JAKARTA, KOMPAS – Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta mengenai pengelolaan sampah sudah tegas mengatur untuk mengurangi dan memilah sampah. Namun pelaksanaan masih lemah. Kesadaran warga untuk mengurangi sampah dari sumbernya menjadi faktor penting untuk menyelamatkan Jakarta dari ancaman krisis tempat pembuangan sampah.
Sampah DKI Jakarta masih bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Tahun ini, volume harian sampah DKI Jakarta yang dibuang ke tempat pembuangan sampah terakhir (TPST) Bantargebang sekitar 7.000-7.500 ton per hari. Sekitar 14 persen di antaranya, atau 1.000 ton per hari merupakan sampah plastik. Volume kantong plastik harian yang dihasilkan Jakarta setiap hari sekitar 9 persen atau 630 ton.
“Semua saling terkait, kalau warga bisa mengurangi sampah plastik, kita bisa memperpanjang usia pembuangan sampah ke Bantargebang,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji di Jakarta, Senin (5/11/2018).
Isnawa mengatakan, Kapasitas TPST Bantargebang 49 juta meter kubik, saat ini akumulasi sampah di sana sudah 39 juta meter kubik. Dengan perhitungan volume sampah harian 7.000-7.500 ton per hari, pembuangan ke TPST Bantargebang hanya bisa sampai tahun 2021. Sementara pembangunan instalasi pengolahan sampah dengan incinerator (ITF) membutuhkan waktu 2-3 tahun.
Dengan sifatnya yang sulit terurai, bisa dibayangkan gunung plastik yang dihasilkan Jakarta di TPST Bantargebang mencapai lebih dari seperempat juta ton per tahun. Plastik konvensional butuh waktu 500 tahun untuk terurai, sedangkan plastik degradable (bisa terurai) masih membutuhkan sekitar 2-4 tahun untuk terurai.
Menurut Isnawa, pengurangan sampah DKI Jakarta sebenarnya ditargetkan sekitar 18 persen per hari sesuai rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). “Kalau warga bisa mengurangi sampah plastiknya saja, akan sangat membantu untuk memperpanjang usia TPST Bantargebang sementara pembangunan ITF-ITF berlangsung,” kata dia.
Dengan sedikit mengubah gaya hidup saja, masing-masing warga bisa mengurangi penggunaan sampah plastik. Seperti pengunaan tas belanja yang bisa dipakai ulang hingga membawa wadah minuman isi ulang sendiri sehingga mengurangi pengunaan minuman kemasan plastic.
Hal ini juga sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Bahkan di Pasal 21 Perda itu sudah tegas diamanatkan pengelola toko modern, pusat perbelanjaan hingga pasar wajib menggunakan kantong belanja ramah lingkungan. Ancaman sanksi pun cukup tinggi, yaitu uang paksa Rp 5 juta hingga Rp 25 juta bagi pemilik usaha yang tak menyediakan.
Namun di lapangan, penggunaan kantong plastik masih tak terkendali. Di pasar tradisional, misalnya, sekali belanja bisa menghasilkan 5-10 kantong plastik.
Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Rahmawati mengatakan, belum efektifnya Perda itu salah satunya belum eksplisitnya aturan pengurangan sampah plastik. Selain itu juga sosialisasi dan gaung dari peraturan soal sampah yang secara umum belum mencapai seluruh warga. “Kami pernah survei ke 400 pengunjung di Hari Bebas Kendaraan Bermotor, ternyata belum sampai 50 persen warga tahu ada aturan setiap warga wajib mengurangi sampah dari rumah,” katanya.
Guna menegaskan kembali pengurangan sampah plastik, pihaknya tengah menggagas peraturan gubernur untuk mengurangi penggunaan kantong plastik tersebut. Aturan itu juga akan mengatur lebih detil mengenai pengurangan sampah plastik. Setelah peraturan gubernur itu terbit, diharapkan pengurangan sampah dapat berlangsung lebih efektif.
Ketua Indonesia Solid Waste Association Sri Bebassari mengatakan, Undang-undang pengelolaan sampah dan aturan turunannya sebenarnya sudah tegas dan rinci. Namun, sosialisasi yang masih kurang. Sosialisasi ini perlu dilakukan secara luas dengan melibatkan ahli komunikasi. Termasuk juga guru maupun rumah ibadah.
Menurut Sri, teknologi plastik mempunyai manfaat besar. Namun, penggunaan dan pembuangannya yang masih kerap salah dilakukan. “Sebenarnya yang terpenting soal sampah adalah menanamkan pemahaman bahwa setiap orang bertanggungjawab atas sampahnya masing-masing,” katanya.