JAKARTA, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal Polri menelusuri dugaan pelaku penyebar kabar bohong atau hoaks tentang penculikan dibayar oleh pihak lain. Penelusuran dilakukan melalui penyidikan terhadap tersangka, pengumpulan barang bukti, dan penggalian keterangan dari saksi lain.
”Penyidik Bareskrim Polri masih menyelidiki apakah ada kemungkinan para tersangka ini adalah orang yang sengaja dibayar untuk menyebarkan berita yang meresahkan masyarakat itu,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo, Sabtu (3/11/2018), kepada Kompas.
Penelusuran ini dilakukan setelah polisi menangkap enam tersangka penyebar hoaks penculikan yang meresahkan warga. Penangkapan terhadap tersangka dilakukan di lokasi berbeda sejak Rabu (31/10/2018) hingga Jumat (2/11/2018). Tersangka itu terdiri dari Da (41), EW (31), RA (33), JHS (31), Nu (23), dan seorang perempuan DNL (20). Mereka menyebarkan berita bohong tentang penculikan itu di media sosial seperti Facebook dan grup percakapan Whatsapp (WA).
Atas perbuatanya, tersangka terancam hukuman pidana maksimal 2 tahun 8 bulan penjara. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Para pelaku mengaku, motif mereka menyebarkan pesan yang belum jelas kebenarannya itu adalah karena iseng. Selain itu, mereka juga berniat menyebarkan pesan kepada kenalan supaya lebih berhati-hati terhadap isu penculikan. ”Ada kemungkinan tersangka akan bertambah kembali karena tim terus bekerja untuk memitigasi penyebar hoaks,” kata Dedi.
Salah satu tersangka Nu ditangkap di Kota Sukabumi, Jawa Barat, Jumat. Nu terbukti telah mengunggah status berbunyi ”Hati-hati jagain anak tengah malam maupun pagi. Semalem penculik udah nyampe Kp Cibuntu, Terminal Sukaraja” di akun Facebook ZHA VSB.
Sementara RA ditangkap di Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, pada hari yang sama. RA juga mengunggah status di akun Facebooknya yang dianggap meresahkan masyarakat. Status yang diunggah itu berbunyi ”Berita siang ini, kejadian di Jalan Juanda Ciputat, Kedaung, terlihat seorang anak kecil sedang ditodongkan senjata tajam ke bagian leher karena tersangka penculikan sudah terkepung warga dan pihak kepolisian. Waspada untuk teman yang punya anak kecil karena sedang marak korban penculikan”.
Kepolisian bertindak tegas kepada para pelaku untuk memberikan efek jera. Sebab, berita bohong yang mereka produksi telah menimbulkan kepanikan dan meresahkan masyarakat. Selain itu, kepolisian juga melakukan tindakan preventif dengan melakukan literasi digital agar masyarakat tidak ikut latah menyebarkan hoaks. Kepolisian juga melakukan koordinasi dan bersurat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk memblokir akun yang terbukti menyebarkan hoaks.
Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, pihaknya mengapresiasi kinerja kepolisian yang telah cepat menangkap tersangka penyebaran hoaks penculikan. Pengaduan terkait berita penculikan ini pun sudah banyak masuk ke KPAI. Bahkan, menurut Susanto, hoaks yang viral di media sosial itu juga membuat beberapa orangtua rela membayar orang untuk menunggui anaknya di sekolah. Itu dilakukan karena orangtuanya yang bekerja ketakutan dan khawatir atas keselamatan anaknya.
”Ini merupakan upaya yang bagus dari kepolisian untuk menenangkan masyarakat dan mengklarifikasi berita-berita bohong yang beredar beberapa pekan terakhir,” kata Susanto.
Hasanah (30), warga Ciledug, Tangerang, Banten, yang memiliki tiga anak usia anak balita juga merasa tenang setelah ada berita klarifikasi dari kepolisian. Selama ini, Hasanah lebih membatasi aktivitas anaknya di luar rumah karena khawatir dengan isu penculikan. Hasanah termakan isu tersebut karena kerap mendapatkan pesan berantai dari grup WA. Awalnya dia tidak memercayai berita itu. Namun, karena sering disebarkan dengan foto-foto, video, dan keterangan yang meyakinkan, ia pun panik dan termakan isu tersebut.
”Sejak ada berita penculikan itu, saya lebih membatasi aktivitas anak di luar rumah. Maklum anak saya tiga dan masih balita semua, susah mengawasi saat mereka bermain,” kata Hasanah.