Sebaran Tidak Merata
JAKARTA, KOMPAS--Sebaran tingkat pengangguran terbuka di berbagai provinsi di Indonesia tidak merata. Kondisi ini dapat diatasi dengan memperkuat industri padat karya sesuai karakteristik masing-masing daerah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), yang dikutip Kompas, Kamis (8/11/2018), sebanyak 7 juta orang menganggur per Agustus 2018. Provinsi dengan tingkat pengangguran terbuka paling tinggi adalah Banten, yakni 8,52 persen. Adapun provinsi dengan tingkat pengangguran terbuka paling rendah adalah Bali, yakni 1,37 persen.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, sebaran pengangguran terbuka yang tidak merata itu terjadi karena daya tampung industri dan pertanian terbatas, baik dari pembangunan infrastruktur maupun daya saing tenaga kerja.
Ia mencontohkan, di Papua Barat, industri pertambangan sulit menyerap tenaga kerja lokal karena tingkat keahlian yang tidak sesuai. Oleh karena itu, penciptaan lapangan kerja baru, terutama di luar Jawa, mesti disesuaikan dengan karakteristik dan potensi daerah.
“Untuk mengatasi pengangguran, intinya, kita harus menciptakan kegiatan ekonomi yang punya nilai tambah, yang menyerap tenaga kerja dan tidak mematikan tenaga kerja,” kata Bambang kepada Kompas.
Sejak 2016 hingga Februari 2018, pemerintah menciptakan 9,38 juta lapangan kerja baru di Indonesia. Target Nawacita sampai dengan 2019, menciptakan 10 juta lapangan kerja baru. Penciptaan lapangan kerja juga diimbangi perbaikan daya saing kendati berlum berdampak signifikan.
Bambang berpendapat, persoalan daya saing bersumber dari ketidaksesuaian antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja di Indonesia. Kebutuhan tenaga kerja yang diminta industri belum tercukupi akibat ketidaksesuaian tingkat pendidikan.
Dalam APBN 2019, Bappenas menargetkan tingkat pengangguran terbuka 4,8-5,2 persen atau lebih rendah dari proyeksi 2018 yang berkisar 5-5,5 persen. Strateginya melalui penciptaan kesempatan kerja, antara lain dengan menggenjot daya saing ekspor, menjaga iklim investasi, meningkatkan pendidikan vokasi terkait industri 4.0, serta memfasilitasi kewirausahaan.
Sejak 2011, elastisitas kesempatan kerja 350.000-780.000 per 1 persen pertumbuhan ekonomi.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menilai, pemerintah mesti fokus meningkatkan kualitas sumber daya manusia setelah empat tahun menggenjot pembangunan infrastruktur dasar di wilayah timur dan terluar Indonesia. Peningkatan kualitas bisa dibarengi pengembangan ekonomi lokal sebagai praktik langsung para tenaga kerja, seperti di sektor pariwisata atau pertanian.
Pengangguran di desa
Kenaikan jumlah pengangguran di desa mencerminkan berbagai persoalan di perdesaan. Rentetan persoalan itu di antaranya sektor pertanian yang sudah tidak menarik lagi, petani yang akan pindah kerja kesulitan mendapatkan pekerjaan, serta minimnya lapangan kerja dan peningkatan sumber daya manusia di desa.
Menurut data BPS, tingkat pengangguran terbuka di desa per Agustus 2018 naik tipis menjadi 4,04 persen, dari 4,01 persen pada Agustus 2017. Pada Agustus 2018, jumlah pekerja di sektor pertanian 35,7 juta orang, sedangkan pada Agustus 2017 sebanyak 35,9 juta orang.
Bambang PS Brodjonegoro dalam forum diskusi “Pengurangan Pengangguran” di Jakarta, Kamis (11/8), mengatakan, pengangguran di desa meningkat karena jumlah tenaga kerja di sektor pertanian semakin sedikit. Mereka ingin pindah ke sektor pekerjaan lain, terutama jasa dan manufaktur, tetapi tidak segera mendapatkan pekerjaan itu karena keterbatasan keterampilan.
Bambang menambahkan, pemerintah daerah perlu mengatasi persoalan ketidaksesuaian antara tenaga kerja yang dibutuhkan dengan ketersediaan tenaga kerja secara mandiri. Cara lain yang bisa ditempuh adalah memperluas kesempatan kerja antardaerah. Pemerintah daerah perlu menghubungkan kesempatan kerja dengan peningkatan keterampilan kerja di daerahnya.
“Daerah-daerah yang memiliki potensi wisata perdesaan, dapat menciptakan peluang tenaga kerja di sektor jasa dan mengembangkan usaha kecil menengah agar naik kelas,” ujarnya.
Menteri Tenaga Kerja Muhammad Hanif Dhakiri mengemukakan, pengangguran di desa terjadi karena tenaga kerja sektor pertanian bergantung pada musim tanam dan panen. Jika sedang tidak musim tanam dan panen, mereka tidak mendapatkan pekerjaan di sektor itu.
Pemerintah telah berupaya mengatasi kondisi tersebut dengan cara melaksanakan program padat karya tunai melalui berbagai program pembangunan di desa. Tanpa program itu, mereka akan kesulitan mencari perkerjaan dan mendapatkan penghasilan tambahan.
Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, menyampaikan, pada 2019, pemerintah akan menggelontorkan dana desa Rp 70 triliun. Dana yang diterima setiap desa rata-rata Rp 933,9 juta.
Dana desa tersebut diharapkan dapat dimaksimalkan untuk mengentaskan kemiskinan sekaligus mendorong perekonomian desa. (KRN/HEN/CAS/NAD)