Doha, Selasa- Qatar ingin krisis diplomatik yang berujung pada blokade negara itu oleh sejumlah tetangganya segera berakhir. Krisis itu dikhawatirkan akan membawa dampak jangka panjang.
"Sangat disesalkan bahwa keberlanjutan krisis Teluk telah menunjukkan kegagalan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC). Hal itu melemahkan kemampuannya menghadapi tantangan dan ancaman serta meminggirkan perannya di kawasan," kata Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, Selasa (6/11/2018), di Doha, Qatar.
Sejak Juni 2017, Qatar diblokade oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan sejumlah negara lain. Koalisi Arab Saudi menuding Qatar bekerja sama dengan kelompok-kelompok pelaku kekerasan di kawasan. Qatar juga dituduh berusaha mendekati Iran, saingan Arab Saudi dalam perebutan pengaruh di kawasan. Tudingan-tudingan itu dibantah Qatar.
Tamim mengatakan, krisis di kawasan itu akan segera berakhir. Akan tetapi, ia tidak yakin dampaknya akan hilang dalam beberapa waktu ke depan. "Sejarah mengajarkan pada kita bahwa krisis akan berlalu. Akan tetapi, kesalahan pengelolaan mereka akan menimbulkan dampak jangka panjang," kata dia kepada warga Qatar.
Ia menyebut boikot koalisi Saudi tidak berdampak pada perekonomian Qatar. Negara itu dinyatakan tetap mempertahankan posisinya sebagai eksportir gas alam terbesar. "Ekspor minyak dan gas tidak terdampak blokade. Negara mampu memenuhi kewajiban pada kontrak-kontrak sekarang dan telah mendapat kontrak baru, yang terbaru dari PetroChina," kata dia.
Negara itu tetap akan membangun industri minyak dan gas. Pada 2017, ekspor Qatar tumbuh 18 persen.
Amerika Serikat beberapa kali berusaha mendamaikan Qatar dengan tetangganya. Akan tetapi, para tetangga Qatar menolak. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menyatakan penyelesaian konflik dengan Qatar bukan masalah prioritas. AS adalah sekutu Arab Saudi sekaligus Qatar. AS punya pangkalan udara di Qatar. (AFP)