London, Jumat- Organisasi Reporters Without Borders (RSF) memberi anugerah kepada dua jurnalis perempuan. Jurnalis India dan Filipina itu berani melawan ancaman kala berpendapat berbeda dengan pemerintah.
Jurnalis India Swati Chaturvedi memenangi Anugerah Keberanian atas laporan-laporan yang dibuatnya di tengah lingkungan yang dipandang berbahaya bagi dirinya. Sementara jurnalis veteran asal Filipina Inday Espina-Varona memenangi Anugerah Kebebasan. Verona konsisten dan tanpa takut melaporkan isu-isu sensitif seperti kekerasan terhadap perempuan.
Anugerah kepada mereka diberikan pada Kamis (8/11/2018) malam di London, Inggris. RSF menyebut, Anugerah Kebebasan diberikan kepada jurnalis yang melawan tekanan keuangan, politik, ekonomi, dan agama.
“Setelah ada tulisan keras tertentu, saya mendapat 50 hingga 80 pesan yang menyebut saya pembohong, perempuan jelek, dan sebagian adalah serangan seksis. Ejekan-ejekan itu tidak terlalu mengganggu saya. Akan tetapi ancaman yang menyatakan mereka tahu di mana saya tinggallah yang mengganggu saya karena (ancaman) itu menimpat jurnalis lain,” tutur Verona.
“Kebebasan sangat penting untuk jurnalisme warga. Saya mengajarkan kepada anak muda untuk berpikir kritis dan saya berharap anugerah ini bisa menginspirasi mereka,” kata dia.
Perundungan
Sementara Chaturvedi menghadapi perundungan di dunia maya. Perundungan itu melanda setelah itu mengungkap pasukan dunia maya yang menyokong partai penyokong Perdana Menteri India Narendra Modi, Bharatiya Janata.
“Saya mendapat belasan ancaman pembunuhan dan antara 15 hingga 20 ancaman diperkosa setiap hari. Ide demokrasi adalah anda boleh berpendapat berbeda. Sayangnya, politik mengubah hal itu. Jurnalis benar-benar terancam. Sangat menyedihkan disebut pemberani untuk melakukan hal yang jadi tugas anda,” tuturnya.
RSF tidak hanya memberikan penghargaan kepada jurnalis perempuan. Lembaga itu juga memberikan penghargaan kepada jurnalis Malta Matthew Caruana Galizia. Ia menerima Anugerah Aksi Berdampak sebagai penghargaan atas upayanya meningkatkan kesadaran terhadap kebebasan pers.
Pria itu merupakan anak Daphne Galizia, jurnalis Malta yang tewas dalam ledakan bom pada 2017. Peledakan itu diduga terkait laporan Daphe yang mengungkap korupsi di Malta. Sampai sekarang, pemboman itu tidak terungkap.
“Ini ada pengakuan bahwa yang kita perjuangkan adalah benar. Ini tentang melanjutkan perjuangan atas kebenaran : keadilan untuk ibu saya dan cerita-ceritanya. Hal lain akan mengikuti. Harapan adalah kata bagi orang yang menyerah,” tuturnya.
RSF mencatat 63 jurnalis, 11 jurnalis warga, dan 4 orang pekerja pendukung media terbunuh sepanjang 2018. Mereka antara lain Jamal Khashoggi, jurnalis senior Arab Saudi yang dibunuh di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki. S
Jumlah yang terbunuh tahun ini lebih banyak dibanding 2017. RSF mencatat, 55 jurnalis terbunuh pada 2017. RSF menyebut, hingga 90 persen kekerasan terhadap jurnalis tidak diproses hukum.
Sekretaris Jenderal RSF Christophe Deloire menyebut jurnalis menghadapi iklim ketidakpercayaan yang dipanasi oleh politisi. (AFP)