Jakarta International Container Terminal 2, Saksi Bisu Sibuknya Proses Evakuasi
Oleh
Agnes Rita Sulistyawaty
·3 menit baca
Meskipun disebut terminal peti kemas sesuai namanya, namun sejak Senin (29/10/2018), hingga Rabu hanya kapal dari Basarnas, TNI AL, dan Bea Cukai yang bersandar di dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dua gantry berwarna biru untuk mengangkat peti kemas dibiarkan di sisi utara dermaga.
Selama tiga hari, bukan peti kemas yang didaratkan kapal-kapal itu, melainkan kantong-kantong jenazah berisi bagian-bagian tubuh korban dan serpihan-serpihan badan pesawat Lion Air beregistrasi PK-LQP dengan nomor penerbangan JT610.
Tepat di tepi dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) 2, digelar beberapa terpal putih yang dikelilingi garis polisi dengan radius sekitar 10 meter. Di atas terpal itulah kantong-kantong jenazah diletakkan untuk dibuka dan diperiksa oleh staf Basarnas, DVI (disaster victim identification ) Polda Metro Jaya, dan Palang Merah Indonesia (PMI).
Kantong yang berisi bagian-bagian tubuh korban akan segera digotong staf PMI ke mobil-mobil ambulans PMI maupun kepolisian yang disiagakan di balik garis polisi. Sorotan kamera para wartawan ikut mengiringi kantong jenazah yang dibawa ke ambulans.
Jika sedang tidak ada kapal bersandar, para petugas kembali ke tenda instansi masing-masing yang telah didirikan di tanah lapang yang berada lebih jauh di sebelah barat. Tiga tenda Basarnas misalnya, memanjang searah tepian dermaga di sisi garis polisi, sedangkan tenda posko kepolisian di depannya. Beberapa tenda instansi lain seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kejaksaan RI, Kodim 0502/JU, Badan Intelijen Negara, hingga PT Jasa Raharja juga didirikan di sana.
Belasan gantry kuning berdiri di belakang tenda-tenda itu. Alih-alih untuk mengangkat peti kemas, belasan gantry tersebut praktis nirfungsi dengan karat yang menindih lapisan cat. Ban-bannya pun dibiarkan kempes. Ukuran raksasanya dimanfaatkan para polisi yang berjaga untuk duduk-duduk dan berteduh di balik terik matahari.
Hal yang menarik, tidak ada peti kemas di terminal peti kemas itu. Keadaan ini kontras dengan dermaga Terminal 3 di seberang timur. Sejauh mata memandang, hanya ada peti kemas dengan gantry yang sibuk memindahkan peti kemas ke kapal Meratus Lembar dan Oriental Ruby.
"JICT 2 memang sudah tidak dipakai. Sekarang, ada Terminal Peti Kemas Koja yang baru. Kebetulan kontrak PT JICT di area JICT 2 sudah habis tahun lalu. Jadi sudah enggak ada aktivitas. Lagi pula, di sana sudah sepi, sudah enggak ada kapal yang bersandar," kata Yesi Winda, resepsionis di kantor PT JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Sebelumnya, seorang petugas keamanan di depan gerbang Terminal 3 juga mengatakan, "Sekarang JICT 2 udah enggak dipakai. Cuma dipakai buat kapal-kapal pemerintah sama TNI AL."
Kapal Republik Indonesia (KRI) Usman Harun yang bersandar di sebelah selatan dermaga JICT 2 mengiyakan semua pernyataan tersebut.
Rabu sore, Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Wuspo Lukito akan melepas KRI I Gusti Ngurah Rai ke Lebanaon dalam misi UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon ) dari area Pangkalan Utama TNI AL III (Lantamal III) Jakarta. Upacara itu sekaligus menyambut KRI Usman Harun yang baru kembali dari misi yang sama.
"Sejak dulu, kegiatan-kegiatan Lantamal III selalu diadakan di JICT 2. Kapal-kapal dari luar negeri pun juga bersandar di sini, misalnya dari Amerika, Australia, semuanya di sini," kata seorang anggota di Lantamal III Kopral Kepala Suhana.
Saat ini pengelolaan JICT 2 berada di bawah PT Pelabuhan Indonesia II. Staf Hubungan Masyarakat Pelindo II cabang Tanjung Priok Arif Nugroho mengatakan, selama setahun terakhir, kantor pusat Pelindo II belum memberikan surat izin pengelolaan kepada kantor cabangnya. "Tapi karena kosong, sementara bisa dimanfaatkan untuk kegiatan SAR dan kegiatan pemerintahan lainnya. Kami tidak punya kewenangan buat mengelola," kata Arif.
Belum diketahui berapa nilai kesepakatan kontrak untuk menggunakan JICT 2. Yang pasti, kekosongan otoritas di dermaga ini telah menjadikan JICT 2 saksi salah satu tragedi yang dialami bangsa. (Kristian Oka Prasetyadi)