Pedagangan obat dalam jaringan berpotensi merugikan konsumen lantaran pengawasan yang terbatas. Konsumen berpeluang mendapat obat palsu atau ilegal.
Oleh
Agnes Rita Sulistyawaty
·2 menit baca
Pedagangan obat dalam jaringan berpotensi merugikan konsumen lantaran pengawasan yang terbatas. Konsumen berpeluang mendapat obat palsu atau ilegal.
JAKARTA, KOMPAS - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap kasus penjualan obat-obatan ilegal melalui laman daring. Dari penelusuran rekening pelaku, praktik ini diduga berlangsung tiga tahun.
Kepala BPOM Penny K Lukito, Senin (5/11/2018), mengatakan, penyidik menemukan 552.177 butir obat ilegal berupa obat disfungsi ereksi, suplemen pelangsing, dan obat tradisional penambah stamina pria. Ada pula produk kecantikan seperti krim wajah. Nilai keseluruhan barang sitaan mencapai Rp 17,4 miliar.
Barang didapatkan di dua rumah yang dijadikan gudang penyimpanan di Jalan Hud, Kelurahan Sukabumi Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Rabu (31/10/2018).
"Selain tidak aja izin dari BPOM, ada kemungkinan obat yang dijual oleh pelaku adalah obat palsu. Kami sedang mendalami kandungan asli dari semua obat," kata Penny.
BPOM menangkap seorang pelaku berinisial M, warga Demak, Jawa Tengah. M mengaku baru beroperasi selama setahun. Namun, pihak BPOM menemukan bukti transaksi dari tahun 2015 pada buku tabungan yang disita. Mereka juga tengah menyelidiki kemungkinan M sebagai anggota jaringan pengedar yang lebih besar.
Direktur Penyidikan BPOM Teguh mengatakan nilai transaksi per hari yang didapat pelaku sekitar Rp 3 juta hingga Rp 1,5 miliar. "Pelaku membeli obat-obat tersebut dari luar negeri, salah satunya China. Kemudian ia jual lagi melalui salah satu situs daring. Barang yang dibeli korban dikirimkan melalui jasa pengiriman barang."
Susun aturan
Penny menjelaskan, sebenarnya obat-obatan tidak boleh didistribusikan melalui situs daring. Obat yang dijual melalui laman e-dagang atau media sosial tidak dapat dibuktikan keasliannya. "Obat yang dijual ke masyarakat harus sudah memiliki izin edar dan asli," ujarnya.
Saat ini, BPOM tengah membuat Peraturan Kepala Badan (Perka) mengenai Pengawasan dan Peredaran Obat secara daring. Peraturan ditargetkan berlaku awal tahun depan. "Peraturan ini akan menjadi sumber hukum kami dalam mengawasi peredaran obat, baik yang legal maupun ilegal secara online."
Direktur Pemasaran Asperindo, Boyke Priutama mengatakan, pengirim harus mengatakan ke petugas terkait jenis barang yang dikirimkan. "Petugas juga memiliki wewenang untuk membuka paket yang dinilai mencurigakan, tanpa sepengetahuan pengirim. Bila terbukti, mereka harus menghubungi pihak berwenang," ungkapnya.
Keamanan barang, termasuk obat-obatan, yang dipasarkan daring juga menjadi perhatian Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
"Kami lagi mengkaji dampak dari perdagangan daring untuk perlindungan ke konsumen. Kami melihat, ada celah konsumen dirugikan karena mendapatkan barang palsu atau ilegal," kata Arief Safari, anggota BPKN, saat berkunjung ke Redaksi Kompas. (Lorenzo Anugrah Mahardhika)