KARAWANG, KOMPAS — Lokasi reruntuhan utama Lion Air PK-LQP akhirnya diisolasi dan sepasang roda pesawat berhasil diangkat pada Jumat (2/11/2018) siang oleh tim penyelam dari Dinas Penyelamatan Bawah Air Komando Armada I TNI Angkatan Laut.
Kompas yang berada di kapal LCU-2 Banda Aceh turut mengikuti proses pengangkatan roda pesawat tersebut. Tim penyelam sebetulnya siap sejak pukul 07.00 WIB. Akan tetapi, penyelaman tidak dapat langsung dilakukan akibat gelombang yang tinggi.
Sekitar pukul 10.00, tim penyelam sudah berada di lokasi yang telah ditemukan pada hari sebelumnya. Sehari sebelumnya, Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL (Pushidrosal) dengan KRI Rigel-933 berhasil menemukan lokasi utama reruntuhan pesawat dengan pencitraan muka dasar laut.
Setelah mendapat persetujuan dari Basarnas, tim penyelam Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair) mulai turun ke dasar laut. Penyelam cukup mengikuti tanda yang sudah dipasang pada hari sebelumnya. Sebelum diangkat, penyelam memastikan obyek yang akan diangkat, yakni roda, sudah terbebas dan tidak tersambung dengan bagian pesawat yang lain.
Roda pesawat kemudian diangkat menggunakan air lifting bag (ALB). ALB yang masih kempis dibawa ke dasar laut untuk dipasang di roda pesawat. Kemudian, ALB diisi dengan udara menggunakan kompresor. Proses pengisian ALB ini kira-kira membutuhkan waktu sekitar 15 menit.
ALB yang digelembungkan penuh berukuran panjang sekitar 2 meter dengan lebar 1 meter. ALB yang berwarna oranye ini memiliki kemampuan mengangkat benda dengan bobot 5 ton. Dibutuhkan 12 penyelam untuk menyelesaikan misi pengangkatan roda pesawat ini.
Setelah roda pesawat terangkat dengan menggunakan ALB, kapal Teluk Bajau Victory menarik dan mengangkatnya ke atas dek kapal itu. Proses ini selesai pukul 13.00 WIB. Setelah itu, roda pesawat dibawa ke atas dek LCU-2 Banda Aceh untuk diantarkan ke KRI Banda Aceh-593.
Menurut rencana, roda akan dibawa ke posko JICT, Tanjung Priok, Jakarta, untuk diserahkan kepada Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) guna keperluan investigasi.
Anggota tim penyelam Dislambair, Mayor Thomas Dolfinus Fanulene, mengatakan, roda pesawat dipilih untuk diangkat karena itu adalah bagian pesawat yang masih relatif utuh.
”Ekor pesawat hancur. Hanya roda pesawat yang tersisa, yang dapat menunjukkan bahwa memang ada pesawat di situ,” ujar Thomas.
Ia menambahkan, ekor pesawat, dinding, dan bagian pesawat lain terlihat pecah dan berhamburan di dasar laut.
Kepala Dislambair TNI AL Kolonel Monang Sitompul membenarkan hal tersebut. Kondisi reruntuhan yang berada di kedalaman sekitar 32 meter tersebut sudah tidak menyerupai bentuk pesawat. Badan pesawat telah terburai, di beberapa tempat hanya terlihat kerangka yang tersisa.
Monang menyebutkan, pihaknya tidak menemukan jenazah korban yang utuh.