SENTANI, KOMPAS — Keluarga besar mendiang Theys Hiyo Eluay meminta agar kasus pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua itu tidak dijadikan komoditas politik. Sikap pihak keluarga memaafkan para pelaku sebagai langkah awal merintis rekonsiliasi perdamaian di Papua.
Hal ini disampaikan Yanto Eluay, Sabtu (10/11/2018), selaku perwakilan keluarga Theys dalam peringatan 17 tahun meninggalnya Theys di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Deklarasi damai digelar khusus oleh keluarga guna memaafkan para pembunuh Theys pada 10 November 2001.
Turut hadir mantan anggota DPR dan adik kandung presiden keempat RI Abdurrahman Wahid, Lily Wahid. Pihak keluarga Theys membacakan lima poin dalam deklarasi damai itu.
Yanto mengatakan, deklarasi damai adalah upaya besar keluarga setelah melewati masa perenungan bertahun-tahun. ”Kami tak mau lagi kasus Theys disebut pelanggaran hak asasi manusia. Pengorbanan Theys telah mendorong hadirnya kebijakan otonomi khusus di Papua,” ujar Yanto.
Keluarga besar Theys akan tetap memperjuangkan kesejahteraan masyarakat Papua dalam bingkai NKRI. ”Kami akan berpartisipasi mengawal kebijakan dana otonomi khusus di Papua. Pemerintah pusat harus lebih fokus menggunakan pendekatan kesejahteraan sehingga tidak terjadi perbedaan (perlakuan) politik lagi,” katanya.
Lily mengatakan, deklarasi damai keluarga besar Theys menjadi langkah awal menciptakan kedamaian di Papua. ”Dengan terciptanya kedamaian, maka hadir kesejahteraan bagi masyarakat Papua,” kata Lily.
Pemerintah pusat, kata dia, harus bekerja lebih keras mengarahkan pemda di Papua dalam penggunaan dana otonomi khusus. ”Selama ini, kebijakan otonomi khusus di Papua belum menyejahterakan warga Papua. Hal inilah yang menyebabkan masih ada sikap perbedaan politik karena merasa tidak diperlakukan dengan adil,” ujarnya.
Diharap meminta maaf
Pelaksana Tugas Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey menyambut baik sikap keluarga Theys yang memaafkan pelaku. ”Ini hak pihak keluarga. Namun, ada baiknya para pelaku yang terlibat dalam pembunuhan Theys secara langsung menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga korban,” katanya.
Ia pun berharap pemerintah pusat dapat menuntaskan kasus penghilangan paksa Aristoteles Masoka, sopir Theys, saat peristiwa terjadi. ”Kami sudah dua kali menggali kuburan di Jayapura, tetapi belum menemukan jenazah Aristoteles,” kata Frits.
Theys tewas terbunuh dalam perjalanan seusai menghadiri peringatan Hari Pahlawan yang diselenggarakan Satgas Tribuana Komando Pasukan Khusus di daerah Hamadi, Kota Jayapura. Jenazahnya ditemukan dalam sebuah mobil yang terperosok di jurang di daerah Koya, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, 11 November 2001.
Berdasarkan hasil penyelidikan, tujuh anggota Kopassus lalu dijatuhi hukuman. (FLO)