Pengumpulan sampah rumah tangga oleh RW melalui sistem iuran sudah menjadi hal yang lazim dijumpai di Kota Depok, Jawa Barat. Melalui pertemuan-pertemuan warga, hal itu biasa disepakati. Meski begitu, beberapa perilaku membuang sampah rumah tangga di sepanjang trotoar masih kerap dijumpai.
Setidaknya ada lebih dari 10 titik trotoar di Jalan Margonda Raya, Pondok Cina, Depok, yang dipenuhi tumpukan sampah rumah tangga pada Kamis (1/11/2018) pukul 05.30. Kondisi jalan pagi itu lengang dan minim pengawasan dari warga sekitar. Cukup rentan dimanfaatkan sejumlah oknum yang membuang sampah di sepanjang jalan kota peraih Adipura 2017 itu.
Banyak pertokoan yang berdiri di sepanjang Jalan Margonda Raya. Karyawan toko biasa membuang sampah berkantong plastik hitam di trotoar depan ruko agar mudah diangkut truk kebersihan milik Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok. Dari situ ada sejumlah oknum yang ikut membuang sampah di sekitar sampah milik ruko.
”Orang-orang itu sengaja membuang sampah disini karena tahu kami mau ambil sampah milik ruko. Ya, kami hanya menjalankan tugas saja,” kata Hermansyah, salah seorang petugas kebersihan.
Petugas kebersihan baru mengambil sampah-sampah itu sekitar pukul 09.30. Lalu lintas di jalan itu pun sudah mulai padat sejak pukul 07.00. Mengingat jalan utama itu menghubungkan antara Depok dan Jakarta. Bau menyengat di sepanjang jalan pun tak tertahankan.
Pihak Kelurahan Pondok Cina mengaku baru mengetahui hal itu saat Kompas mempertanyakannya ke kantor kelurahan. Mereka juga menampik itu adalah perilaku warganya sebab selama ini sudah ada kendaraan kebersihan yang mengambil sampah di setiap RW.
Perilaku serupa sering juga ditemui di sepanjang Jalan Raya Citayam, Depok. Ariani, petugas kebersihan yang setiap pagi bertugas menyapu area itu, mengaku sering mendapat titipan sampah dari warga yang hendak berangkat bekerja. Ia pun sering dikesalkan dengan munculnya tumpukan sampah di area yang sudah ia bersihkan sebelumnya.
“Kita sudah sapu bersih-bersih, mereka buang sampah lagi,” ujarnya.
Rukun warga
Warga di Kelurahan Cipayung, Depok, terbiasa menaruh sampah-sampah di depan pagar rumah mereka. Setiap pagi, dua petugas kebersihan mengambil sampah-sampah itu dan diangkut ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Cipayung. Mereka dibebankan biaya kebersihan senilai Rp 20.000 per bulan. Itu menjadi kesepakatan bersama dalam rukun warga.
Namun, ada saja warga-warga baru yang bermukim di wilayah tersebut. Perumahan-perumahan tersebut terletak di dalam perkampungan. Warga menganggap mereka cenderung kesulitan bersosialisasi dengan warga kampung, terlebih ikut dalam pertemuan rutin.
Hal itu pun berdampak pada pengelolaan sampah. Ada warga baru yang tidak tahu mengenai kesepakatan pengelolaan sampah dengan sistem di atas. Di lain sisi, masih ada juga warga yang keberatan membayar Rp 20.000 per bulan untuk biaya kebersihan.
”Saya pernah diajak salah satu warga baru sambil membawa tas plastik. Saya ikut saja, ternyata dia buang sampah ke Pondok Cina sana. Saya mau tegur tetapi tidak enak,” kata Sunarto, salah satu warga Cipayung.
Di Kelurahan Tugu, Depok, warga penghuni perumahan tak keberatan membayar biaya kebersihan langsung kepada petugas kebersihan tanpa diakomodasi oleh RW. Warga membayar Rp 30.000 per bulannya.
Namun, pembuangan sampah liar masih ditemui mereka di semak-semak dekat area perumahan. Akibatnya, lalat sering masuk hingga rumah mereka. Aliyatarrafiah, salah seorang penghuni perumahan, sering melihat warga sekitar membuang sampah di kebun tersebut.
”Biasanya orang-orang yang mengontrak itu yang buang. Mereka enggak mau bayar biaya kebersihan, padahal murah,” ujarnya.
Setidaknya ada 26 kasus penangkapan terhadap pelaku pembuang sampah liar di Kota Depok. Semuanya sudah melalui proses pengadilan. Rata-rata para pelaku dijatuhi denda Rp 100.000.
”Kebanyakan yang ditangkap warga Bogor. Mereka sekalian berangkat kerja ke Jakarta. Mereka buang saat subuh biasanya,” kata Iyay Gumelar, Kepala Bidang Kebersihan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok. (FAJAR RAMADHAN)