Kerusakan Indikator Kecepatan Udara Masih Didalami
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komite Nasional Keselamatan Transportasi bersama Boeing dan Badan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat (National Transportation Safety Board) menemukan kerusakan pada indikator kecepatan udara atau air speed indicator. Kerusakan ditemukan di empat penerbangan terakhir pesawat Lion Air PK-LQP jenis Boeing 737 Max 8.
”Kami sedang mengevaluasi bersama. Dari 19 penerbangan yang terekam dalam flight data recorder, ditemukan kerusakan pada indikator kecepatan udara atau air speed indicator pada empat penerbangan terakhir secara berurut,” kata Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono, di Jakarta, Senin (5/11/2018).
Dalam evaluasi yang dilakukan, KNKT meminta kepada Boeing dan NTSB untuk mencegah kecelakaan serupa terulang, khususnya pada jenis pesawat Boeing 737 Max 8. ”Sebab, ada lebih dari 200 pesawat sejenis yang terbang di seluruh dunia,” ujar Soerjanto.
Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan Nurcahyo Utomo mengatakan, penanganan pada kerusakan beruntun atau dikenal repetitive problem harus dilakukan secara khusus. Hal itu tak bisa disamakan dengan penanganan rusak biasa.
”Kalau semua sudah sesuai dan ketika terbang rusak lagi, itu namanya repetitive problem. Apakah tindakan dari teknisi ini tepat atau tidak. Apakah komponennya ada yang dilepas atau tidak. Jika ada, akan kami teliti lebih mendalam,” tutur Nurcahyo.
Ia menyatakan, kerusakan indikator kecepatan udara pada pesawat Lion Air PK-LQP merupakan anomali. Tak ada pesawat lain selama ini yang mengalami kerusakan tersebut.
”Sementara ini, belum ditemukan adanya kerusakan lain. Kami fokus dan terus meneliti, kerusakan ini akibat apa. Kami menyebut kerusakan indikator kecepatan udara sebagai malafungsi,” ujar Nurcahyo.
Lebih lanjut, ia menyebutkan, kerusakan pada indikator kecepatan udara bisa terjadi pada penunjuk yang dilihat pilot, kabel, komputer, atau sensor dalam komputernya rusak. Misalnya, ditemukan sensornya bagus, mungkin kabel yang bermasalah.
Kerusakan indikator kecepatan udara pada pesawat Lion Air PK-LQP merupakan anomali. Tak ada pesawat lain selama ini yang mengalami kerusakan tersebut.
Berdasarkan data dari perekam data penerbangan (flight data recorder/FDR), Soerjanto memastikan, memang ada masalah teknis dalam penerbangan rute Denpasar ke Jakarta. ”Dalam FDR, benar bahwa yang dimaksud masalah teknis adalah kerusakan pada indikator kecepatan udara,” ucapnya.
Soerjanto menyampaikan, sebelum pesawat dinyatakan laik terbang, pilot akan menulis ada kerusakan apa. Lalu, teknisi memperbaiki dan menuliskan apa yang sudah dilakukan. Jika perbaikan sudah sesuai standar buku petunjuk pengoperasian pesawat yang dikeluarkan Boeing, pesawat dapat dinyatakan laik terbang.
”Kami belum tahu masalahnya ada di mana. Kalau di sensor kecepatan, sensor ini dipakai untuk instrumen lain. Akibatnya, penunjuk di instrumen lain menjadi tidak akurat. Ini salah satu yang menyulitkan pilot melihat, ’sebenarnya bagaimana kondisi pesawat saya’,” tutur Nurcahyo.
Saat ini, KNKT mengumpulkan data perbaikan yang dilakukan selama terjadi kerusakan. Pihaknya akan mempelajari secara mendetail, baik dari wawancara penerbang sebelumnya maupun data perbaikan yang telah dilakukan teknisi dari maskapai tersebut.
”Interview dengan pilot yang menerbangkan dari Denpasar ke Jakarta sudah dilakukan. Rencananya, dalam minggu ini akan ada interview pilot yang menerbangkan dari Manado ke Denpasar,” papar Nurcahyo.
Dalam proses investigasi, KNKT bersama pihak Boeing dan General Electric (GE) sedang memeriksa bagian pesawat yang sudah diangkat dan diserahkan. Soerjanto menyebutkan, identifikasi posisi bagian pesawat dilakukan di Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran.
Perlu strategi menemukan CVR
Soerjanto menyatakan, pencarian perekam suara kokpit (cockpit voice recorder/CVR) tetap dilakukan semaksimal mungkin. Dalam kasus ini, CVR penting untuk mengungkap secara tepat dan pasti.
”Ketemu satu, bukan berarti cukup. Kalau bisa keduanya, agar saling mendukung. Apabila memang tidak ketemu, mau tidak mau, kami akan memaksimalkan data yang ada,” kata Soerjanto.
Proses pencarian CVR belum dapat dipastikan sampai kapan. Meski hari ini Kapal Riset Baruna Jaya 1 yang mencari CVR bersandar di Pelabuhan Muara Baru, pencarian tetap dilakukan.
Nurcahyo mengatakan, pencarian hari ini dilakukan dengan menitipkan dua ping locater kepada Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) serta Komando Pasukan Katak (Kopaska). Lokasi CVR sebenarnya sudah terdeteksi, tetapi sinyal yang lemah menyulitkan pencarian.
”Lokasinya tidak jauh dari kapal Victory. Hanya saja, waktu malam mendeteksi itu sudah gelap, akhirnya lokasi ditandai. Besok paginya, lokasi yang ditandai hilang. Akhirnya cari lagi dan ditemukan di belakang kapal Victory,” papar Nurcahyo.
Lebih lanjut, ia mengatakan kapalnya yang berpindah. Maka, penyusunan strategi menjadi penting. ”Lokasinya sudah terdeteksi, sekarang bagaimana membuat strategi supaya penanda tidak berpindah lagi atau hilang,” ujarnya.
Soerjanto menyebutkan, saat ini tim dari Amerika Serikat, Singapura, dan Australia berdiskusi mengenai strategi dan metode apa yang akan digunakan untuk mencari CVR. Dalam hal ini, KNKT mendengar pengalaman Australia yang pernah mencari pesawat Malaysia Airlines MH 370. (SHARON PATRICIA)