Tantangan keluarga Indonesia kian berat. Di sisi lain, tuntutan agar keluarga menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas makin besar. Namun, kehadiran negara dalam pembangunan keluarga masih sangat kurang.
SORONG, KOMPAS—Keluarga Indonesia menghadapi turbulensi. Di tengah tuntutan menghadirkan generasi bermutu, tantangan dihadapi keluarga makin kompleks. Namun, kehadiran negara dalam pembangunan keluarga jauh dari optimal. Selain tak menarik di ranah kebijakan dan politik, indikator keberhasilan pembangunan keluarga belum jelas dan butuh lama mencapainya.
Kasus kekerasan, tawuran, perceraian, pernikahan dini, pro-kontra vaksin, intoleransi, dan korupsi, memengaruhi pembangunan. Hulu berbagai soal itu ada dalam keluarga. Hanya dalam keluarga harmonis, berbagai soal itu diminimalkan. Meski tuntutan membentuk keluarga bermutu tinggi, peran negara pada keluarga tak optimal.
"Kehadiran pemerintah di tengah keluarga amat kurang," kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional M Yani di sela Sosialisasi Pembangunan Keluarga Bersama Mitra di Sorong, Papua Barat, Kamis (1/11/2018). Kini ada 71 juta keluarga dengan beragam karakter, tantangan, dan masalah.
Dasar pembangunan sumber daya manusia sebuah bangsa, termasuk pembentukan karakter, ada dalam keluarga. Keluarga jadi lembaga pendidikan pertama dan utama anak karena sebagian besar hidup anak di keluarga, bukan lembaga pendidikan formal. Karena itu, penguatan dan pembangunan keluarga jadi penting.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019, pemerintah mengalokasikan 20 persen dana APBN atau Rp 492,5 triliun untuk pembangunan sumber daya manusia. Namun, fokus pendidikannya pada penguatan sistem dan lembaga pendidikan formal serta peningkatan riset dan inovasi untuk industri. Dukungan bagi pendidikan non formal termasuk pendidikan dalam keluarga masih kurang.
Ke depan, BKKBN fokus mengelola pembangunan keluarga. Paradigma itu menggeser kegiatan utama BKKBN yang identik program keluarga berencana atau penggunaan kontrasepsi.
Bersinergi
Program pembangunan keluarga akan disinergikan dengan kementerian dan lembaga lain yang punya program bagi keluarga. Salah satu usulan BKKBN ialah memberdayakan tenaga penyuluh dimiliki berbagai kementerian dan lembaga dengan meningkatkan kompetensi agar bisa mendampingi semua keluarga.
Peningkatan kompetensi itu bisa dilakukan pada penyuluh pertanian dan penyuluh sosial, tak hanya kader dan penyuluh keluarga berencana. Jumlah kader dan penyuluh KB dimiliki BKKBN terbatas, banyak yang hampir pensiun atau berpendidikan bukan sarjana.
Sementara sebagian besar keluarga yang dihadapi masih muda dengan perkembangan teknologi kian masif dan memengaruhi banyak aspek kehidupan. "Idealnya merekrut penyuluh baru untuk membantu keluarga. Terbatasnya anggaran negara membuat itu sulit dilakukan," katanya.
Idealnya merekrut penyuluh baru untuk membantu keluarga. Terbatasnya anggaran negara membuat itu sulit dilakukan.
Optimalisasi penyuluh itu diharapkan memerkuat sinergi antara kementerian dan lembaga yang mengurusi keluarga. Lemahnya sinergi itu membuat potensi negara membangun keluarga tak termanfaatkan optimal. Padahal keluarga Indonesia butuh bantuan negara, terutama menghadapi era Revolusi Industri 4.0 dan Indonesia Emas 2045.
Selama sosialisasi pembangunan kependudukan di Kabupaten Sorong dan Kota Sorong, Papua Barat, Rabu (31/10/2018) dan Kamis (1/11/2018), persoalan keluarga yang muncul umumnya terkait dengan ekonomi dan kesejahteraan keluarga, pendidikan, hingga kenakalan remaja. Sama dengan remaja lain di Indonesia, remaja Papua Barat juga terbelit persoalan pernikahan dini, seks pranikah, dan penggunaan narkoba.
"Sebagian besar remaja yang bermasalah (melakukan seks pranikah dan mengonsumsi narkoba) berasal dari keluarga kurang harmonis," kata Duta Generasi Berencana Papua Barat 2018 Allen Rumbiak. Kurangnya perhatian dan kasih sayang dalam keluarga membuat anak mencari perhatian di luar rumah hingga sebagian besar terjebak dalam pergaulan yang keliru.
Direktur Bina Ketahanan Keluarga Lansia BKKBN Widati mengatakan pembangunan manusia harus dilakukan sesuai siklus kehidupan manusia, baik pembangunan mereka saat masih dalam kandungan dan balita, remaja hingga menjadi penduduk lanjut usia. Dengan demikian, perlakuan terhadap setiap tahap pembangunan manusia bisa dilakukan secara optimal.
"Papua dan Papua Barat menjadi salah satu fokus Presiden Joko WIdodo untuk meningkatkan kualitas SDM di provinsi tersebut agar mampu mengolah kekayaan alam yang mereka miliki," katanya.