Rapat koordinasi terbatas memutuskan impor 50.000-100.000 ton jagung pakan hingga akhir tahun untuk peternak. Harga jagung terus naik meski produksinya diklaim surplus.
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan impor diambil dalam rapat terbatas di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian di Jakarta, Jumat (2/11/2018). Impor jagung pakan ditempuh untuk memenuhi kebutuhan jagung peternak ayam petelur sekaligus menstabilkan harga telur dan daging ayam.
Hadir dalam rapat itu Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri BUMN Rini M Soemarno, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita, serta Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti.
Hadir pula Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, Direktur Pengadaan Perum Bulog Bachtiar, serta Ketua Satuan Tugas Pangan Irjen Setyo Wasisto.
Amran mengatakan, pihaknya menyiapkan skema kerja sama dengan Perum Bulog untuk menyediakan jagung bagi peternak. ”Harga jagung naik dan dalam waktu dekat akan kami atasi. Peternak kecil harus menjadi perhatian,” ujarnya.
Menurut Ketut, impor diharapkan menstabilkan harga jagung di tingkat peternak. Setidaknya sesuai dengan acuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan 96 Tahun 2018, yakni Rp 3.150 per kilogram (kg) di petani dan Rp 4.000 per kg di peternak atau pabrik.
Berdasarkan pantauan Satuan Tugas Pangan selama Oktober 2018, kata Setyo, peternak di Jawa Tengah dan Jawa Timur paling sulit mendapatkan jagung. ”Harga jagung Rp 5.200-Rp 5.300 per kg di sana. Tentu tidak ada penimbunan jagung,” ujarnya.
Tidak surplus
Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional Maxdeyul Sola berpendapat, volume dan waktu keputusan impor sudah tepat. Jika baru mengimpor awal tahun depan, petani jagung tidak dapat menikmati harga panennya.
Sementara menurut Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Peternakan, Pakan, dan Veteriner Kamar Dagang dan Industri Indonesia Sudirman, keputusan impor menandakan produksi jagung nasional tidak surplus. Sebelumnya, Kementerian Pertanian memperkirakan produksi jagung surplus sekitar 14,5 juta ton tahun 2018.
Kalangan peternak dan pelaku industri pakan meragukan data Kementerian Pertanian terkait produksi jagung. Menurut Sekretaris Jenderal Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia Leopold Halim, harga jagung di peternak mencapai Rp 5.500-Rp 5.600 per kg. Tingginya harga jagung beberapa bulan terakhir mencekik peternak rakyat.
”Ongkos produksi (telur ayam) telah mencapai Rp 19.000 per kg, terutama karena kenaikan harga jagung, tetapi harga telur hanya Rp 17.000 per kg,” ujarnya saat berkunjung ke Redaksi Kompas bersama Dewan Peternak Rakyat Nasional, Jumat (2/11/2018).
Ketua Harian Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional Sigit Prabowo menyebutkan, situasi harga jagung di lapangan tidak mencerminkan produksi yang diklaim surplus. Selain harga jagung, peternak juga menanggung kenaikan ongkos produksi seiring dengan naiknya sarana produksi, terutama bibit, obat, dan pakan.
Alvino Antonio, peternak ayam broiler pengurus Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara, menambahkan, pemerintah harus konsisten terkait kebijakan harga acuan. Selain harga jual daging/telur ayam di tingkat konsumen, pemerintah juga harus memastikan harga di tingkat peternak sesuai acuan.
Selain memastikan stok tersedia dan harga terjangkau, peternak juga mendesak pemerintah memperbaiki data jagung. Ketidakakuratan berulang memicu polemik.