan untuk membangun Suramadu.
Pembangunan Suramadu dimulai 2003 sampai 2009 yang dilakukan dengan menggunakan utang dari China senilai Rp 2,5 triliun ditambah APBN. Namun, Selasa lalu, Kalla memastikan utang tersebut tetap akan dibayar oleh pemerintah.
Pemerintah tak terlampau khawatir sebab ketika ekonomi di Madura bergerak, akan ada peningkatan pemasukan tak langsung untuk pemerintah, seperti pajak.