Tata Tanah Abang, Sarana Jaya Ajukan Modal Daerah Rp 2,6 T
Oleh
Irene Sarwindaningrum
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – PD Pembangunan Sarana Jaya ajukan penyertaan modal daerah Rp 2,6 triliun untuk anggaran pendapatan dan belanja daerah DKI Jakarta tahun 2019. Anggaran ini dimaksudkan untuk pembebasan lahan di seberang pintu lama Stasiun Tanah Abang. Tanah seluas 13,3 hektar itu rencananya akan digunakan sebagai lahan hunian dan pertokoan.
Direktur Utama PD Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan mengatakan, kunci penataan kawasan Tanah Abang adalah pengadaan lahan. Kawasan pasar dan pedagang kaki lima ini rencananya akan ditata sebagai kawasan sentra ekonomi seperti yang sudah terwujud di Sudirman Central Business District (SCBD).
“Tapi tentunya dengan kelas ekonomi dan karakteristik Tanah Abang,” katanya usai pemaparan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Menurut Yoory, apabila penyertaan modal daerah itu disetujui, ia menargetkan membebaskan lahan di seberang Stasiun Tanah Abang itu dalam 2-3 tahun. Dari 13,3 hektar tersebut, lahan yang sudah berhasil dibebaskan sekitar Sekitar 4.700 meter persegi, berlokasi di depan Stasiun Tanah Abang 1.700 meter persegi dan Jalan Jatibaru Bengkel 3.000 meter persegi.
Saat ini, lahan yang belum dibebaskan dimiliki warga setempat dan sebagian milik warga. Lahan-lahan itu umumnya disewakan untuk tempat berdagang kios-kios produk tekstil yang saat ini jumlahnya ribuan orang.
Pendekatan untuk pembebasan lahan tersebut, kata Yoory, sudah dilakukan sejak 2014 atau sejak surat keputusan penugasan dari Gubernur DKI Jakarta terbit.
“Penugasan ini sebenarnya sudah sejak Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, lalu dilanjutkan di era Gubernur DKI Joko Widodo. Namun selama ini ada penugasan, anggaran belum disediakan,” kata Yoory.
Di lahan itu rencananya akan dibangun gedung multiguna yang terdiri dari pertokoan, perkantoran, apartemen, hingga hunian lainnya.
Skybridge molor
PD Pembangunan Sarana Jaya juga sudah mewujudkan pembangunan jembatan penyeberangan multiguna (JPM) atau skybridge. Peresmian penggunaannya tertunda dari rencana semula yaitu 30 November 2018. Penundaan ini terjadi karena konstruksi belum selesai.
Penundaan ini, kata Yoory, disebabkan karena kegiatan di bagian pembangunan yang sangat padat, mulai dari pedagang kaki lima, pengangkutan barang hingga lalulintas yang padat. Di JPM itu telah disediakan kios untuk 446 pedagang. Mereka dipungut biaya Rp 500.000 per bulan untuk sewa kios di JPM itu.
“Saat ini sudah 90 persen selesai, tinggal pasang railing dan finishing saja. Tidak sampai satu bulan akan selesai,” katanya.
Wakil Walikota Jakarta Pusat Irwandi mengatakan, dengan berkurangnya pedagang kaki lima di trotoar, ia merencanakan akan mendorong para pedagagang yang menempati trotoar untuk mundur sehingga tak terlalu banyak mengokupansi fasilitas publik. Sementara Blok G juga direncanakan untuk revitalisasi oleh PD Pasar Jaya menjadi bangunan campuran komersial dan hunian.
Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta James Arifin Sianipar mengatakan, saat ini seluruh penyertaan modal daerah yang diajukan badan usaha milik daerah (BUMD) belum bisa disetujui, sebab masih masih menunggu penyelesaian revisi peraturan daerah (Perda) tentang modal dasar BUMD.
“Meskipun ini untuk penugasan penting, penyertaan modal daerah tak bisa disetujui sebelum revisi Perda itu jadi sebab kalau disetujui malah melanggar aturan,” katanya.
Saat ini, pembahasan revisi Perda modal dasar BUMD itu tengah dibahas. Apabila pembahasan sesuai jadwal, ia optimistis penyertaan modal daerah itu bisa masuk dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah DKI Jakarta 2019.