NUSA DUA, KOMPAS — Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS) disebabkan virus korona dan meningitis atau radang selaput otak perlu diwaspadai saat menunaikan ibadah haji dan umrah. Hal itu disebabkan Arab Saudi yang merupakan negara tujuan jemaah haji dan umrah merupakan wilayah endemik beberapa penyakit infeksi yang mematikan tersebut.
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Eka Jusup Singka mengatakan hal itu di sela-sela Pertemuan Agenda Keamanan Kesehatan Global (Global Health Security Agenda/GHSA) Ke-5, di Nusa Dua, Bali, Rabu (7/11/2018). Pertemuan tahunan yang merupakan forum tertinggi GHSA itu dihadiri lebih dari 600 orang anggota delegasi dari negara-negara anggota GHSA.
Menurut Eka, setiap tahun, setidaknya 221.000 anggota jemaah haji dan 1 juta anggota jemaah umrah bepergian ke Arab Saudi yang merupakan negara endemik MERS yang disebabkan virus korona (Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus/MERS-CoV) dan meningitis.
”Karena itu, Indonesia berkepentingan dalam Agenda Keamanan Kesehatan Global,” ujar Eka.
Sistem kesiapsiagaan menghadapi ancaman MERS-CoV dan meningitis itu bukan hanya dilakukan agar jemaah haji dan umrah tidak tertular. Upaya keamanan kesehatan global juga dilakukan untuk mencegah jemaah haji dan umrah yang pulang dari Arab Saudi membawa virus penyakit berpotensi pandemi dan menularkannya kepada penduduk Indonesia.
”Kita harus mencegah, mendeteksi, dan merespons cepat ancaman penyakit berpotensi pandemi yang masuk dari luar negeri,” katanya.
Saat ibadah haji, 3 juta-4 juta orang dari sejumlah negara berkumpul di Arab Saudi dan mereka berpotensi menularkan berbagai penyakit infeksi kepada jemaah haji dan umrah Indonesia, terutama mereka yang punya risiko kesehatan tinggi atau daya tahan tubuh lemah.
Upaya keamanan kesehatan global dilakukan untuk mencegah jemaah haji dan umrah yang pulang dari Arab Saudi membawa virus penyakit berpotensi pandemi dan menularkannya kepada penduduk Indonesia.
Terkait hal itu, Pemerintah Indonesia melaksanakan tindakan pencegahan penularan penyakit infeksi berpotensi mewabah atau pandemi dengan mewajibkan calon jemaah haji dan umrah menjalani imunisasi meningitis setelah pemeriksaan kesehatan.
”Jika jemaah haji dinyatakan tidak sehat, harus ditunda atau digantikan orang lain,” ucapnya.
Calon jemaah haji juga mendapat sosialisasi dari petugas kesehatan tentang cara mencegah penularan penyakit infeksi seperti MERS-CoV dan meningitis antara lain menjaga daya tahan tubuh serta mencuci tangan setelah berada di tempat umum.
”Kami juga mengimbau agar jemaah tidak dekat dengan unta yang jadi vektor penular MERS-CoV,” kata Eka.
Kerja sama antarnegara
Untuk mengantisipasi penularan penyakit infeksi berpotensi pandemi, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Arab Saudi dalam memberikan layanan kesehatan bagi jemaah haji. Pemerintah Arab Saudi telah memiliki sistem untuk mencegah, mendeteksi, dan merespons cepat infeksi MERS-CoV dan penyakit menular lain.
Untuk mencegah virus penyakit berpotensi pandemi masuk ke Indonesia, seluruh jemaah haji diskrining dengan menggunakan alat pemindai suhu badan oleh petugas kesehatan di bandara.
Setelah 14 hari berada di Indonesia, jemaah haji diharapkan memeriksakan kesehatannya di fasilitas kesehatan terdekat untuk memastikan tidak terinfeksi penyakit.
Namun, diakui, sejauh ini sistem layanan kesehatan bagi jemaah umrah masih belum tertata dengan baik lantaran jemaah umrah bepergian sepanjang tahun atau tidak dalam satu masa tertentu dan dikelola swasta.
Sejauh ini sistem layanan kesehatan bagi jemaah umrah masih belum tertata dengan baik lantaran jemaah umrah bepergian sepanjang tahun atau tidak dalam satu masa tertentu dan dikelola swasta.
”Meski demikian, kami mewajibkan jemaah umrah untuk menjalani imunisasi meningitis sebelum berangkat ke Arab Saudi,” lanjut Eka.
Sejauh ini, belum ada laporan ada jemaah haji Indonesia pulang dan terkonfirmasi menderita penyakit menular mengkhawatirkan seperti MERS-CoV. Sejumlah riset menunjukkan, potensi penularan MERS-CoV bersumber dari binatang, salah satunya unta.
”Kewaspadaan ditingkatkan. Apalagi mayoritas jemaah haji berisiko kesehatan tinggi karena sudah lanjut usia,” ujarnya.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menambahkan, Indonesia akan tetap berperan aktif dalam implementasi GHSA kerangka 2024. Sebab, seiring dengan perubahan iklim dan mobilitas penduduk makin tinggi, antara lain dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, maka ancaman penyakit infeksi berpotensi pandemi pun kian tinggi.