Petakan Potensi Sesar Jakarta, BMKG Pasang 17 Sensor
Petakan Potensi Sesar Jakarta, BMKG Pasang 17 Sensor
JAKARTA, KOMPAS – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika memasang 17 sensor di sekitar wilayah DKI Jakarta untuk memantau dugaan terusan Sesar Baribis. Pemasangan sensor ini guna memastikan potensi gempa di ibukota. Selama beberapa waktu terakhir, dugaan ancaman gempa besar yang mengancam Jakarta disuarakan beberapa ahli kegempaan.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, sensor monitoring gempa tersebut dipasang di wilayah Bekasi bagian Selatan, Jakarta bagian Selatan hingga Tangerang Selatan. Sensor akan mengukur aktivitas gempa, percepatan gempa dan digunakan untuk analisis tren kegempaan terutama di zona-zona yang dicurigai.
“Pemasangan sensor ini sudah bulan lalu bekerjsama dengan Jepang. Selama ini sebenarnya sudah ada, namun beberapa perlu diperbaharui selain ada tambahan baru,” katanya usai menjadi pembicara dalam acara bertajuk “megathrust dan gempa di Jakarta, bagaimana kita mempersiapkan diri” yang diselenggarakan Bimasena, The Mines and Energy Society di Jakarta Selatan, Jumat (2/11/2018).
Sesar Baribis merupakan patahan lokal yang bermula dari Lembang dan diduga mempunyai terusan hingga Jakarta. Selama ini, pemantauan sesar aktif Baribis baru sampai Purwarkata. Sedangkan di Jakarta, keberadaannya masih merupakan dugaan. BMKG belum mempunyai bukti kuat akan sesar tersebut sehingga perlu melakukan identifikasi.
Dari sejarah kegempaan, Jakarta pernah diguncang gempa kuat yang mengakibatkan kerusakan pada 5 Januari 1699, 22 Januari 1780 dan 10 Oktober 1834. Sejarah ini menunjukkan adanya potensi ancaman gempa tersebut.
Hingga kini belum teridentifikasi sumber gempa di wilayah Jakarta. Meskipun demikian, peta potensi gempa menunjukkan seluruh DKI Jakarta berada di kawasan dengan potensi gempa kuning atau sedang.
Hal ini karena struktur geologi Jakarta merupakan mangkuk batuan dasar yang terisi oleh sedimen yang lunak seperti gel yang dapat menguatkan goncangan gempa yang bersumber dari pergerakan megathrust. Semakin ke bagian Utara Jakarta, struktur tanah semakin lunak dan semakin tebal lapisannya.
Megathrust atau gerak sesar naik kuat dari lempeng benua atau zona subduksi yang sebenarnya berada di Samudera Hindia dengan jarak beberapa ratus kilometer dari Jakarta.
Tiga ancaman gempa yang mengintai Jakarta terdiri dari zona Megathrust di selatan Jawa Barat, zona Megathrust di Selat Sunda dan sesar aktif di daratan yang terdiri dari Sesar Baribis, Sesar Lembang dan Sesar Cimandiri.
BMKG sudah membuat tiga skenario dari tiga ancaman tersebut. Skenario pertama dari Megathrust di selatan Jawa Barat berpotensi mengakibatkan goncangan dengan magnitudo 8,7. Intensitas goncangan terparah dari gempa ini diprediksi mencapai VI-VII MMI (Modified Mercalli Intensity). Sebagai bandingan, gempa di Jakarta pada Januari 2018 lalu mempunyai intensitas V MMI sedangkan gempa di Palu IX MMI.
Dengan asumsi bangunan di Jakarta sudah dibuat sesuai standar bangunan tahan gempa, goncangan ini hanya berdampak kerusakan ringan hingga sedang. “Tapi ini dengan asumsi bangunan sudah dibuat dengan standar tahan gempa,” kata Dwikorita.
Skenario kedua adalah gempa dari zona Megathrust di Selat Sunda mempunyai kemungkinan terburuk VII MMI. Sementara skenario ketiga dari Sesar Baribis diprediksi mempunyai kemungkinan terburuk dengan magnitude 6,5 dan intensitas IV MMI.
Untuk mengantisipasinya, kata Dwikorita, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu segera mengadakan audit bangunan untuk melihat ketahanan gempa. Bangunan-bangunan tinggi di Jakarta umumnya sudah dirancang tahan gempa dengan tiang pancang yang bisa mencapai kedalaman 60 meter atau sudah menancap di batuan dasar. Adapun gedung-gedung dan bangunan yang belum dirancang tahan gempa, masih dapat dimodifikasi dengan konstruksi bracing atau shear wall.
Namun, untuk bangunan perumahan dan bangunan tingkat rendah masih perlu diwaspadai. “Jakarta juga perlu membuat sertifikasi tahan gempa ini untuk gedung-gedung yang ramai, seperti mall atau perkantoran. Sertifikasi perlu diperbaharui berkala, misalnya lima tahun sekali,” katanya.
Direktur Program Bimasena Fitria Passau mengatakan, kalangan pengusaha seperti yang tergabung dalam Bimasena, menilai pengetahuan soal gempa Jakarta dan antisipasinya sangat penting. “Kami juga ada usaha properti seperti apartemen sehingga sangat membutuhkan informasi antisipasi gempa Jakarta,” katanya.
Adanya sejumlah upaya antisipasi yang tersedia membuat kalangan usaha dapat bernafas lebih lega. Kerusakan dari gempa dapat sangat merugikan sektor usaha di Jakarta yang banyak di antaranya mempunyai nilai investasi besar. (IRE)