Sanksi dan Optimisme Iran
Dalam menghadapi sanksi yang diterapkan oleh Amerika Serikat, Iran memiliki optimisme. Perbedaan pendapat AS dengan Eropa dinilai berdampak meringankan beban Teheran.
Iran mungkin dapat keluar dari badai sanksi minyak yang diterapkan Amerika Serikat. Memang Iran mengalami resesi, tetapi tak sampai terjadi krisis ekonomi, mengingat harga minyak kini cukup tinggi serta ada perselisihan antara AS dan negara-negara besar lain terkait sanksi itu.
”Situasi Iran lebih baik dari masa sebelum 2016 karena harga minyak yang tinggi dan fakta bahwa AS kini terisolasi,” kata seorang diplomat Eropa.
Iran bangkit di awal 2016 setelah bertahun-tahun didera sanksi global yang bertujuan menghentikan program nuklirnya. Namun, Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir pada Mei 2018, menyebut kesepakatan itu cacat dan justru menguntungkan Iran. Trump memberlakukan kembali sanksi AS secara bertahap, dengan hukuman di sektor minyak dan perbankan yang mulai berlaku pada 5 November 2018.
Tujuan Trump ialah memaksa Iran yang menjadi musuh lama AS agar mendapat hukuman lebih keras terkait program nuklirnya. AS berharap Iran menghentikan program rudal balistik dan mengurangi dukungan untuk milisi di Yaman hingga Suriah.
Namun, kekuatan dunia yang dulu bersatu memberlakukan sanksi terhadap Iran agar menghentikan program nuklir kini bubar sejak Trump berselisih dengan sekutu-sekutunya, mulai dari urusan dagang hingga keamanan kolektif. Penandatangan kesepakatan nuklir—Jerman, Perancis, Inggris, Uni Eropa, Rusia, dan China— mengecam Trump karena AS keluar dari kesepakatan itu.
Uni Eropa menyiapkan mekanisme khusus yang memungkinkan pembayaran minyak Iran dan ekspor lainnya tanpa dolar AS, mungkin melalui sistem barter.
Karena itu, situasi sekarang akan menjadi periode yang sulit, tetapi ekonomi Iran dinilai akan bertahan karena berbagai alasan. Hal-hal yang bisa meringankan beban Iran itu ialah fakta Rusia sedang berada di bawah sanksi AS dan Uni Eropa, Arab Saudi memiliki masalah keuangan serta politik sendiri, dan perang dagang China-AS.
Perpecahan di antara negara-negara besar, serta Uni Eropa yang bergerak menghindari sanksi Trump memberi Iran dukungan psikologis. Situasi itu tidak menghalangi bisnis asing mulai dari urusan minyak hingga jual beli rumah, serta kekhawatiran soal pengiriman keluar dari Iran karena takut menimbulkan sanksi baru AS.
Potongan harga
Andrine Skjelland, analis Fitch Solutions, mengatakan, Iran masih melihat komponen substansial dari pendapatan valuta asingnya dapat dipertahankan. Hal ini memungkinkan Iran terus mensubsidi impor barang-barang pokok terpilih, mengupayakan penurunan pembiayaan, sehingga membatasi inflasi di batas tertentu.
Dengan harapan mengurangi gejolak ekonomi langsung, Iran mengisyaratkan menjual minyak dengan potongan harga. ”Pendapatan minyak mungkin turun, tetapi masih cukup menjalankan negara,” tutur pejabat yang terlibat dalam perdagangan internasional Iran. ”Jika kami menjual minyak lebih murah 1 dollar AS dari harga pasar, puluhan pembeli akan datang.”
Sebagai respons atas situasi sekarang, pemerintah Iran menggunakan pusat pertukaran khusus untuk menjual dollar AS dengan harga lebih murah kepada importir makanan pokok, obat-obatan, dan barang-barang penting lainnya.
Namun, Patrick Schneider, ekonom senior dari IHS Markit, meragukan Iran dapat meredam pukulan ekonomi dalam waktu dekat. ”Ketidakpastian adalah hal lazim untuk 6-12 bulan ke depan,” ujarnya.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, ekonomi Iran berkontraksi 1,5 persen pada 2018 dan 3,6 persen pada 2019 karena berkurangnya pendapatan minyak. Pada saat yang sama, Bank Dunia mengantisipasi inflasi di Iran melompat menjadi 23,8 persen pada 2018-2019 dari 9,6 persen pada 2017-2018, dan menjadi 31,2 persen pada 2019-2020.
Namun, pejabat Iran justru menantang. Menurut mereka, ada faktor yang meringankan, yakni isolasi terhadap Trump yang menolak kesepakatan nuklir, kenaikan harga minyak, dan kesediaan Washington memberikan perkecualian pada delapan negara, terutama yang bergantung pada minyak mentah Iran.
"Harga minyak mentah meningkat. Bahkan, jika penjualan minyak Iran turun menjadi 800.000 barel per hari (bpd), kami tetap dapat menjalankan perekonomian negara. Kami akan mengirim minyak lebih banyak dari itu. Perekonomian kami tidak akan runtuh," kata pejabat senior Iran. "Anggaran kami didasarkan pada harga minyak 57 dollar AS per barel dan sekarang lebih dari 75 dollar AS per barel."
Pada bulan Oktober, ekspor minyak mentah Iran diperkirakan mencapai 1,82 juta bpd berdasar data intelijen perusahaan Kpler dan 1,5 juta bpd berdasar data perusahaan lain yang melacak pengiriman minyak mentah Iran.
Data Refinitiv Eikon menunjukkan bahwa Trump memberikan keringanan sanksi 180 hari kepada China, India, Korea Selatan, Jepang, Italia, Yunani, Taiwan, dan Turki. Mereka bersama-sama membeli lebih dari 80 persen ekspor minyak Iran tahun lalu.
"Bahkan tanpa pengecualian, kami akan menjual minyak kami. Kami akan mengatasi sanksi. Ada banyak negara yang berada di pihak kami. Amerika tidak dapat melakukan apa-apa," tutur seorang pejabat senior yang dekat dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Sanksi itu, bagaimanapun, pasti akan mengikis kondisi keuangan Iran dan meningkatkan inflasi, sementara tingkat pengangguran juga sudah tinggi. Hal ini bisa membuat hidup rakyat Iran menjadi lebih sulit.
Sejak Mei 2018, ketika Trump menarik AS dari kesepakatan nuklir, harga roti, minyak goreng, dan bahan pokok lainnya melambung tinggi. Nilai mata uang rial jatuh.
Menurut kantor berita Iran, IRNA, melemahnya nilai tukar rial ini membuat harga beberapa barang impor meroket. Banyak buruh kehilangan pekerjaan karena beberapa pabrik yang menggunakan komponen impor bangkrut. Sekitar 70 persen pabrik kecil, bisnis, dan bengkel mulai ditutup dalam beberapa bulan terakhir akibat kelangkaan bahan baku dan mata uang.
Selain itu, sanksi Trump terhadap sektor keuangan Iran pada dasarnya membuat 30 bank dan anak perusahaan mereka menjadi terlarang bagi pemberi pinjaman asing. Hal ini merongrong sarana untuk memfasilitasi perdagangan.
Namun, Iran menunjukkan ketahanan dan kecerdikan yang cukup besar dalam mengatasi sanksi internasional sebelumnya. Hanya sedikit yang mengatakan bahwa Iran tidak dapat melakukan hal itu lagi.
Sementara rakyat biasa Iran terus berjuang mempertahankan hidup, para pemimpin dan pejabat keamanan Iran, serta dunia bisnis berusaha menjaga ekonomi negara terus berjalan dengan cara beralih ke barter dengan mata uang asing lain, tidak dengan dollar AS. (REUTERS)