Eropa Abaikan Sanksi AS
Negara-negara Eropa mengabaikan sanksi baru yang dikenakan Amerika Serikat pada Iran. Eropa akan terus bekerja sama dengan Iran demi kepentingan ekonomi masing-masing.
BERLIN, SENIN Negara-negara Eropa memastikan akan meneruskan kerja sama dengan Iran. Sanksi baru Amerika Serikat terhadap Iran tidak akan menghentikan kerja sama itu.
Jerman meyakini para pengusahanya punya dasar hukum kuat untuk meneruskan kerja sama dengan Iran. ”Kami sedang memeriksa cara melindungi bisnis kami di sana,” kata juru bicara Pemerintah Jerman, Steffen Seibert, Senin (5/11/2018), di Berlin.
Bersama Inggris, Perancis, China, Rusia, dan AS, Jerman menyetujui kesepakatan nuklir dengan Iran (JCPOA) pada 2015. Dengan kesepakatan ini, sanksi ekonomi terhadap Iran dikurangi bertahap. Sebagai imbalannya, Iran bersedia menghentikan program pengayaan uranium yang memungkinkannya untuk dikembangkan sebagai senjata.
Belakangan, AS mundur dari kesepakatan itu. Bahkan, AS memberlakukan sanksi baru mulai 4 November 2018. Sanksi itu dikenakan pada sektor perminyakan, perkapalan, hingga keuangan. Total ada 300 jenis sanksi baru. Lewat regulasi yang dibuatnya, AS melarang transaksi sejumlah lembaga Iran dengan pihak-pihak dari sejumlah negara lain. Pihak yang tetap bertransaksi dikenai sanksi oleh AS.
Sejumlah sekutu AS dan pihak penandatangan JCPOA menolak mematuhi sanksi itu. Dalam pernyataan lewat juru bicara pemerintahan, Inggris memastikan tidak akan mengikuti sanksi AS.
”Kami menyesalkan pemberlakuan kembali sanksi oleh AS. Kami meyakini kesepakatan nuklir Iran membuat dunia lebih aman dan posisi kami sama selama Iran memenuhi kewajiban sesuai kesepakatan untuk membatasi aktivitas nuklirnya. Kami akan terus mengembangkan hubungan dagang dengan Iran dan mendorong pengusaha Inggris memanfaatkan peluang komersial yang terus meningkat,” demikian disampaikan seorang juru bicara pemerintahan Inggris.
Adapun Swiss menyatakan akan bertemu AS dan Iran untuk membahas dampak sanksi bagi program kemanusiaan serta ekonomi Swiss. Selama ini, Swiss mewakili kepentingan diplomatik AS di Iran, mengingat Washington tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Teheran.
”Swiss berkomitmen untuk mengamankan kepentingan ekonominya dan memantau cermat perkembangan situasi. Pemerintah sedang berkomunikasi dengan pihak berkompeten di AS, Uni Eropa, dan Iran, khususnya dalam program kemanusiaan. Pemerintah federal ingin memastikan pangan dan farmasi bisa terus dipasok dari Swiss,” demikian pernyataan tertulis Kementerian Ekonomi Swiss.
Perusahaan Swiss beroperasi di Iran antara lain pada bisnis air dalam kemasan, susu formula, dan makanan cepat saji. Nilai ekspor Swiss ke Iran pada 2017 mencapai 534 juta dollar AS, sedangkan impor dari Iran hanya 85 juta dollar AS.
Pengecualian
Korea Selatan yang mendapat perkecualian dipastikan tetap bisa mengimpor kondensat, minyak mentah amat cair, dari Iran. Kondesat amat penting bagi industri petrokimia Korsel.
Adapun Jepang masih membahas pengecualian itu dengan AS. Langkah serupa sedang diupayakan China.
Turki juga masih menunggu pengecualian itu. Turki meyakini akan mendapat pengecualian dari AS.
Rangkaian penolakan dan upaya mendapat pengecualian meningkatkan kepercayaan diri Iran. ”Sekarang Iran bisa menjual minyak dan akan menjual minyak,” kata Presiden Iran Hassan Rouhani.
Ia mengaku perwakilan sejumlah negara mendekatinya selama Sidang Majelis Umum PBB di New York, September 2018, dan membahas soal keberatan atas sanksi itu. Meski tidak disebut, sejumlah pihak menduga Rouhani didatangi, antara lain, oleh perwakilan Rusia serta China.
Rouhani meyakinkan warga Iran bahwa sanksi bisa diatasi. ”Kita sedang berperang. Kita sedang dalam perang ekonomi. Kita akan melawan musuh perundung. Kita akan menang,” ujarnya.
Ia membandingkan situasi sekarang dengan perang Iran-Irak pada masa Saddam Hussein memerintah Irak. ”Kemarin, Saddam di hadapan kita. Sekarang, Trump berhadapan dengan kita. Tidak ada perbedaan, kita akan melawan dan menang,” ujarnyadalam pidato yang disiarkan televisi Iran.
Meski Rouhani dan sejumlah pejabat Iran berusaha meyakinkan kondisi berat bisa dilewati, sanksi baru sudah berbulan-bulan berdampak. Nilai tukar riyal Iran berbulan-bulan merosot dan kini mencapai 150.000 riyal per 1 dollar AS. Tahun lalu, nilainya rata-rata 40.000 riyal per 1 dollar AS.
Harga aneka barang dan kebutuhan melonjak. Kondisi ekonomi yang buruk memicu kekacauan dan unjuk rasa di berbagai penjuru Iran. Pemerintah menangkap hampir 5.000 orang di tengah kekacauan dan unjuk rasa itu. Rangkaian unjuk rasa dan kerusuhan itu juga menewaskan 25 orang.
(AFP/REUTERS/RAZ)