JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Perhubungan berupaya mempercepat penyelesaian aturan baru taksi daring agar keberadaannya mempunyai payung hukum dan melindungi masyarakat. Aturan baru ini dibuat untuk menggantikan Peraturan Menteri Perhubungan 108 Tahun 2017 tentang Angkutan Sewa Khusus Tidak dalam Trayek yang dibatalkan Mahkamah Agung (MA).
"Seharus berdasarkan keputusan MA, PM 108/2017 mulai tidak berlaku Desember (2018) nanti. Namun, kami ingin sebelum Desember, aturan baru sudah selesai sehingga proses bisnis taksi daring tetap ada payung hukumnya," kata Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Menurut Budi, aturan yang telah dibatalkan MA tidak akan disentuh lagi. Namun untuk tarif, kuota dan wilayah operasi tetap akan diatur. "Kalau lokasinya di kota/kabupaten, diatur oleh pemerintah daerah setempat. Tetapi, kalau kotanya bersinggungan, maka akan diatur oleh provinsi. Demikian juga untuk provinsi yang bersinggungan seperti Jabodetabek, maka yang mengatur tarif dan kuota adalah Kementerian Perhubungan," kata Budi.
Terkait tarif, pemerintah menetapkan tarif batas bawah Rp 3.500 per kilometer (km) dan batas atas Rp 6.500 per km. "Terkait tarif, kami akan mengeceknya langsung di lapangan," ujar Budi.
Jika ada operator yang melanggar, maka operator akan diberi peringatan I dan II. Jika tetap melanggar, Kementerian Perhubungan akan menulis surat permohonan ke Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kekominfo) untuk memberikan sanksi. "Jadi kewenangan kami hanya meminta untuk diberikan sanksi. Tetapi yang memberikan sanksi adalah Kemkominfo," ujarnya.
Terkait pasal-pasal seperti uji kir, garasi, dan lainnya tidak diatur kembali. Namun, akan ada pasal mengenai standar pelayanan minimum (SPM). SPM ini untuk memberikan jaminan keamanan, keselamatan, keterjangkauan, kesetaraan, dan keteraturan kepada penumpang.
Sementara itu, Direktur Angkutan dan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat Ahmad Yani mengatakan, aturan baru ini sudah hampir selesai. "Minggu ini selesai aturannya dan minggu depan akan diujipublik di enam kota, yakni Surabaya, Medan, Makassar, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta," kata Yani
Setelah uji publik aturan diharapkan bisa segera diundangkan sebagai pengganti PM 108/2017. "Aturan ini dibuat bersama oleh para pihak berkepentingan. Kami harap tidak ada penolakan lagi," tegas Yani.