Berkomitmen Memberantas Korupsi di Tubuh Birokrasi
Oleh
PRADIPTA PANDU/SATRIO WISANGGENI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tim pemenangan dari dua pasangan calon presiden dan wakil presiden berkomitmen memberantas korupsi di sektor birokrasi. Hal itu akan diwujudkan dengan cara transparansi anggaran dan merombak jabatan atau struktural birokrat menjadi lebih profesional.
Korupsi yang terjadi di birokrasi masih marak. Korupsi tersebut melibatkan pejabat pemerintah dari pusat hingga daerah. Sektor perizinan hingga pungutan liar masih kerap digunakan sebagai celah untuk memungut rupiah demi rupiah.
Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) menangkap 12.146 orang yang terlibat pungli selama 2016-2018. Sejak 28 Oktober 2016 hingga 15 Oktober 2018, satgas menerima 36.427 aduan pungli via layanan pesan singkat, surat elektronik, atau pun aduan langsung.
Pengaduan pungli terbanyak terjadi di pelayanan publik (52 persen), disusul sektor pendidikan (20 persen), hukum (8 persen), perizinan (5 persen), kepegawaian (5 persen), serta pengadaan barang/jasa (5 persen). (Kompas, 24/10/2018)
Menurut Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara, Lembaga Administrasi Negara, Tri Widodo Wahyu Utomo, dengan kondisi saat ini, percepatan reformasi birokrasi (RB) perlu segera tercapai. Hal ini bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang netral, kompeten, profesional, berintegrasi, mampu melayani publik, dan bersih dari Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN).
“Roadmap (peta jalan) RB-nya itu harus mengikuti visi dari presiden terpilih. Oleh karena itu, capres sekarang ini harus punya visi yang jelas mau dibawa ke mana RB kita,” ujar Tri dalam diskusi ‘Komitmen Politik Reformasi Birokrasi Indonesia’ di Jakarta, Kamis (8/11/2018).
Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma\'ruf Amin, Eva Kusuma Sundari, mengatakan, salah satu langkah awal untuk mencegah korupsi di birokrasi yang akan dilakukan pasangan Jokowi-Ma’ruf jika terpilih kembali yakni dengan menerapkan sistem keuangan secara daring (e-budgeting).
Menurut Eva, celah korupsi di birokrasi yang masih marak saat ini disebabkan karena lembaga maupun instansi pemerintah di daerah belum semuanya menerapkan e-budgeting. Dengan menerapkan sistem e-budgeting, pemerintah hingga masyarakat akan lebih mudah mengontrol keuangan di setiap lembaga.
“Sistem e-budgeting membuat pengelolaan anggaran dan keuangan lebih transparan. Partisipasi publik untuk pengawasan juga akan naik sehingga celah korupsi akan turun,” ungkapnya.
Akan tetapi, Eva menjelaskan, sistem ini tidak banyak direspons secara positif oleh pimpinan daerah. Oleh karena itu, pihaknya akan mencari terobosan dengan sedikit daya paksa agar tata kelola semakin transparan dan akuntabel.
Sementara itu, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ferry Julianto, memaparkan, pasangan Prabowo-Sandi akan akan mengembalikan asas meritrokratik dan teknokratik ke dalam pemerintahan maupun birokrasi agar lebih profesional.
Asas meritokratik merujuk ke sistem pengisian jabatan oleh orang (pekerja/karyawan) sesuai prestasinya. Sedangkan asas teknokratik yakni pengisian jabatan oleh para pakar teknis yang ahli di bidangnya masing-masing.
Selain mewujudkan birokrasi yang profesional, menurut Fery, pasangan Prabowo-Sandi juga akan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dalam mendorong pembaruan tata kerja birokrasi.
Belum detail
Meski demikian, Tri menilai bahwa kedua pasangan capres-cawapres saat ini belum terlalu detail dalam memaparkan secara konkret langkah yang akan dilakukan untuk mempercepat reformasi birokrasi.
Tri menjelaskan, visi misi dari kedua pasangan belum sepenuhnya fokus di area perubahan reformasi birokrasi yakni pada sisi organisasi dan tata laksana. Padahal, perubahan di bidang organisasi dan tata laksana dapat mewujudkan sistem maupun prosedur yang jelas, efektif, efisien, terukur, serta sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance).
Pasangan Jokowi-Ma’ruf, kata Tri, baru fokus di area peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia (SDM) aparatur, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, dan pola pikir atau budaya di birokrasi. Sedangkan Prabowo-Sandi hanya fokus di area peraturan perundang-undangan, sumber SDM aparatur, dan pelayanan publik.
“Kami belum bisa mendapatkan gambaran tentang prioritasnya dengan parameter kuantitatifnya seperti apa. Kami masih menunggu hal ini karena presiden terpilih nanti akan menentukan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2020-2024,” ujar Tri.