Pemuda dan Remaja Masih Tertinggal
Pemuda memiliki fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembaruan dan pembangunan bangsa di masa depan. Karena itu, upaya penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan potensi serta perannya secara berkelanjutan, harus dilakukan semua pihak, tidak bisa dilakukan secara parsial.
JAKARTA, KOMPAS — Kendati menjadi generasi penerus bangsa dan merupakan generasi yang akan menikmati bonus demografi, hingga kini peran dan partisipasi pemuda dan remaja di Tanah Air belum optimal. Bahkan, dalam sejumlah target yang akan dicapai dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals/SDGs pada tahun 2030, kondisi remaja dan pemuda dalam berbagai bidang masih jauh tertinggal.
Dari 17 target yang hendak dicapai dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang terkait dengan remaja dan pemuda, sebagian besar membutuhkan perhatian khusus. Mayoritas remaja dan pemuda menghadapi tantangan untuk mencapai sebagian besar tujuan (goal) dalam TPB, terutama indikator-indikator yang terkait kemiskinan, kelaparan, kesehatan, pendidikan berkualitas, kesetaraan jender, dan pekerjaan yang layak.
Hal ini terungkap dalam Baseline TPB Pemuda dan Remaja di Indonesia yang dilakukan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Smeru Research Institute Jakarta (lembaga independen yang melakukan penelitian dan kajian kebijakan publik), yang disampaikan pada acara diseminasi, Kamis (8/11/2018) di Jakarta.
Penyusunan baseline yang didukung Badan Pusat Statistik dan United Nations Population Fund (UNFPA), bertujuan untuk mengetahui lebih jauh situasi pemuda dan remaja di Indonesia saat ini, serta menjadi bahan untuk advokasi menyempurnaan kebijakan dan program terkait remaja dan pemuda (penduduk usia 16-30 tahun) pada RPJMN 2020-2024.
Dari baseline tersebut, ditemukan sejumlah potensi remaja dan pemuda untuk mencapai target TPB, baik sebagai obyek maupun subyek pembangunan. “Akan tetapipada banyak indikator, masih jauh tertinggal dan perlu banyak intervensi untuk bisa mencapai target-target TPB. Terutama bagi remaja dan pemuda yang tinggal di bagian timur Indonesia, pencapaian target TPB masih sangat tertinggal,” kata Athia Yumna, peneliti senior dari Smeru Research Institute.
Misalnya Tujuan 1 TPB yakni Tanpa Kemiskinan. Dari data penduduk miskin tahun 2015, ditemukan 1 dari 3 penduduk miskin adalah pemuda dan remaja. Jumlah remaja dan pemuda miskin di pedesaan hampir dua kali lipat lebih besar dari remaja dan pemuda di perkotaan. Kemiskinan paling tinggi di daerah timur Indonesia, dan terendah di DKI Jakarta, Bali, dan Kalimantan.
Adapun kemiskinan remaja dan pemuda dari berbagai dimensi, mulai dari akses air bersih, layanan kesehatan, legalitas, dan perlindungan sosial. Misalnya dari 40 persen rumah tangga miskin dengan remaja dan pemuda tidak memiliki akses air bersih. Begitu juga akses kesehatan, hanya sekitar 70 persen perempuan umur 15-30 tahun dari 40 persen rumah termiskin melahirkan di fasilitas kesehatan.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 Kementerian Kesehatan, ditemukan pemuda dan remaja di Indonesia menghadapi tantangan beban ganda nutrisi (double burden of nutrition). Ada yang menghadapi kekurangan nutrisi (tubuh pendek dan kurus) namun ada juga kasus berat badan berlebih dan obesitas. “Prevalensi hipertensi dan obesitas di kalangan orang muda melebihi angka yang ditemukan pada seluruh populasi. Anemia juga tinggi di kelompok perempuan muda,” katanya.
Di sektor tenaga kerja, prevalensi pemuda setengah menganggur (bekerja kurang dari 35 jam seminggu) sekitar 12,5 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa 1 dari 8 pemuda belum optimal kapasitas dan produktivitasnya dalam pasar tenaga kerja.
Teknologi informasi
Di tengah perkembangan teknologi informasi, dari baseline TPB Remaja dan Pemuda, ditemukan 7 dari 10 pemuda dan remaja di Indonesia memiliki telepon genggam. Proporsi kepemilikan telepon genggam pemuda dan remaja laki-laki, dari kelompok kaya, dan di perkotaan lebih tinggi dari kepemilikan pemuda dan remaja perempuan, berasal dari kelompok miskin dan tinggal di perdesaan.
Mayoritas atau sekitar 75-85 persen remaja dan pemuda yang memiliki telepon genggam berada di Jawa, Bali, dan sebagian Kalimantan. Sementara di wilayah Papua dan Nusa Tenggara Timur masih rendah sekitar kurang dari 48 persen.
Dari sebaran akses internet di kalangan pemuda dan remaja, jumlahnya hampir sama dengan kepemilikan telepon genggam. Hanya saja, penggunaan internet paling tinggi di Jawa, Bali, dan Kalimantan. Sedangkan di Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, dan Papua masih sangat rendah jumlah remaja dan pemuda yang mengakses internet. Kondisi tersebut menjadi tantangan, karena akses dan utilisasi teknologi yang rendah di sejumlah daerah.
Atas sejumlah kondisi yang dihadapi remaja dan perempuan tersebut, ke depan perlu berbagai pendekatan dalam berbagai program. Selain itu perlu ada perhatian khusus pada isu nutrisi dan kesehatan remaja dan pemuda, terutama perempuan, serta perlu ada kebijakan untuk merespon perilaku berisiko dari remaja dan pemuda antara lain perilaku merokok, konsumsi alkohol, seks dan kesehatan reproduksi. Pencegahan perkawinan dini/perkawinan anak juga membutuhkan sinergi antarlembaga.
Acara diseminasi yang dibuka Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, Subandi Sardjoko juga mendengarkan pembahasan dari perwakilan kementerian/lembaga.
Seminar yang dipandu Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Kementerian PPN/ Bappenas Woro Srihastuti Sulistyaningrum dihadiri Riskiyana Sukandhi Putra (Direktur Promosi Kesehatan, Ditjen Kesmas Kementerian Kesehatan), Edward Abdurrahman (Direktur Keterpaduan Infrastruktur Pemukiman, Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat). Hadir juga Suharti (Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), dan Maruli A Hasoloan (Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan).
Semua menanggapi positif temuan-temuan yang disusun dalam baseline TPB Remaja dan Pemuda, dan berjanji akan menggunakan kajian tersebut untuk kebijakan di kementerian/lembaga. “Untuk pemuda perlu ada program-program pemagangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Maruli.
Riskiyana mengungkapkan sejumlah tantangan yang terkait dengan layanan kesehatan remaja dan pemuda, yakni kebijakan dan peraturan terkait peningkatan kualitas hidup remaja dan pemuda belum menjadi prioritas nasional. Selain itu, pelaksanaan program pelayanan pada kelompok remaja dan pemuda bersifat sektoral peran kementerian/lembaga juga belum optimal.
Dari baseline TPB remaja dan pemuda tersebut, ditemukan perlunya berbagai pendekatan dalam berbagai program yang melibatkan remaja dan pemuda. Selain itu perlu ada perhatian khusus pada isu nutrisi dan kesehatan remaja dan pemuda, terutama perempuan, serta perlu ada kebijakan untuk merespon perilaku berisiko dari remaja dan pemuda antara lain perilaku merokok, konsumsi alkohol, seks dan kesehatan reproduksi. Pencegahan perkawinan dini/perkawinan anak juga membutuhkan sinergi antarlembaga.