LANGKAT, KOMPAS - Sejumlah pabrik karet remah telah berhenti beroperasi atau mengurangi produksi karena kekurangan bahan olah karet dari petani. Pabrik pun sudah mulai melakukan pemutusan hubungan kerja atau merumahkan karyawan.
Salah satu yang berhenti beroperasi adalah pabrik karet remah di Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dua tahun terakhir, pabrik itu berhenti beroperasi karena tidak ada bahan baku.
Ahmad Ramadan Harahap (27), mantan karyawan pabrik yang ditemui Kompas, Rabu, (31/10/2018) mengatakan, ekonomi warga sempat bergairah saat pabrik masih beroperasi. Hampir seluruh pekerja yang berjumlah sekitar 200 orang merupakan warga sekitar pabrik. Warung-warung milik warga pun bertumbuh. Truk pengangkut karet lalu-lalang.
Satu-satunya jalan keluar menyelamatkan industri karet adalah dengan menyelamatkan petani karet di hulu industri ini.
Kisah itu berubah dua tahun ini, karena pabrik berhenti beroperasi. Pantauan Kompas, tidak ada lagi aktivitas produksi di di lokasi pabrik tersebut. Gerbang pabrik tertutup rapat. Suasana di dalam pabrik lengang dan tidak ada lagi orang di dalamnya.
Menurut Ahmad, perekonomian mereka terpuruk sejak pabrik tutup. Ia hanya bekerja serabutan dan lebih sering menganggur. “Para pekerja lain banyak yang terpaksa merantau ke daerah lain agar bisa menghidupi keluarga,” kata dia.
Pelaku usaha industri karet, Daud Husni Bastari, mengatakan, hampir seluruh pabrik karet remah mengalami hal serupa. Pabrik dengan kapasitas dan modal yang lebih besar mampu bertahan, tetapi tetap harus mengurangi produksi.
Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Utara Edy Irwansyah mengatakan, selain pabrik tutup, 30 pabrik karet remah di Sumut kini krisis bahan baku. Produksi getah karet dari petani terus berkurang. “Petani berhenti menyadap akibat harga anjlok selama tujuh tahun ini,” kata Edy.
Saat ini, kata Edy, bahan olah karet dari petani hanya cukup untuk memproduksi sekitar 400.000 ton karet remah per tahun. Padahal, kapasitas total pabrik di Sumut mencapai 820.000 ton per tahun. Paling terdampak adalah pabrik kecil dengan kapasitas produksi di bawah 12.000 ton per tahun. Pabrik inefisien karena harus bayar penuh operasional, tetapi produksi berkurang.
Daud menambahkan, selama 50 tahun menggeluti industri karet remah, kondisi saat ini paling sulit. “Satu-satunya jalan keluar menyelamatkan industri karet adalah dengan menyelamatkan petani karet di hulu industri ini,” kata Daud.
Pebisnis karet Asril Sutan Amir, petani karet yang berjumlah sekitar dua juta orang di Indonesia minim perhatian pemerintah maupun industri pengguna karet remah, yakni industri ban yang menyerap lebih dari 70 persen produksi karet. Saat ini, harga getah karet di tingkat petani anjlok dari Rp 20.000 menjadi Rp 6.000 per kilogram.