Pemprov DKI Jakarta selaku pemilik saham mayoritas PT MRT Jakarta, berencana menaikkan besaran penyertaan modal daerah untuk BUMD itu, dari Rp 14,6 triliun ke Rp 40 triliun.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Upaya Pemprov DKI menambah besaran penyertaan modal daerah untuk PT MRT Jakarta mendapatkan dukungan DPRD. DPRD DKI mendorong supaya revisi peraturan daerah terkait BUMD segera selesai sebelum pengesahan APBD 2019. Perda ini mencakup besaran modal dasar untuk BUMD.
Santoso, Ketua Komisi C Bidang Keuangan DPRD DKI Jakarta, Senin (5/11/2018), menjelaskan, apabila revisi perda belum selesai sampai pengesahan APBD DKI 2019 yang rencananya ditargetkan akhir November 2018, maka penyertaan modal daerah (PMD) tidak bisa diberikan.
Seperti diketahui, berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan BUMD PT MRT Jakarta, batas PMD untuk PT MRT Jakarta Rp 14,6 triliun.
Penaikan modal daerah untuk MRT menjadi Rp 40 triliun diperlukan untuk pembiayaan penyelesaian fase I Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia yang akan beroperasi Maret 2019. Tambahan modal dasar juga diperlukan untuk pembiayaan MRT fase II rute Bundaran Hotel Indonesia-Stasiun Kampung Bandan.
Dengan keperluan itu, Santoso menjelaskan, pimpinan gabungan DPRD telah membahas revisi Perda tentang MRT itu dalam rapat pimpinan gabungan DPRD DKI, 25 Oktober.
Untuk itu, Komisi C mendorong revisi perda segera dibahas. Namun, agenda pembahasan mesti mengikuti jadwal yang ditetapkan badan musyawarah (bamus) DPRD DKI.
Tuhiyat, Direktur Keuangan dan Administrasi PT MRT Jakarta, menjelaskan, dari PMD Rp 14,6 triliun, sudah terserap Rp 12,1 triliun. Pada APBD 2019, PT MRT mengajukan PMD Rp 4,4 triliun.
Bila usulan dijumlahkan dengan serapan, maka jumlah itu akan melebihi modal dasar yang ditetapkan. Karena tidak boleh melebihi modal dasar, PT MRT Jakarta meminta dewan untuk menaikkan modal dasar. "Sekalian saja penaikan modal dasar untuk fase II," ujarnya.
Tuhiyat juga menjelaskan, jika revisi Perda 7/2013 belum tuntas sebelum pengesahan APBD 2019, maka MRT dipastikan akan mendapat PMD Rp 2,5 triliun. Angka itu berasal dari sisa modal dasar yang ditetapkan Rp 14,6 triliun dikurangi modal yang terserap.
PMD sebesar itu, jelas Tuhiyat, tidak mengganggu jadwal pembayaran kepada kontraktor. PMD Rp 2,5 triliun bisa digunakan untuk pembayaran hingga Juli 2019. Adapun sisa modal dasar yang diperlukan MRT akan kembali dianggarkan di APBD Perubahan 2019, tentu saja saat revisi Perda 7/2013 sudah disahkan.
Senada dengan Santoso, Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Merry Hotma juga mendorong supaya revisi perda modal dasar dituntaskan. Selain PT MRT Jakarta, dua BUMD lain juga memerlukan tambahan modal dasar, yaitu PT Jakarta Propertindo dan PD Pembangunan Sarana Jaya.
PT Jakarta Propertindo mengusulkan peningkatan modal dasar dari Rp 10 triliun menjadi Rp 30 triliun. Peningkatan modal dasar diperlukan antara lain untuk pengadaan lahan hunian tanpa uang muka dan pembangunan stadion.
Adapun PD Pembangunan Sarana Jaya mengajukan peningkatan modal dasar dari Rp 2 triliun menjadi Rp 10 triliun. Modal itu dibutuhkan di antaranya untuk proyek sentra Tanah Abang, serta untuk pengadaan lahan dan pembangunan hunian tanpa uang muka.
Merry melanjutkan, saat ini proses pembahasan pasal per pasal ada di komisi. Adapun Bapemperda ada di ujung, yaitu penelitian pasal per pasal. "Tapi sampai sekarang belum masuk ke kami. Posisi di komisi sejauh mana, kami belum tahu."
Merry menargetkan, secepatnya pekan depan, revisi perda sudah dibahas di Bapemperda. "Yang pasti, segala sesuatu harus ada payung hukum. Baik MRT Jakarta, Jakpro, atau Sarana Jaya ini payung hukumnya belum ada. Kalau kegiatan baru belum ada payung hukum, bisa jadi temuan BPK. Sekarang semua harus ada perda," pungkasnya.