Debur Ombak Pantai Pasir Jambak
Pernah ditinggalkan, kini Pantai Pasir Jambak di Kota Padang kembali menggeliat. Fasilitas wisata berkembang dikelola komunitas. Pengunjung berdatangan, bahkan dari luar daerah. Pemerintah daerah senang, ekonomi warga ikut terangkat.
Pantai Pasir Jambak, Pasir Nan Tigo, Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat, yang pernah ditinggalkan orang, kini kembali ramai dikunjungi.
Minggu (16/9/2018) pagi, anak-anak riang berjalan kaki di pasir lembut Pantai Pasir Jambak. Teriakan canda ria mereka hilang timbul ditelan suara debur ombak.
Sejumlah orangtua menemani anak mereka bermain di pantai. Lainnya memilih duduk di saung yang berjejer di tepi pantai. Pengunjung lain bermain ayunan yang dipasang di antara batang cemara.
Ada pula yang bersantai, tidur-tiduran di tempat tidur gantung (hammock) yang jumlahnya cukup banyak. Tempat tidur gantung ini juga diikat di antara batang-batang cemara.
Tak berapa jauh, para pemilik warung sibuk memotong kelapa muda yang dipesan pengunjung. Begitu siap, kelapa diletakkan di atas piring lengkap dengan sedotan plastik dan sendok, kemudian diantar ke pemesan. Kelapa muda pun disambut gembira. Pengunjung segera menyesap kesegaran air kelapa dan menikmati daging kelapa yang tipis lembut.
Beberapa orang berlalu lalang di antara pohon kelapa mengendarai motor ATV (all-terrain vehicle), kendaraan roda empat yang dapat digunakan di segala medan. Jalan tanah yang mulus membuat mereka bebas memacu ATV. Jika bosan dengan jalur tanah, mereka pun menyusuri jalur berpasir di pantai.
Pantai Pasir Jambak menawarkan banyak hal. Itu yang membuat banyak orang, tidak hanya warga Kota Padang, tetapi juga warga dari luar Padang, berdatangan lagi ke pantai itu.
Yanti Kumala (46) memilih Pantai Pasir Jambak sebagai tempat merayakan ulang tahun ke-6 Indonesian Kijang Club Payakumbuh bersama puluhan anggotanya. ”Biasanya kami merayakan ulang tahun kelompok kami di Payakumbuh atau Limapuluh Kota, yakni mengunjungi Ngalau Indah atau Lembah Harau. Namun, kali ini ingin di pantai. Jadi, kami memilih Pasir Jambak. Apalagi sekarang pantainya sudah bersih dan nyaman. Beda sekali dengan dulu yang kotor penuh sampah,” tutur Yanti.
Lahan di keteduhan pohon kelapa dan cemara yang luas membuat mereka bisa memarkir belasan mobil Kijang dengan leluasa. Bibir pantai yang landai dan luas bisa digunakan untuk berbagai kegiatan komunitas.
Hari itu, anggota laki-laki dari komunitas Kijang Club Payakumbuh memanfaatkan bibir pantai untuk bermain bola. Tak jauh dari tempat mereka, puluhan pegawai Pemerintah Kabupaten Solok juga menyelenggarakan kegiatan keakraban.
Menggeliat
Pasir jambak berlokasi sekitar 15 kilometer sebelah utara pusat Kota Padang atau 14 kilometer selatan Bandara Internasional Minangkabau. Pantai ini terbilang mudah dijangkau dari pusat kota atau bandara, baik dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Dari jalan utama, Jalan Raya Adinegoro, pengunjung harus berbelok ke kiri (sekitar 500 meter setelah Stasiun Kereta Api Tabing), kemudian berkendara sejauh 6 kilometer menyusuri Jalan Pasir Nan Tigo. Penanda bahwa kita sudah sampai adalah pintu gerbang bertulis ”Selamat Datang di Objek Wisata Pasir Jambak”.
Pasir Jambak sebenarnya telah menjadi obyek wisata sejak tahun 1986. Menurut Damai Suryadi (38), pemilik penyewaan motor ATV, Pasir Jambak pertama kali justru dikunjungi wisatawan mancanegara.
”Saya tak ingat asal wisatawan itu. Tetapi, dari dia, informasi keberadaan Pasir Jambak menyebar. Setelah itu makin banyak wisatawan asing ke sini untuk berjemur dan menikmati matahari tenggelam. Saat itu warga yang tinggal di kawasan ini masih sedikit. Hanya ada tiga rumah,” kata Damai.
Menurut Damai, kunjungan wisatawan ke Pasir Jambak berlangsung hingga tahun 1996. Setelah itu, kunjungan menurun dan hampir tidak ada lagi pada tahun 2000-an.
Kondisi itu diduga akibat munculnya berbagai obyek wisata lain dan abrasi yang melanda Pasir Jambak.
”Tahun 2005, abrasi besar terjadi. Fasilitas yang pernah dibangun seperti menara pandang, saung-saung, hancur. Sejak saat itu Pasir Jambak sepi pengunjung,” kata Damai.
Tahun 2013, Pasir Jambak mulai menggeliat, terutama setelah muncul penangkaran penyu mandiri bernama Pasir Jambak Turtle Camp yang didirikan Pati Hariyose (36), yang akrab dipanggil Yose.
Hingga saat ini, penangkaran itu telah menetaskan 26.000 telur penyu dan dilepasliarkan ke laut. Pelepasan anak penyu ke laut menjadi salah satu daya tarik wisata Pasir Jambak.
Geliat kunjungan semakin terasa dua tahun terakhir. Jika dulu hari Senin-Jumat hampir tidak ada orang, sekarang pantai bisa dikunjungi lebih dari 200 orang. Di akhir pekan, jika semula tidak sampai 50 orang sehari, sekarang bisa lebih dari 1.000 orang.
”Yang paling besar dampaknya adalah ketika Pemerintah Kota Padang membebaskan retribusi masuk Pantai Pasir Jambak. Sekarang, hampir setiap hari warga Padang, terutama dari Koto Tangah, datang ke sini, terutama sore hari untuk menikmati matahari tenggelam,” kata Yose.
Sadar wisata
Di samping itu, Yose yakin menggeliatnya kunjungan ke Pasir Jambak tidak lepas dari upaya yang dilakukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Bintang Samudera yang mengelola kawasan itu.
Pokdarwis yang dibentuk pada awal 2018 dan dibina oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang itu berupaya keras memastikan terwujudnya saptapesona wisata, yakni aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah-tamah, dan kenangan.
”Perubahan yang sangat mencolok adalah pada perilaku pedagang. Dulu, mereka kasar kepada pengunjung. Jika ada pengunjung yang membawa makanan sendiri, pasti diusir. Sekarang tak terjadi lagi,” tuturnya.
Menurut Yose, membuat pengunjung merasa nyaman di Pasir Jambak menjadi hal utama. Selain tiket masuk, parkir di sana digratiskan sehingga uang yang masuk sepenuhnya dari belanja makan dan minum. Kebersihan kawasan tersebut juga betul-betul dijaga.
Rosni (58) termasuk pedagang yang merasakan dampak geliat pariwisata Pasir Jambak. ”Kalau dulu, hari biasa bisa enggak dapat apa-apa. Akhir pekan juga paling banyak Rp 100.000. Sekarang bisa di atas Rp 300.000 di akhir pekan,” kata Rosni yang berjualan kopi, mi rebus, dan kelapa muda.
Diserahkan ke komunitas
Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang Medi Iswandi, keterbatasan dana dan sumber daya manusia membuat pemerintah kota saat ini fokus pada wilayah yang dinilai lebih memiliki daya tarik, yakni Kawasan Wisata Terpadu yang meliputi Pantai Padang, Kota Tua Padang, Gunung Padang, Pantai Air Manis, dan Marina Batang Arau.
Pengembangan Pasir Jambak belum menjadi prioritas Pemerintah Kota Padang. Meski demikian, pemkot berupaya memberi perhatian agar obyek wisata itu bisa berkembang. Pengelolaannya diserahkan kepada komunitas. Dengan demikian, obyek wisata tersebut bisa berkembang dan perekonomian warga setempat ikut terangkat.