Mereka Menanti Kabar Baik
Enam hari berlalu sejak musibah jatuhnya Lion Air, tujuh dari 189 korban diidentifikasi. Bagi keluarga korban lain, kepastian identifikasi jenazah terus dinantikan. Mereka berharap bisa membangun makam sebagai kenangan bagi anggota keluarga tercinta.
Enam hari berlalu pascamusibah jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP. Satu per satu serpihan pesawat ditemukan, termasuk kotak hitam. Sampai Sabtu (3/11/2018), tujuh dari 189 korban berhasil diidentifikasi.
Keluarga dan kerabat korban yang belum jelas keberadaan jenazahnya terus berharap. Sofa di lobi Hotel Ibis Sentral Cawang menjadi tempat pertemuan mereka yang senasib. Duka yang sama membuka komunikasi di antara mereka.
Jumat (2/10), ekspresi simpati tergambar dari lawan bicara Syaifa Laila (24) yang tengah bercerita tentang rekan kerjanya di Unit Pelayanan Pengendalian Pembangkit PLN, Rizal Gilang.
Gilang (27) hilang bersama istrinya, Wita Sriyani (26), dan anaknya yang berusia sekitar satu tahun, Kyara. Keluarga muda tersebut berasal dan tinggal di Bangka Belitung. Namun, Gilang bertugas di Bengkulu.
Sebelum musibah, Syaifa ke Bengkulu dan berjumpa dengan Gilang dan keluarga. Sabtu malam, Syaifa diajak makan di satu resto di Kapahiyang. Di sana, Gilang mengajak keluarganya, Syaifa, dan lima kawan lain berfoto.
Minggu pagi, keluarga muda tersebut bertolak ke Jakarta untuk berlibur sehari. Di Jakarta, Kyara dibelikan sepatu berwarna merah muda. Sepatu kecil tersebut menjadi satu barang yang ditemukan tim pencari korban Basarnas di lepas pantai Karawang, Jawa Barat.
Rabu (31/10), Kepala Rumah Sakit Polri R Said Sukanto Kombes Musyafak menyampaikan pernyataan tak resmi kepada pers terkait penemuan bagian tubuh yang secara medis diidentifikasi sebagai milik Kyara. Kabar tersebut diketahui keluarga korban yang kini didampingi Syaifa dan beberapa rekan dari perusahaan tempat Gilang bekerja.
Pengumuman identifikasi bayi tersebut harus ditahan karena masih diperlukan pencocokan antara DNA Kyara dengan DNA dari ibu atau ayahnya. Hal yang sama juga diperlukan untuk mengidentifikasi jenazah Gilang, yang tidak lagi memiliki orangtua. Seperti diketahui, kemiripan penanda genetik dalam DNA manusia terbanyak dalam pertalian darah orangtua dan anak.
”Keluarga menginginkan jasad ketiganya ditemukan dan dipulangkan ke Bangka,” kata Syaifa.
Pengharapan yang sama diungkapkan Muhammad Hasyim, mertua korban Muhammad Jufri (39). Kenangan tentang Jufri, yang kerap menengok keluarga istrinya di Jakarta dari Pangkal Pinang di akhir pekan, membekas di benak Hasyim.
Meski berupaya mengikhlaskan kepergian menantunya, ia tetap berharap jenazah Jufri teridentifikasi. ”Apa pun potongan tubuh yang ditemukan, kami akan terima. Kami ingin bisa membangun makam untuknya. Setidaknya ada tanda bahwa dia sudah tiada,” Hasyim berharap.
Sabtu sore, di Posko Antemortem RS Polri, sekumpulan orang terlihat jenuh setelah beberapa hari menunggu tanpa kepastian. Purwadi (46) duduk di depan posko sejak pagi. Ia menunggu pengambilan sampel DNA untuk mengidentifikasi keberadaan Mahheru, adik iparnya yang menjadi salah satu korban kecelakaan Lion Air.
Hari itu untuk keempat kalinya Purwadi mendatangi Posko Antemortem. Sejak pengumpulan berkas, Selasa (30/10), ia terus menanyakan kabar terbaru dari pencarian adik iparnya.
”Saya sudah bolak-balik beberapa kali, tapi belum ada kabar juga. Hari ini akhirnya dipanggil, tapi ternyata untuk ambil sampel DNA ulang,” ujarnya.
Hal serupa dialami Andre Wijaya (47) yang datang dari Pangkal Pinang untuk mengetahui keberadaan Fendy Kristianto, adik iparnya yang anggota TNI. Rabu (31/10), ia menanyakan kabar terbaru mengenai jenazah adiknya, tetapi ia kecewa karena belum ada kabar.
Yanu (36) juga menunggu kejelasan jenazah adik iparnya, Ibnu Hantoro. Setelah disibukkan dengan pengumpulan berkas antemortem pada tiga hari pertama, ia berharap segera mendapat kabar agar kesedihan istrinya tidak berlarut-larut.
Kepala Bidang Disaster Victim Identification (DVI) RS Polri Komisaris Besar Lisda Cancer, Sabtu, meminta maaf kepada anggota keluarga yang menunggu lama proses identifikasi. Kegiatan tersebut tidak dapat berjalan maksimal karena kondisi jenazah secara umum terdiri dari bagian-bagian tubuh yang tidak utuh. ”Saat ini pemeriksaan melalui sampel DNA sedang dilaksanakan dan hasilnya masih harus menunggu,” kata Lisda.
Di Hotel Ibis, Koordinator Psikolog Pendamping Ajun Komisaris Besar Sajarwo Saputro memprioritaskan pemulihan kondisi psikologis keluarga melalui pendampingan.
Ada 23 psikolog dikerahkan untuk pemulihan trauma anggota keluarga. Beberapa dari mereka datang dari jauh ke Jakarta dan memutuskan untuk menunggu hingga mendapat kejelasan kabar dari korban.
”Saya coba tunggu di Jakarta beberapa hari lagi, siapa tahu ada perkembangan,” kata Andre, salah satu keluarga korban.
Doa bersama
Di Pangkal Pinang, mata Silvia Larasati (16), anak anggota DPRD Provinsi Bangka Belitung, Dolar Rusadi, berkaca-kaca saat mengikuti acara doa bersama di rumahnya di Kecamatan Selindung, Kota Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu. Bersama kedua saudaranya dan anggota keluarga terdekat, Silvia memanjatkan doa, sembari berharap jenazah ayahnya segera kembali.
Rekan ayah Silvia yang hadir duduk bersila sambil memanjatkan doa. Doa tahlil dipimpin oleh Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri yang mengunjungi rumah Dolar.
Anggota keluarga yang lain tampak menangis tersedu ketika doa dilantunkan. Seusai doa, Hanif menyalami satu per satu anggota keluarga dari kader Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Kepada Silvia, Hanif berpesan agar rajin belajar untuk meneruskan perjuangan ayahnya. ”Belajar yang rajin biar jadi dokter,” ucap Hanif. Silvia bercita-cita menjadi dokter. Ia juga ingin memberangkatkan haji kedua orangtuanya. Namun, niatnya pupus karena ayahnya menjadi salah satu korban jatuhnya pesawat Lion Air.
Sementara itu, di kediaman korban lain, Eryanto, di Kelurahan Sinar Bulan, Kecamatan Bukit Intan, Khansa Arydinta (13) tampak tegar menenangkan neneknya, Marinati (68), yang terus menangis. Tangannya memijat pundak untuk menenangkan neneknya. Saudaranya, M Riandri Zahran Rozak (10) dan Kaira Azra Atika (8), duduk di sebelahnya tampak tegar.
Kekuatan itu Khansa dapatkan dari ayahnya yang berpesan agar Khansa tidak berselisih dan menjaga adik-adiknya. ”Itu pesan ayah sebelum berangkat ke Jakarta,” tuturnya. Eryanto ke Jakarta untuk mengikuti kontes burung berkicau memperebutkan piala presiden.
Kabar kepergian ayahnya ia ketahui ketika berada di sekolah. Perasaannya terguncang. Namun saat ini, ia mulai tegar. Seperti Silvia, Khansa berharap agar jenazah ayahnya bisa kembali.
Hingga Sabtu, belum ada satu pun korban asal Bangka Belitung yang teridentifikasi. ”Kami masih menunggu keputusan dari DVI Mabes Polri,” kata Kepala Kantor SAR Pangkal Pinang Danang Priyandoko.
PT Jasa Raharja Provinsi Bangka Belitung menyatakan, ada 56 ahli waris korban penerbangan Lion Air PK-LQP yang tinggal di Bangka Belitung. Kepala Unit Keuangan dan Akuntansi PT Jasa Raharja Bangka Belitung Immanuel Manurung mengatakan, verifikasi data terus dilakukan untuk memastikan semua ahli waris mendapatkan haknya.
(RHAMA PURNA JATI/E02/E19)