Selesaikan Kasus dengan Cepat
Proses relatif cepat, dilakukan KPK saat mengusut kasus yang melibatkan Taufik Kurniawan. Kasus Taufik menunjukkan adanya masalah terkait moralitas elite.
JAKARTA, KOMPAS - Tiga hari setelah diumumkan sebagai tersangka, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Jumat (2/11/2018). Penahanan ini juga dilakukan setelah politisi Partai Amanat Nasional ini untuk pertama kalinya diperiksa oleh KPK sebagai tersangka.
Proses hukum terhadap Taufik ini tidak hanya menjadikan dirinya orang ketiga di pimpinan legislatif periode 2014-2019 yang diproses hukum KPK. Dua orang lainnya adalah bekas Ketua DPD Irman Gusman dan bekas Ketua DPR Setya Novanto. Kasus ini juga menunjukkan, proses hukum yang cepat oleh KPK untuk tersangka yang tidak ditangkap langsung.
Proses yang cepat, juga pernah ditunjukkan dalam kasus yang menimpa bekas Menteri Sosial Idrus Marham. Setelah memberitahukan kepada publik bahwa dirinya berstatus tersangka pada 24 Agustus, Idrus lalu ditahan KPK pada 31 Agustus 2018 atau satu minggu kemudian.
Namun, juga ada sejumlah tersangka yang hingga saat ini belum juga ditahan oleh KPK. Mereka misalnya bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Emirsyah Satar yang telah diumumkan sebagai tersangka pada 19 Januari 2017 serta bekas Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino yang juga dijadikan tersangka sejak Desember 2015.
Pengajar Universitas Parahyangan Bandung Agustinus Pohan mengatakan, kasus-kasus yang sudah diumumkan kepada publik hendaknya segera ditindaklanjuti oleh KPK.
“Kasus-kasus lama itu harus segera diselesaikan, supaya jangan ada kesan lain, soal politik misalnya. Kalau justice delayed (keadilan yang tertunda) itu bahayanya adalah menimbulkan distorsi. Akhirnya berkembang pikiran atau kecurigaan, kenapa kok kasus ini cepat, dan kenapa kok kasus ini lama,” katanya.
Dua kali tidak hadir
Kemarin Taufik tiba di gedung KPK sekitar pukul 09.30. Kedatangannya sempat tidak diperkirakan KPK. Pasalnya, penasihat hukumnya meminta penjadwalan pemeriksaan Taufik pada 8 November. Permintaan ini disampaikan saat Taufik tidak menghadiri pemanggilan untuk diperiksa pada Kamis (1/1/2018). Sebelumnya, Taufik juga tidak memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa pada 25 Oktober 2018.
Ketidakhadiran Taufik dalam dua kali pemeriksaan ini, menurut juru bicara KPK Febri Diansyah, ikut jadi pertimbangan KPK untuk segera menahannya. "Selain itu, ketentuan di KUHAP bahwa orang yang ditahan adalah mereka yang diduga keras melakukan tindak pidana, kami pandang sudah terpenuhi,” ucapnya.
Febri juga menegaskan, KPK memiliki bukti yang sangat kuat dalam kasus Taufik. Hal itu pula yang membuat proses hukum dilanjutkan hingga saat ini dengan menahannya.
Hal itu disampaikan Febri menanggapi pernyataan Taufik saat keluar dari gedung KPK sekitar pukul 18.20 untuk ditahan. Saat itu Taufik mengatakan, "Secanggih-cangihnya rekayasa manusia, rekayasa milik Allah yang paling sempurna. Artinya apa? Artinya saya akan ikuti dan hormati proses hukum yang ada di KPK.”
Saat ditanya mengenai makna "rekayasa” yang dimaksud, Taufik mengatakan hal itu agar dicerna sendiri oleh masing-masing pihak.
Taufik disangka menerima uang Rp 3,65 miliar sebagai imbalan mengurus anggaran dana alokasi khusus (DAK) fisik pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 untuk alokasi APBD-P Kabupaten Kebumen tahun 2016. Diduga, imbalan itu besarnya lima persen dari total anggaran untuk Kabupaten Kebumen sebesar Rp 93,37 miliar, yang rencananya untuk membangun jalan dan jembatan.
Kebumen adalah bagian dari daerah pemilihan (dapil) Taufik pada Pemilu 2014. Pada Pemilu 2019, dia akan kembali berkontestasi di Kebumen, Purbalingga, dan Banjarnegara yang masuk Dapil Jateng X.
Manajer Riset Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko mengatakan, penerimaan imbalan karena memainkan anggaran seperti dalam kasus Taufik, ditengarai merupakan pola yang sering dilakukan sejumlah politisi.
“Fenomena dugaan suap Taufik ini bahkan merupakan bentuk korupsi yang paling tradisional, yakni melibatkan politik balas budi. Artinya, dia (Taufik) pasti menjanjikan ke Bupati Kebumen bilamana dirinya terpilih sebagai anggota DPR. Ada politik transaksional atau balas budi antarelite,” katanya.
Pola korupsi seperti ini, lanjut Wawan, menggambarkan kebobrokan moral elite karena mereka tidak memperjuangkan aspirasi rakyat, melainkan kepentingan mereka sendiri.
Terkait kasus ini, sejumlah fraksi di DPR minta agar Taufik segera diganti dari posisinya sebagai Wakil Ketua DPR.
“Demi menjaga marwah DPR, sebaiknya Fraksi PAN segera mengganti dia,” kata Ketua Fraksi PPP di DPR yang juga Ketua Umum PPP Romahurmuziy. Hal senada diucapkan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate.
Hingga saat ini, Fraksi PAN belum mengambil putusan terkait posisi Taufik di DPR.