Desa Makin Sejahtera, tetapi Muncul Ketimpangan
JAKARTA, KOMPAS — The SMERU Research Institute merilis hasil studi terbaru, Kamis (1/11/2018), di Jakarta. Studi tersebut menunjukkan perdesaan di Indonesia semakin sejahtera dalam satu dekade terakhir. Namun, kesejahteraan itu justru menimbulkan ketimpangan. Pembangunan yang afirmatif terhadap kelompok miskin menjadi kunci pemerataan.
Koordinator Bidang Penelitian The SMERU Research Institute Nina Toyamah mengatakan, studi dilaksanakan selama 18 bulan terakhir. Studi beranjak dari fakta bahwa ketimpangan dapat memperlambat penurunan kemiskinan. Padahal, setengah dari orang miskin di Indonesia ada di perdesaan.
”Oleh sebab itu, penurunan ketimpangan di perdesaan mutlak dilakukan untuk mempercepat penurunan kemiskinan,” kata Nina dalam kegiatan ”Diseminasi Hasil Penelitian Dinamika Ketimpangan dan Penghidupan di Perdesaan di Indonesia”.
Studi ini menyebutkan, dalam kurun 2006-2016 beberapa kemajuan sudah dicapai oleh perdesaan. Dalam hal kapasitas sumber daya manusia, terjadi perbaikan akses pendidikan di perdesaan, bahkan dengan percepatan yang jauh lebih tinggi daripada di perkotaan.
Disparitas akses antarkelompok kesejahteraan semakin mengecil dalam hal layanan dasar kehamilan dan persalinan. Begitupun dalam hal layanan imunisasi dasar, tidak diamati perbedaan antara desa dan kota. Adapun dalam penyediaan infrastruktur dasar, akses rumah tangga di perdesaan terhadap listrik terus mengalami peningkatan dan semakin mendekati kondisi rumah tangga perkotaan.
Di sisi lain, masih terdapat banyak tantangan yang harus diatasi oleh desa-desa, terutama hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya alam. Ketimpangan tajam terjadi dalam hal penguasaan lahan.
Setengah dari keseluruhan lahan di perdesaan Indonesia dikuasai oleh segelintir rumah tangga pertanian. Sebagian besar merupakan rumah tangga pertanian, sementara sisanya rata-rata hanya mengelola kurang dari setengah hektar lahan pertanian.
Ketimpangan penguasaan lahan itu lebih buruk daripada ketimpangan pendapatan sebagaimana tecermin pada indeks gini lahan yang bernilai 0,63, sementara indeks gini konsumsi bernilai 0,3 pada 2013.
Selain itu, akses dan corak penghidupan turut berkontribusi dalam menghasilkan disparitas kesejahteraan antardesa. Hal itu karena keterkaitannya yang erat dengan tipologi geografis suatu wilayah.
”Secara umum, desa-desa di Indonesia makin sejahtera, tetapi makin timpang. Di antara desa-desa tersebut yang ketimpangannya paling besar itu di Indonesia timur,” kata peneliti The SMERU Research Institute, Rachma Nurbani.
Rachmi menjelaskan, ketimpangan di perdesaan di Indonesia salah satunya disebabkan tingginya perbedaan pertumbuhan penghasilan antara kelompok terkaya dan termiskin. Pertumbuhan pendapatan kelompok terkaya bisa mencapai 8 persen per tahun, sedangkan termiskin kurang dari 4 persen.
”Kondisi ketimpangan perdesaan berbeda-beda tiap wilayah. Paling landai di Kalimantan. Pulau Jawa, Sulawesi, dan Maluku termasuk tingkat ketimpangannya tinggi,” ujarnya.
Transisi masif
Dalam studi itu, dijelaskan bahwa perdesaan di Indonesia sedang mengalami transisi yang cukup masif. Hal itu ditandai dengan menurunnya kontribusi sektor pertanian.
Di sektor pertanian, ketimpangan penguasaan lahan pertanian menghalangi kelompok miskin untuk mengoptimalkan manfaat pembangunan irigasi. Faktor itu pula yang menyebabkan pembangunan infrastruktur seperti irigasi berasosiasi dengan munculnya ketimpangan.
Adanya ketimpangan lahan yang bahkan lebih besar daripada ketimpangan pendapatan menyebabkan perbaikan saluran irigasi lebih banyak dinikmati petani penguasa lahan. Proporsi mereka tidak lebih dari 15 persen dari jumlah keseluruhan rumah tangga petani di perdesaan.
”Dalam studi ini, kami menemukan kondisi ketimpangan justru terjadi di desa-desa yang memiliki kesejahteraan tinggi. Pembangunan saluran irigasi lebih dinikmati oleh kelompok terkaya perdesaan sebesar 55 persen. Sementara lahan di perdesaan dikuasai oleh 14 persen rumah tangga pertanian,” tutur peneliti The SMERU Research Institute, Nila Warda.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan, ada lima konsensus besar yang didorong pemerintah agar sektor pertanian makin menjadi pilihan aktivitas ekonomi. Pertama, aktivitas pertanian didorong memiliki skala ekonomi. Nantinya aktivitas pertanian tidak lagi dilakukan per individu, tetapi tindakan kolektif oleh banyak kelompok tani pada produk tertentu sehingga hasil panen menjadi besar.
”Kalau lancar, posisi tawar untuk berhadapan dengan distribusi menjadi bagus,” ujar Erani.
Kedua, mengolah nilai tambah. Petani tidak berhenti pada produksi bahan baku atau primer, tetapi akan masuk proses pengolahan. Ketiga, menyangkut lembaga ekonomi. Pemerintah berharap petani menguasai lembaga ekonominya sendiri agar pengolahan produk menjadi lebih efisien.
Keempat, mendorong agar rantai distribusi bisa sependek mungkin. Konsensus terakhir, pelaku pertanian didorong memiliki peta dan data sehingga mereka mengerti betul produk yang dibutuhkan oleh pasar.
Capaian positif
Di sisi lain, studi menemukan ada beberapa capaian pembangunan yang positif menurunkan ketimpangan, yaitu cakupan listrik yang meluas. Lalu, ada variabel lain, yakni penetrasi koperasi yang lebih inklusif.
Nilai koefisien variabel cakupan listrik sejumlah 0,015, sementara untuk ketersediaan koperasi nilainya mencapai 0,004. Cakupan rumah tangga yang teraliri listrik dan penetrasi koperasi mendorong masyarakat desa melakukan mobilitas sosial vertikal.
Lebih jauh, untuk mengatasi ketimpangan, Nila menyebutkan, langkah-langkah afirmatif yang secara khusus ditujukan kepada masyarakat miskin dan rentan diperlukan untuk memastikan mereka dapat merasakan manfaat pembangunan. Pembangunan perdesaan yang inklusif mutlak diperlukan untuk memastikan masyarakat miskin dan rentan ikut menikmati perbaikan penghidupan serta turut merayakan peningkatan pertumbuhan perdesaan.
Salah satu hal yang bisa dilakukan pemerintah adalah meningkatkan akses pendidikan kepada masyarakat perdesaan. Pendidikan bisa menjadi alat untuk menurunkan ketimpangan. Akses pendidikan kepada masyarakat perdesaan akan membuat mereka bisa menangkap peluang di sektor-sektor pekerjaan menguntungkan yang tersedia baik di dalam maupun di sekitar wilayah perdesaan.