JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan vokasi cenderung berjalan sendiri tanpa menyelaraskan diri dengan kebutuhan industri. Program studi di sekolah menengah kejuruan juga masih berkutat di sektor jenuh, seperti administrasi perkantoran. Kebutuhan besar di sektor lain, seperti konstruksi, industri pengolahan, dan kelistrikan, justru tidak menjadi prioritas.
Penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkap, ilmu yang dimiliki lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) menjadi kedaluwarsa setelah 7-8 tahun mereka bekerja di industri. Penelitian itu menemukan bahwa 60 persen lulusan SMK tidak bekerja sesuai dengan jurusan yang mereka pelajari. Jika tidak segera dilakukan penataan secara serius, impian menjadikan SMK sebagai pencetak tenaga kerja yang sesuai tuntutan Revolusi Industri 4.0 akan sulit terwujud.
Hal itu mengemuka dalam diskusi ”Mencari Strategi PendidikanVokasi yang Selaras denganArahPembangunanEkonomi Indonesia”, kerja sama harian Kompas dengan Kementerian Koordinator Perekonomian dan LIPI di Jakarta, Kamis (8/11/2018). Diskusi ini membedah permasalahan pendidikan vokasi, yaitu tingkat SMK, politeknik, dan balai latihan kerja (BLK) yang belum memberi perubahan signifikan dalam konteks penyediaan tenaga kerja terampil sesuai kebutuhan industri.
Tampil sebagai narasumber adalah Deputi IV Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin, Peneliti Pendidikan LIPI Makmuri Sukarno, Ketua Komite Tetap Ketenagakerjaan Kamar Dagang danIndustri IndonesiaBobAzam,DirekturPoliteknikATMI Solo T Agus Sriyono, serta Guru Besar Kecerdasan Buatan dari Binus University Widodo Budiharto. Diskusi dipandu Susilo Adinegoro dari Pendidikan Alternatif Sanggar Akar.
Bob Azam berpendapat, pendidikan vokasi yang baik menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan tenaga kerja yang berdaya saing. Untuk itu, pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait perlu telaten untuk merinci berbagai pekerjaan rumah yang harus dibereskan guna membuat pendidikan vokasi membuahkan hasil baik. Bob mengatakan, vokasi jangan hanya bergantung pada dorongan pemerintah pusat,tetapi juga pemerintah daerah.
”Justru pemda penting untuk memetakan sendiri potensi industri berbasis sumber daya alam yang ada di wilayahnya,” kata Bob. Menurut Bob, Kadin membuat proyek percontohan bersama Bupati Karawang dengan membentuk Komite Vokasi Daerah. Di dalam komite ini ada dinas tenaga kerja, perindustrian, dan pendidikan. ”Terkadang apa yang disiapkan pemerintah pusat tidak sesuai dengan daerah. Di Karawang itu banyak industri manufaktur. Ternyata dari peta kebutuhan, justru tenaga kesehatan yang menonjol karena bermunculannya poliklinik setelah era BPJS,” kata Bob.
Rudy menambahkan, penting bagi pemda untuk memoratorium pembukaan jurusan SMK yang sudahjenuhatau tidak kompetitif. Selain itu, pemda bisa fokus untuk membuka program SMK tertentu yang memang dibutuhkan untuk perekonomian daerah. Pemda juga didorong merevitalisasi BLK di daerah. Justru setelah otonomi daerah, banyak BLK yang tidak berfungsi.
”Padahal, BLK semestinya jadi tulang punggung dalam menghasilkan SDM dan tenaga kerja unggul di daerah,” ujar Rudy. Peta jalan Makmuri menuturkan, SMK perlu menyusun sistem pembelajaran yang selain sesuai standar industri juga mengadopsi pengetahuan dan potensi lokal.
Agus mengatakan, pendidikan vokasi yang kuat dalam praktik harus menyiapkan lulusan yang punya karakter dan keahlian yang dapat diterima di dunia kerja. Selain itu, pengembangan pendidikan vokasi juga diarahkan pada potensi sumber daya alam, komoditas, atau untuk memberi nilai tambah. Dengan demikian, vokasi memperkuat daerah.
Pendidikan vokasi saatnya dikembangkan berbasis sumber daya alam atau potensi industri di daerah sembari juga membenahi standar kompetensi dan kurikulum yang menjawab tuntutan Revolusi Industri 4.0. Di sisi lain, pemerintah telah menyusun peta jalan kebijakan pengembangan vokasi 2017-2025 untuk acuan yang masih dapat dikembangkan. Ditetapkan enam motor ekonomi yang difokuskan, yakni agribisnis, manufaktur, pariwisata, layanan kesehatan atau healthcare, e-commerce, dan ekspor tenaga kerja.
Makmuri mengatakan, penelitian Pusat Penelitian Kependudukan LIPI mengungkapkan bahwa jurusan di SMK masih banyak yang berkutat di sektor jenuh, seperti administrasi perkantoran. Padahal, ada kebutuhan besar di sektor lain. Sementara itu, Budi mengingatkan agar pendidikan vokasi memberikan sentuhan teknologi terkini, yakni otomatisasi dan kecerdasan buatan.
”Keterbatasan sarana dan prasarana dapat diatasi dengan menerapkan pendidikan yang memanfaatkan pembelajaran digital, seperti video pembelajaran praktik,” kata Budi. (ELN/DNE)