Empat hari berlalu pasca musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT610 dengan nomor registrasi PK-LQP. Satu per satu serpihan pesawat ditemukan utuh, termasuk kotak hitam yang menjadi kunci penyebab kecelakaan. Sampai Jumat (2/11/2018) ini juga, empat dari 189 korban yang berhasil diidentifikasi.
Keluarga dan kerabat, dari korban yang belum jelas keberadaan jasadnya, masih terus berharap adanya kejelasan. Sofa nyaman di lobi Hotel Ibis Sentral Cawang menjadi satu tempat bertemunya mereka yang senasib. Duka yang sama membuka komunikasi di antara mereka.
Ekspresi simpati tergambar dari lawan bicara Syaifa Laila (24) yang tengah bercerita tentang rekan kerja terdekatnya di Unit Pelayanan Pengendalian Pembangkit PLN, Rizal Gilang.
Gilang (27) hilang bersama istrinya, Wita Sriyani (26), dan anaknya yang baru berusia lebih dari setahun, Kyara. Keluarga muda tersebut berasal dan tinggal di Bangka Belitung. Sementara itu, Gilang bekerja di Bengkulu.
Perempuan tersebut mengungkapkan kejadian yang dianggapnya pertanda, "Senin pagi teman saya mengirimi foto pohon pepaya di depan rumah dinas Gilang yang tiba-tiba roboh. Pohon itu terbelah tiga, ukurannya dua besar dan satu kecil." Ia berhenti sejenak setelah menyampaikan hal tersebut.
Syaifa tidak menyangka, empat hari bersama keluarga kecil tersebut di minggu sebelumnya menjadi saat terakhir mereka berinteraksi. Pada Sabtu malam, Syaifa sempat diajak makan bersama ketiganya di satu resto di Kapahiyang. Di sana, Gilang mengajak keluarga, Syaifa, dan lima kawannya yang lain berfoto untuk terakhir kali.
Minggu pagi keesokan harinya, keluarga muda tersebut bertolak ke Jakarta untuk berlibur sehari, sebelum kembali ke Pangkal Pinang di Bangka Belitung Senin pagi. Di Jakarta, Kyara sempat dibelikan sepatu baru berwarna merah muda. Sepatu kecil tersebut kini menjadi satu barang yang berhasil ditemukan tim pencari korban Basarnas di lepas pantai Karawang, Jawa Barat.
Rabu (31/10/2018), Kepala Rumah Sakit Polri Kombes Pol Musyafak menyampaikan pernyataan tak resmi kepada pers terkait penemuan bagian tubuh yang secara medis diidentifikasi milik Kyara. Kabar tersebut telah diketahui keluarga korban, yang kini didampingi Syaifa dan beberapa rekan dari perusahaan tempat Gilang bekerja.
Pengumuman identifikasi bayi tersebut harus ditahan karena masih diperlukannya pencocokkan antara DNA Kyara dengan DNA di tubuh ibu atau ayahnya. Hal yang sama juga diperlukan untuk mengidentifkasi jasad Gilang, yang tidak lagi memiliki orangtua. Seperti diketahui, kemiripan penanda genetik dalam DNA manusia terbanyak dalam pertalian darah orangtua dan anak.
"Para keluarga menginginkan jasad ketiganya ditemukan sebelum dipulangkan ke Bangka," kata Syaifa.
Pengharapan yang sama juga diungkapkan Muhammad Hasyim, mertua korban bernama Muhammad Jufri (39). Kenangan tentang Jufri, yang kerap menengok keluarga istrinya di Jakarta sekembalinya dari Pangkal Pinang di akhir pekan, teringat betul di benaknya.
Meski sudah berupaya mengikhlaskan kepergian menantunya, bagaimana pun bentuk jasad yang teridentifikasi sangat ia dan keluarga nantikan.
"Bagaimana pun potongan tubuh yang ditemukan, kami akan terima. Kami ingin bisa membangun makam untuknya, supaya setidaknya ada tanda bahwa dia sudah tiada," Hasyim berharap. (ERIKA KURNIA)