JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi Indonesia tertahan laju pertumbuhan impor barang dan jasa yang lebih tinggi dari ekspor. Untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun, pemerintah harus merealisasikan perluasan ekspor, meningkatkan konsumsi, dan mengendalikan inflasi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Senin (5/11/2018), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2018 sebesar 5,17 persen. Pertumbuhan ekonomi pada Juli-September 2018 ini lebih rendah dibandingkan triwulan II-2018 yang sebesar 5,27 persen, tetapi lebih baik dari triwulan I-2018 yang sebesar 5,06 persen.
Adapun produk domestik bruto (PDB) pada triwulan III-2018 sebesar Rp 3.835,6 triliun.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Senin malam, menyampaikan, pertumbuhan 5,17 persen mencerminkan perekonomian Indonesia yang cukup berketahanan di tengah gejolak dinamika global. Pada triwulan IV-2018, pemerintah akan mengupayakan ekonomi tumbuh paling tidak 5,2 persen yang ditopang konsumsi, investasi, dan ekspor walaupun tidak signifikan. Upaya yang ditempuh dengan perluasan insentif pajak, seperti super tax reduction.
”Pemerintah juga akan menerbitkan daftar negatif investasi paling tidak dalam dua tahun ke depan,” kata Darmin.
Pertumbuhan ekonomi ditopang konsumsi rumah tangga sebagai komponen terbesar. Porsinya selama ini konsisten, yakni 52-54 persen terhadap PDB.
Pertumbuhan ekonomi juga ditopang investasi pemerintah-swasta, belanja pemerintah, selisih ekspor impor, dan konsumsi lembaga nonprofit rumah tangga. Di antara empat komponen tersebut, investasi dan selisih ekspor-impor merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang potensial ditingkatkan.
Pada triwulan III-2018, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,01 persen sehingga menyumbang 2,69 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara sumbangan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 2,24 persen.
Pengajar Unika Atma Jaya Jakarta, Agustinus Prasetyantoko, berpendapat, belanja pemerintah dan konsumsi rumah tangga harus diupayakan tetap tumbuh jika ingin target pertumbuhan ekonomi tahun ini tercapai. Inflasi mesti stabil sampai dengan akhir tahun untuk mengungkit daya beli masyarakat.
”Kenaikan harga menjelang Natal dan Tahun Baru harus dikendalikan agar inflasi tetap kisaran 3,5 persen,” katanya.
Di tengah ketidakpastian global, faktor penggerak pertumbuhan ekonomi sampai akhir 2018 didominasi domestik. Konsumsi rumah tangga dalam rangka pemilihan umum bisa digenjot, misalnya, melalui industri pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE).
Di sisi lain, lanjut Prasetyantoko, investasi jangka panjang diperkirakan tumbuh optimal setelah Pemilu 2019 selesai.
Kendalikan impor
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, ekspor barang Indonesia tumbuh rendah seiring pelambatan pertumbuhan ekonomi mayoritas negara mitra dagang. Pertumbuhan ekonomi China, sebagai negara tujuan ekspor utama, melambat dari 6,8 persen pada triwulan III-2017 menjadi 6,5 persen pada triwulan III-2018.
Kendati kondisi perekonomian global masih diliputi ketidakpastian, pengendalian impor mesti dibarengi peningkatan ekspor untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. ”Defisit harus diperhatikan,” katanya.
Neraca perdagangan RI pada Januari-September 2018 defisit 3,781 miliar dollar AS. (KRN)