JAKARTA, KOMPAS — Siapa pun yang terpilih menjadi presiden dan wakil presiden RI periode 2019-2024, reformasi birokrasi harus dijalankan dengan mempertimbangkan berbagai pencapaian dan kekurangan pada pemerintahan saat ini. Dengan demikian, upaya reformasi birokrasi dapat terfokus dan pencapaiannya lebih optimal dalam jangka panjang.
Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara (LAN) Tri Widodo Wahyu Utomo mengatakan, pelaksanaan reformasi birokrasi membutuhkan sebuah alur yang jelas dengan hasil yang terukur dan berangkat dari kinerja yang sudah dilakukan sebelumnya. Hal ini yang menyebabkan reformasi birokrasi tidak optimal selama ini.
”Sebetulnya, penataan reformasi birokrasi sudah dilakukan sejak Orde Baru pada 1966 dengan adanya panitia penertiban aparatur. Akan tetapi, selama ini, reformasi birokrasi dari satu periode pemerintahan ke periode berikutnya tidak jelas kesinambungannya. Prioritas dan output-nya menjadi tidak jelas,” tutur Tri pada Kamis (8/11/2018) siang di Jakarta.
Selama ini, reformasi birokrasi dari satu periode pemerintahan ke periode berikutnya tidak jelas kesinambungannya. Prioritas dan output-nya menjadi tidak jelas.
Tri mengatakan, pemerintahan periode selanjutnya harus berangkat dari pencapaian yang sudah dilakukan oleh pemerintah saat ini. Ia menilai, dalam masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, banyak peningkatan performa birokrasi yang terjadi, khususnya pada birokrasi perizinan dan akuntabilitas.
Berdasarkan data LAN, persentase jumlah instansi pemerintah dengan kategori akuntabilitas kinerja baik (kategori B ke atas) terus meningkat sejak 2014. Pada awal pemerintahan Jokowi-Kalla, jumlah kementerian dan lembaga negara yang berakuntabilitas baik adalah sebesar 60,24 persen. Angka tersebut meningkat ada 2015 menjadi 79,2 persen dan pada 2016 menjadi 82,93 persen.
Peringkat Indonesia pada indeks ease of doing business (kemudahan berusaha) pun menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada 2014, Indonesia berada di peringkat 120. Pada 2019, peringkat Indonesia meningkat menjadi 73.
Meski demikian, Tri menilai, untuk periode 2019-2024, reformasi birokrasi harus sudah mulai digunakan untuk fokus menyelesaikan masalah, contohnya mengentaskan warga dari kemiskinan. Upaya pengentasan warga dari kemiskinan bisa dilakukan dengan cara mengintegrasikan berbagai skema pembiayaan yang berada di berbagai organisasi perangkat daerah (OPD).
”Bukan hanya untuk menyelesaikan masalah internal birokrasi dan meningkatkan efisiensi saja, melainkan juga menyasar permasalahan-permasalahan secara langsung. Jadi, reformasi birokrasi tidak hanya dirasakan oleh birokrasi itu sendiri, tetapi lebih banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” papar Tri.
Untuk itu, Tri menilai, diperlukan sebuah terobosan baru dari pemerintahan selanjutnya untuk dapat mewujudkan birokrasi kelas dunia. Setiap pasangan calon sudah harus menetapkan prioritas reformasi birokrasi, termasuk parameter kuantitatif yang akan mereka capai.
Namun, hingga Kamis, pada diskusi bertajuk ”Komitmen Politik Reformasi Birokrasi Indonesia” yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Tri menilai, kedua pasangan calon yang diwakilkan oleh juru bicara masing-masing belum menyampaikan program-program konkret.
Ferry Juliantono, juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, malah mengatakan, restrukturisasi dan penggantian beberapa nomenklatur serta tugas pokok beberapa kementerian akan menjadi fokus dari pasangan calon yang diusungnya.
Politisi Partai Gerindra tersebut mengatakan, terjadinya tumpang tindih antara beberapa kementerian harus diselesaikan. Peleburan kementerian termasuk penggantian nomenklatur dipercaya dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
”Seperti polemik antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan terkait data produksi beras. Ini adalah permasalahan yang berasal dari tupoksi dan nomenklatur yang belum diselesaikan (oleh pemerintah saat ini),” kata Ferry.
Di sisi lain, penerapan e-budgeting atau anggaran secara daring secara luas di seluruh Indonesia, tidak hanya di pusat dan beberapa daerah saja, menjadi program utama yang ditawarkan pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Eva Kusuma Sundari, anggota Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, mengatakan, sistem tersebut akan menutup celah di birokrasi yang memungkinkan praktik korupsi. Sistem e-budgeting meningkatkan transparansi yang kemudian meningkatkan partisipasi publik.
”Partisipasi dan pengawasan publik akan meningkat sehingga korupsi akan drop. Kami akan cari terobosan supaya ada daya paksa dan tata kelola semakin transparan dan akuntabel,” kata Eva.