PALU, KOMPAS - Sebulan pascabencana, Palu dan sekitarnya berangsur normal. Warga mulai keluar dari pengungsian. Masih ada 180.000 orang di pengungsian.
Sebulan lebih pascagempa, tsunami, dan likuefaksi yang melanda Palu, Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah, kehidupan warga berangsur normal. Banyak warga sudah kembali ke rumah, tetapi yang masih mengungsi 180.000 orang dari semula 206.000 orang.
Jumlah yang masih mengungsi itu termasuk yang tinggal di hunian sementara (huntara). Hal itu dikatakan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulteng Bartholomeus Tandigala di Palu, Sabtu (3/11/2018). ”Berangsur-angsur warga yang rumahnya tidak rusak parah keluar dari pengungsian, kembali ke rumahnya,” ujarnya.
Namun, Bartholomeus belum bisa merinci jumlah pengungsi yang tinggal di huntara dan yang masih di tenda-tenda darurat. Pendataan pengungsi di huntara dilakukan oleh BPBD kabupaten/kota.
Berdasarkan pantauan, sejumlah pusat pengungsian masih berdiri, antara lain di halaman Masjid Agung Palu dan depan kantor BMKG Stasiun Geofisika. Tenda-tenda darurat masih padat. Fasilitas seperti posko kesehatan dan tangki air bersih masih tersedia.
Di sejumlah ruas jalan tampak sejumlah warga meninggalkan pengungsian. Mereka mengangkut pakaian dan alat rumah tangga dengan motor atau mobil bak terbuka.
”Gempa sudah tidak sebanyak dan sebesar bulan lalu. Hari ini kami pindah ke rumah. Rumah hanya rusak ringan,” ujar Darmin, warga Palu.
Bartholomeus mengatakan, kendati masa tanggap darurat berakhir, bantuan bagi pengungsi tetap disalurkan. Namun, bantuan yang diterima tidak sebanyak masa tanggap darurat.
”Kami tetap mendistribusikan makanan dan minuman serta segala kebutuhan para pengungsi,” katanya.
Bartholomeus optimistis logistik bagi pengungsi cukup hingga 2-3 bulan mendatang.
”Warga tentu tidak mau hanya mengandalkan bantuan untuk bertahan hidup. Dengan berangsur pulihnya kehidupan dan perekonomian, warga mulai mengusahakan kebutuhan mereka secara mandiri,” ucapnya.
Gempa di Poso
Sabtu pukul 05.33 Wita, gempa kembali mengguncang Sulteng. Gempa bermagnitudo 5,0 itu berpusat di Kabupaten Poso, 33 km arah barat laut ibu kota Poso. Gempa di kedalaman 10 km itu, menurut rilis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), tidak berpotensi tsunami.
Terkait gempa, Bartholomeus mengatakan, belum menerima adanya laporan korban jiwa. BPBD Sulteng juga belum mendapat laporan kerusakan bangunan akibat gempa tersebut.
Secara terpisah, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan, gempa merupakan jenis gempa dangkal akibat aktivitas sesar Sausu. Mekanisme pergerakan gempa ini jenis sesar turun (normal fault).
”Jikadi Palu gempa akibat sesar Palu-Koro, gempa di Poso akibat sesar Sausu,” paparnya.
Meski bukan dari sesar yang sama, ada kemungkinan pergerakan sesar Sausu dipicu aktivitas sesar Palu-Koro. Menurut Daryono, gempa besar akibat aktivitas sesar Palu-Koro bisa menimbulkan tegangan batuan yang memengaruhi sesar lain di sekitarnya, termasuk sesar Sausu.
Namun, ada kemungkinan, gempa itu murni akibat aktivitas sesar Sausu dan tidak dipengaruhi oleh sesar lain. (GER)