JAKARTA, KOMPAS - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI menyatakan keinginannya menjadi operator kereta cepat Jakarta-Bandung atau KCJB. PT KAI bahkan ingin menjadi satu-satunya operator murni tanpa mitra.
Akan tetapi, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC)—perusahaan patungan antara PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd yang mendapat mandat membangun dan melaksanakan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung—menyatakan, operator KCJB adalah tim yang dibentuk KCIC bekerja sama dengan Beijing Railway Administration dan PT KAI.
”Kami sudah bersurat ke KCIC untuk menunjuk langsung ke kami, tanpa lelang operator,” kata Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro, di Bontang, Kalimantan Timur, Selasa (30/10/2018).
Menurut Edi, layanan kereta api itu ada unsur pelayanan publiknya. ”Kalau swasta yang menjalankannya, apabila menemukan masalah, bisa saja dia berhenti di tengah jalan,” ujarnya.
Presiden Direktur PT KCIC, Chandra Dwiputra saat kunjungan ke Redaksi Kompas di Jakarta, Selasa (30/10/2018) menyatakan, KCJB direncanakan beroperasi pertengahan 2021. Proyek telah dimulai Juni 2018 dan sempat tertunda karena kendala pembebasan lahan.
Investasi proyek KCJB mencapai 6,07 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 92,4 triliun dengan perhitungan kurs Rp 15.237 per dollar AS.
Panjang jalur trase mencapai 142,3 kilometer (km) dengan jalur ganda. Kereta menghubungkan empat stasiun, yaitu Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar di Bandung. Pengerjaan tahun pertama fokus pada persiapan proyek, seperti penyediaan akses untuk kendaraan proyek dan pembuatan balok jembatan. Kini pengerjaan mencapai 3,2 persen dengan target selesai 8 persen pada 2018.
Adapun target pada 2019 akan dikebut hingga mencapai 60 persen dari keseluruhan proyek. Sisanya akan diselesaikan pada periode berikutnya.
Sementara itu, kontraktor pembangunan KCJB, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau Wika, menyebutkan, pembangunan konstruksi menunjukkan tren positif. ”Hal ini ditandai dengan selesainya akuisisi lahan 113 km atau 80 persen dari total jalur,” kata Direktur Utama Wika Tumiyana.
Sementara Komisaris Utama PT PSBI Sahala Lumban Gaol mengatakan, KCJB akan menggunakan teknologi terbaru kereta cepat dari China. ”Kecepatannya bisa mencapai 350 km per jam,” ujarnya.
Kepemilikan saham KCIC secara rinci adalah 40 persen oleh Beijing Yawan HSR, sedangkan 60 persen dimiliki PSBI yang merupakan gabungan dari Wika dengan komposisi penyertaan 38 persen, KAI 25 persen, PTPN VIII 25 persen, dan Jasa Marga 12 persen.
Sementara Komisaris Utama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, pemegang saham PT KCIC, Sahala Lumban Gaol mengatakan KCJB akan menggunakan teknologi terbaru kereta cepat dari China. "Kecepatannya akan mencapai 350 km per jam," tegas Sahala.
Pendanaan proyek KCJB, 75 persen bersumber dari China Development Bank (CDB) dan 25 persen dari ekuitas pemegang saham PT KCIC, yaitu PSBI dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd. Hingga Oktober 2018 ini, CDB tercatat telah mencairkan kredit modal sebesar 810,4 juta dollar AS dalam tiga tahap.