JAKARTA, KOMPAS - Revitalisasi balai latihan kerja atau BLK saat ini sangat penting dilakukan untuk memacu daya saing dan produktivitas tenaga kerja Indonesia. Saat ini mayoritas tenaga kerja Indonesia berpendidikan rendah.
Dari sekitar 124 juta penduduk bekerja di Indonesia, tercatat yang berpendidikan SD 40,69 persen, SMP 18,09 persen, SMA 18,01 persen dan SMK 11,03 persen, serta universitas 9,4 persen.
Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga mengatakan, untuk menciptakan tenaga kerja yang cakap dan berdaya, sinergi lintas sektor sangat menentukan.
Sinergi ini mulai dari fase pendidikan di persekolahan hingga pembekalan di luar sekolah melalui BLK. ”Karena itu, revitalisasi BLK sangat penting dilakukan,” kata Andy di Jakarta, Rabu (7/11/2018).
Menurut catatan Labor Institute Indonesia, jumlah BLK yang dimiliki Kementerian Ketenagakerjaan relatif kecil, yakni hanya 18 BLK dari total sekitar 300 BLK di Indonesia.
Agar BLK bisa menyebar di seluruh wilayah Indonesia, Kemnaker perlu menambah jumlah BLK menjadi minimal 33 BLK Tipe A.
Andy mengatakan, BLK yang dikelola pemerintah daerah banyak yang telantar. Sejumlah BLK tertinggal dari sisi infrastruktur sehingga tak sesuai dengan perkembangan teknologi.
BLK yang fokus untuk menciptakan usaha rintisan di kalangan angkatan kerja muda juga perlu ditingkatkan. Apalagi, merujuk Asian Productivity Organization (APO), produktivitas pekerja Indonesia berada di bawah Singapura, Thailand, dan Malaysia.
”Untuk mempermudah koordinasi, sebaiknya BLK milik pemerintah pusat dan daerah disatukan saja di bawah Lembaga Produktivitas Nasional dengan bertanggung jawab langsung kepada Presiden,” ujar Andy.
Ekonomi digital
Isu daya saing tenaga kerja juga mengemuka pada acara 5th Indonesia Industrial Relations Conference yang bertema ”The Alignment of New Industrial Relations Policy toward Industry 4.0 Era”. Acara tersebut dihelat Apindo Training Center di Jakarta, Rabu (7/11).
Dalam forum itu, Direktur Persyaratan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Siti Djunaedah menegaskan, penyiapan tenaga kerja terampil sebagai tantangan terbesar yang harus dihadapi dan dimitigasi secara tepat untuk menghadapi tantangan ekonomi digital.
Kemnaker melakukan langkah-langkah strategis guna memperkuat akses pelatihan kerja. ”Pertama, melalui modernisasi BLK dengan program revitalisasi, re-branding, dan reorientasi,” kata Djunaedah.
Kedua, pengembangan program magang yang mengacu pada kebutuhan pasar kerja berbasis teknologi digital dan didukung kurikulum sesuai standar kompetensi kerja nasional Indonesia. Ketiga, penataan sistem pasar kerja melalui kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, komite vokasi nasional telah merumuskan transformasi pasar tenaga kerja yang dibutuhkan, termasuk di dalamnya kemitraan tripartit antara pemerintah, pemberi kerja, dan serikat pekerja.
”Kemitraan ini memastikan semua pihak punya tanggung jawab yang sama dalam permasalahan tersebut,” kata Shinta.
Direktur Pendidikan Tinggi, Iptek, dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Amich Alhumami menyatakan, harus dipastikan alokasi anggaran pendidikan difokuskan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Tak berkutat pada akses pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan tinggi. (CAS/ELN)