SAMARINDA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia masih mengumpulkan informasi terkait kasus tewasnya 31 orang yang tercebur di lubang bekas tambang batubara di Kalimantan Timur sejak tahun 2011. Jumlah korban meningkat tiga kali lipat dibandingkan saat Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi guna memperbaiki tata kelola pertambangan untuk mereduksi korban pada 2015.
Saat itu jumlah korban baru 10 orang. Tiga tahun terakhir, hingga November 2018, jumlah korban justru meningkat menjadi 31 orang dan sebagian besar adalah anak-anak. Pegiat lingkungan mendesak rekomendasi Komnas HAM nantinya jauh lebih tegas dan ”galak” daripada rekomendasi sebelumnya.
Tiga tahun terakhir, hingga November 2018, jumlah korban justru meningkat menjadi 31 orang dan sebagian besar adalah anak-anak.
Jumat (9/11/2018), Komnas HAM bertemu dengan Polda Kaltim. ”Setelah itu semua informasi dan data yang kami dapat akan kami evaluasi,” ujar staf Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Rifanti Laelasari.
Sementara sepanjang Kamis kemarin, Rifanti menemui sejumlah pihak, seperti LSM lingkungan, jajaran Pemerintah Provinsi Kaltim, dan kalangan akademisi. ”Kami mencari data terkait kasus-kasus tersebut dari beberapa pihak,” kata Rifanti.
Oleh karena itu, pihaknya belum bisa menyampaikan apa kesimpulan atau rekomendasi Komnas HAM ke pihak-pihak terkait. Juga belum bisa memutuskan apakah rekomendasi Komnas HAM sebelumnya dijalankan sepenuhnya oleh pihak-pihak terkait atau tidak.
Mei 2015, Komnas HAM datang ke Kaltim untuk memantau persoalan tambang batubara. Mereka juga bertemu sejumlah pihak. Saat itu, masih 10 korban tewas yang tercebur lubang bekas galian tambang di Kaltim.
Waktu itu, Komnas HAM telah menyampaikan rekomendasi ke berbagai pihak, yakni Gubernur Kaltim, bupati/wali kota, Kapolda Kaltim, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Komisi Pemberantasan Korupsi, serta korporasi.
Evaluasi dan pencegahan
Kepada gubernur, Komnas HAM memberikan rekomendasi antara lain agar gubernur melakukan inventarisasi dan evaluasi juga memastikan perusahaan melaksanakan kewajiban reklamasi. Selain itu, memberikan sanksi tegas ke perusahaan yang melanggar dalam proses eksplorasi, eksploitasi, dan reklamasi.
Adapun pada Kapolda Kaltim dan jajarannya, Komnas HAM memberikan rekomendasi mereka harus memastikan penyelidikan dan penyidikan yang profesional terhadap meninggalnya korban di lubang tambang.
Rekomendasi Komnas HAM kepada bupati dan wali kota antara lain agar mereka melakukan pencegahan agar tidak jatuh korban lagi. Rekomendasi itu misalnya memerintahkan perusahaan membuat plang peringatan, pemagaran, dan menempatkan pos keamanan di area bekas tambang.
Sementara kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Komnas HAM mendesak evaluasi terhadap izin usaha pertambangan (IUP), terutama IUP operasi produksi. Menteri ESDM juga diminta menindaklanjuti hasil monitoring dari KPK di kaltim terhadap perizinan, pelaksanaan, dan reklamasi.
Kepada KPK, Komnas HAM memberi rekomendasi atau desakan agar meningkatkan pengawasan terhadap proses perizinan, pelaksanaan, dan pascatambang yang berpotensi terjadinya kerugian negara.
Adapun kepada Menteri LHK, Komnas HAM mendesak agar dilakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugana kerusakan lingkungan yang membahayakan masyarakat. Juga meningkatkan pengawasan dan menginvestigasi dugaan pelanggaran pidana lingkungan terhadap sejumlah perusahaan.
Kepada korporasi (perusahaan), Komnas HAM mendesak mereka melaksanakan kewajiban reklamasi dan pascatambang. Korporasi juga didesak melakukan remedi atau perbaikan dalam pemenuhan hak-hak korban.
Tiga kali lipat
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, berharap rekomendasi Komnas HAM nantinya lebih tegas dan ”galak” daripada rekomendasi tiga tahun lalu. Paramaternya adalah jumlah korban bertambah dan tidak ada upaya pencegahan.
Sejak kunjungan tim Komnas HAM ke Kaltim pada Mei 2015, jumlah korban tewas di lubang tambang justru bertambah 21 orang, meningkat tiga kali lipat atau sudah 31 orang per awal November ini dibandingkan korban pada tahun 2015. Hampir semua korban anak-anak.
”Kami berharap dan mendesak rekomendasi Komnas HAM nanti, ya lebih galak dari sebelumnya,” kata Rupang seusai bertemu dengan tim Komnas HAM.
Rupang menyebut, tidak ada rekomendasi Komnas HAM yang dijalankan pihak-pihak tersebut. ”Pemprov Kaltim, misalnya, sudah menyatakan 809 IUP dicabut, tetapi nama-nama pemegang IUP itu pun sampai sekarang tidak diumumkan ke publik,” kata Rupang.
Sebelumnya, Kepala Dinas ESDM Kaltim Wahyu Widhi Heranata mengakui peliknya permasalahan tambang. Dia tidak menutup mata banyaknya jumlah korban tewas. Pihaknya sudah menerjunkan tim untuk menginvestigasi.
Permasalahan tambang yang banyak muncul terjadi saat kewenangan perizinan ada di tingkat kabupaten/kota. Kewenangan tersebut sekarang diambil Pemprov Kaltim. Seiring itu, dinas-dinas pertambangan di kabupaten/kota dibubarkan.