Pameran Dirgantara China yang menjadi ajang pertunjukan kekuatan negeri itu dibayangi perang dagang China-Amerika Serikat, perlambatan ekonomi, dan tuduhan spionase oleh Washington.
SHANGHAI, MINGGU China akan memamerkan kekuatan industri dirgantara berikut persenjataannya melalui sebuah pameran besar pada 6-11 November. Meski demikian, perhelatan ini dibayangi tuduhan perang dagang dengan Amerika Serikat dan tuduhan spionase.
Pameran dirgantara dua tahunan di Zhuhai itu selama ini dianggap sebagai ajang bagi China untuk memamerkan kehebatan pembangunan militernya di hadapan eksekutif industri penerbangan asing, diplomat, dan calon pembeli senjata dari sekitar 40 negara.
Namun, sejumlah pengamat menilai tahun ini tak akan ada pembelian dalam skala besar karena perang dagang yang sedang terjadi antara AS dan China serta melambatnya pertumbuhan ekonomi China.
”Kami tidak mengharapkan kehadiran pengunjung dalam jumlah banyak tahun ini. Pertumbuhan ekonomi China sedang melambat sehingga perusahaan yang biasanya mengirimkan 10 orang, kini hanya 5 orang,” ujar ahli penerbangan China Li Xiaojin.
Pameran tetap akan dipenuhi dengan aneka ragam pesawat, seperti Airbus SA dan Embraer, tetapi simbol kehebatan penerbangan China, COMAC 919 (Commercial Aircraft Corp of China), tidak akan memamerkan pesawat-pesawat terbarunya karena masih dalam tahap uji coba. COMAC hanya akan memamerkan model-model pesawat melalui gerainya.
”Kami tidak dapat memamerkan C919 karena dua pesawat kami masih menjalani uji coba di tempat lain. Pesawat jet ketiga C919 baru akan diselesaikan pada akhir tahun ini,” ujar Yang Yang, wakil direktur penjualan.
Namun, Angkatan Udara China tetap akan mempertunjukkan keunggulan pesawat-pesawat tempur siluman Chengdu J-20 dalam demonstrasi udara. ”Hal ini menunjukkan bahwa militer China semakin percaya diri akan kualitas J-20,” tutur Kelvin Wong, ahli teknologi. China juga akan memamerkan pesawat FTC-2000 yang saat ini sudah diekspor.
Mata-mata
Beberapa waktu lalu, Washington mengajukan tuduhan bahwa intelijen China berupaya mencuri data mesin turbofan yang dikembangkan oleh AS dan Perancis untuk penerbangan komersial (Safran General Electric LEAP).
Pada akhir Oktober, penyidik federal AS mengumumkan tuduhan terhadap dua pejabat intelijen China yang bekerja di kementerian keamanan negara itu dan terhadap enam peretas yang menyebar malware untuk mengganggu perusahaan mesin turbo AS.
”Hal ini merupakan contoh lain upaya kriminal yang dilakukan (kementerian keamanan) untuk memfasilitasi pencurian data privat guna kepentingan komersial China. Mereka memilih mencuri daripada membeli,” kata Jaksa AS Adam Braveman dalam pernyataan tertulis.
Presiden AS Donald Trump, akhir pekan lalu, menyatakan akan membuat kesepakatan dagang dengan China untuk menyelesaikan perbedaan di antara kedua negara. Namun, dia mengingatkan tentang kemungkinan untuk tetap menerapkan tarif terhadap barang-barang China. (AP/REUTERS)