Kolaborasi Perkuat Upaya Keamanan Kesehatan Global
Oleh
Evy Rahmawati
·3 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS—Globalisasi mengakibatkan peningkatan mobilitas manusia dan hewan lintas negara serta perubahan gaya hidup manusia. Hal itu diperparah oleh perubahan iklim dan peningkatan resistensi anti mikroba. Situasi itu memercepat proses penyebaran wabah penyakit sehingga menjadi ancaman kesehatan global.
“Perlu kolaborasi antarnegara dan lintas sektor untuk mencegah, mendeteksi, dan menghadapi ancaman kesehatan global,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, pada pembukaan Pertemuan Internasional Agenda Keamanan Kesehatan Global (Global Health Security Agenda/GHSA) ke-5 bertema “Melanjutkan Kemitraan Global”, di Nusa Dua, Bali, Selasa (6/11/2018).
Pertemuan tahunan level tertinggi GHSA itu dihadiri lebih dari 600 orang berasal dari 43 negara anggota GHSA, organisasi internasional, dan perwakilan kementerian. Kini 65 negara bergabung dengan GHSA yang digelar sejak 2014 demi memercepat penerapan regulasi kesehatan untuk mengantisipasi penyakit berpotensi mewabah termasuk zoonosis.
Agenda keamanan kesehatan global bertujuan mengakselerasi implementasi regulasi kesehatan menghadapi ancaman penyakit berpotensi mewabah terutama zoonosis atau penyakit bersumber binatang seperti ebola. Setiap negara harus siap meningkatkan kapasitas deteksi, melaporkan, dan merespons ancaman penyakit berpotensi pandemi.
Menurut Puan, kolaborasi antarnegara anggota harus didasarkan pada prinsip transparansi, pemerataan, dan keadilan. Sebab, biaya ekonomi dan sosial amat besar, termasuk korban jiwa dan kematian hewan, yang disebabkan wabah penyakit menular. “ Tanggung jawab kita bersama untuk memerkuat kapasitas keamanan nasional,” ungkapnya.
Tanggung jawab kita bersama untuk memerkuat kapasitas keamanan nasional,
Data Bank Dunia menunjukkan, kerugian ekonomi akibat wabah ebola di kawasan Afrika secara keseluruhan mencapai 30 miliar dollar AS. Menurut data Komisi Nasional Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza, Indonesia menanggung beban ekonomi lebih dari Rp 4 triliun saat terjadi outbreak flu burung.
Agenda dilanjutkan
Terkait hal itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Italia Gluseppe Ruocco menegaskan, negara-negara anggota sepakat melanjutkan GHSA sampai 2024 dengan memerkuat komitmen negara. Italia jadi Ketua GHSA 2018. “GHSA 2024 dengan pendekatan partisipatif agar dunia aman dari penyakit menular karena alam dan manusia,” ungkapnya.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menjelaskan, Indonesia merupakan salah satu negara inisiator GHSA pada Februari 2014 dan menjadi Ketua Tim Pengarah tahun 2016. “Dalam kerangka kerja GHSA 2024, Indonesia tetap berperan aktif sebagai Tim Pengarah dan memimpin penanggulangan penyakit zoonosis global,” katanya.
Strategi kerja sama dalam GHSA difokuskan pada penguatan kapasitas nasional tiap negara dalam antisipasi penyakit. Ada 11 paket aksi jadi prioritas di antaranya penanggulangan resistensi anti mikroba, pengendalian zoonosis, dan surveilans. “Agenda keamanan kesehatan global perlu dilanjutkan,” kata Nila.
Sejauh ini, perubahan iklim dan resistensi anti mikroba memicu peningkatan munculnya penyakit baru dan penyakit berpotensi pandemik dengan karakter risiko kematian tinggi dan penyebaran amat cepat. Contohnya, flu burung, Sindrom Pernapasan Timur Tengah disebabkan virus korona (MERS-CoV), ebola, dan zika.
Untuk itu, pendekatan lintas sektor dengan konsep one health dibutuhkan, karena sebagian besar penyakit berpotensi pandemik bersumber binatang atau zoonosis. Penerapan konsep itu melibatkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Menurut Hendrik Jan Ormel dari Organisasi Pertanian dan Pangan (FAO), pihaknya bersama WHO dan negara-negara anggota GHSA bermitra menggunakan pendekatan one health untuk mencegah penularan penyakit yang dipicu interaksi manusia dan hewan ternak. “ Ini butuh kerja sama berkelanjutan misalnya peningkatan surveilans,” ucapnya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi memaparkan, perubahan iklim memicu masalah kesehatan sehingga butuh penanganan lintas ektor. Contohnya, siklus hidup nyamuk lebih pendek sehingga populasi nyamuk naik. Beberapa hewan, termasuk kelelawar, jadi penular penyakit infeksi,