NUSA DUA, KOMPAS--Pemerintah perlu mengambil peran dalam membuka akses pasar dan dukungan pembiayaan bagi pelaku industri kreatif. Dua hal tersebut menjadi tantangan utama dalam memajukan ekonomi kreatif.
Hal itu mengemuka dalam diskusi Friends of Creative Economy yang menjadi rangkaian Konferensi Dunia Mengenai Ekonomi Kreatif (WCCE) 2018, Selasa (6/11/2018), di Nusa Dua, Bali. Friends of Creative Economy dihadiri akademisi, pelaku industri kreatif, komunitas, dan media untuk membahas serta merumuskan Deklarasi Bali Mengenai Ekonomi Kreatif yang akan dibawa ke Sidang Umum PBB 2019.
WCCE 2018 merupakan kerja sama Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dengan Kementerian Luar Negeri. Acara ini bertema Kreativitas yang Inklusif. Indonesia ingin menyampaikan pesan bahwa ekonomi kreatif berpotensi menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi.
Dalam WCCE 2018 yang berlangsung pada 6-8 November, ada lima isu utama yang dibahas, yakni dampak sosial, kebijakan, pemasaran, ekosistem, dan dukungan pendanaan bagi pelaku industri kreatif.
Chairman Strategic Vision Investment (SVI) Global, Laura Anderson, menyampaikan, membuka akses pasar bagi pelaku ekonomi kreatif merupakan hal penting. Kehadiran data raksasa beserta teknologi analisis dan platform perdagangan elektronik bisa mempermudah pemasaran.
United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) Representative for Indonesia, Esam Alqararah, berpendapat, setiap negara memiliki kekayaan budaya lokal dalam bentuk produk kreatif. Permasalahannya terletak pada pencitraan produk tersebut hingga ke pasar internasional.
Sementara, Deputi Pemasaran Bekraf Joshua Simanjutak menyebutkan, tantangan terbesar yang dihadapi adalah menciptakan kebijakan pemasaran produk ekonomi kreatif berbasis hak kekayaan intelektual (HKI). ”Saat HKI dikedepankan, akan semakin banyak nilai tambah bisnis yang bisa diraih,” kata Joshua.
Permasalahan
Executive Vice President Institute for Microfinance PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Agus Rahmadi menceritakan, BRI telah mengembangkan aplikasi Wirausaha Brilian. Di dalam aplikasi itu terdapat berbagai fitur, mulai dari berita, simulasi kredit, hingga pelatihan. Kebanyakan pelaku ekonomi kreatif berlatar belakang usaha mikro, kecil, dan menengah. Dengan demikian, masalah yang dihadapi bukan semata-mata soal strategi pemasaran, sehingga aplikasi itu berusaha menjawabnya.
BRI juga berperan dalam pembiayaan pelaku usaha ekonomi kreatif, yang diimplementasikan melalui fitur simulasi hingga penawaran kredit. Pada 2017, BRI menandatangani kerja sama pengembangan ekonomi kreatif dengan Bekraf selama tiga tahun.
Technical Advisor for Innovative Financing United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia, Ikhsan Modjo, mengemukakan, UNDP telah menjalankan Laboratorium Pembiayaan Inovatif. Laboratorium Pembiayaan Inovatif ini merupakan ruang kolaborasi bagi pemerintah, swasta, investor, organisasi keagamaan, dan masyarakat sipil untuk memetakan dan merancang solusi atas kesenjangan pembiayaan.
Sementara itu, Kepala Bekraf Triawan Munaf menjelaskan, tema Kreativitas yang Inklusif dipilih karena Indonesia berharap negara-negara global memiliki pemahaman dan landasan bersama terkait pengembangan ekonomi kreatif. (MED/COK)