Pembatasan Kendaraan di Tol Cikampek Ditambah
Pemerintah bakal memperluas kebijakan pembatasan kendaraan untuk mengantisipasi kemacetan parah di tol Jakarta-Cikampek selama masa pembangunan 3 proyek strategis.
Pemerintah bakal memperluas kebijakan pembatasan kendaraan untuk mengantisipasi kemacetan parah di tol Jakarta-Cikampek selama masa pembangunan 3 proyek strategis.
BEKASI, KOMPAS – Pemerintah menyiapkan perluasan dua opsi pembatasan kendaraan. Durasi pembatasan truk kelebihan dimensi dan kelebihan muatan bakal diperpanjang. Selain itu, sistem ganjil genap di gerbang tol Tambun segera diberlakukan. Persiapan pelaksanaan kebijakan tersebut dilaksanakan selama seminggu ke depan.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, pembatasan waktu melintas bagi truk kelebihan dimensi dan muatan (overdimension/overload atau Odol) merupakan salah satu rumusan yang dapat mengurangi kemacetan di Tol Jakarta-Cikampek. Selain imbas pembangunan Tol Jakarta-Cikampek II Layang, kereta ringan (LRT), dan kereta cepat Jakarta-Bandung, keberadaan truk kelebihan dimensi dan muatan kian menambah kemacetan.
“Sebanyak 70 persen gangguan yang terjadi di tol setiap hari berasal dari truk kelebihan dimensi dan muatan,” kata Budi dalam Rapat Koordinasi Penanganan Kemacetan Tol Jakarta-Cikampek Masa Konstruksi Proyek Strategis Nasional di kantor PT Jasa Marga, Cikarang Utara, Minggu (11/11/2018).
Dalam pertemuan tersebut, hadir pula Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Sugiyartanto, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono, dan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna. Selain itu, ada pula Direktur Operasional II PT Jasa Marga (Persero) Tbk Subakti Syukur, Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek Djoko Dwijono, serta perwakilan dari kontraktor dan Korps Lalu Lintas Polri.
Berdasarkan catatan PT Jasa Marga, rata-rata terjadi 47 gangguan kendaraan per hari, sebanyak 31 di antaranya adalah pecah ban dan patah sumbu roda (as) pada truk kelebihan dimensi dan muatan. Kendaraan tersebut juga melaju dalam kecepatan rendah, yaitu 20-30 kilometer per jam. Truk pun masih kerap berjalan beriringan di lajur 1-4.
Selain itu, jumlah truk yang melanggar waktu dilarang melintas juga meningkat. Sejak Maret, mereka dilarang melintasi tol pada pukul 06.00-09.00. Berkat pembatasan tersebut, pada Maret jumlah truk berkurang hingga 57,01 persen. Namun, pada Oktober, penurunan hanya mencapai 29,61 persen. “Oleh karena itu, durasi pembatasan truk kelebihan dimensi dan muatan ditambah, yaitu dari pukul 05.00-10.00,” kata Budi.
Selama proyek pembangunan berlangsung, terjadi penyempitan jalan. Hanya tersisa tiga sampai empat lajur di tol. “Truk kelebihan dimensi dan muatan hanya boleh melintas di lajur tiga dan empat, sedangkan lajur satu dan dua digunakan oleh kendaraan penumpang,” ujar Budi.
Untuk mengimplementasikan rumusan tersebut, frekuensi operasi truk kelebihan dimensi dan muatan akan ditambah. Metode penindakan pun diubah. Selain ditilang, truk yang kedapatan pecah ban dan patah sumbu roda itu muatannya akan dikeluarkan lalu diangkut kendaraan lain yang disediakan pemerintah. Namun, biaya pengangkutan dibayar oleh pemilik barang. Alternatif lain, truk yang pecah ban dan patah sumbu roda itu akan dikeluarkan.
Ganjil genap
Budi menambahkan, penerapan ganjil genap juga ditambah ke Gerbang Tol (GT) Tambun. Sama seperti ganjil genap yang sudah berlaku di GT Bekasi Barat dan Bekasi Timur pada pukul 06.00-09.00, penerapan di Tambun rencananya juga dilengkapi dengan penyediaan bus premium. Bus itu beroperasi di wilayah sekitar gerbang tol menuju Jakarta, untuk memfasilitasi masyarakat yang hendak berpindah dari kendaraaan pribadi ke angkutan umum.
Baik untuk menerapkan pembatasan truk kelebihan dimensi dan muatan maupun ganjil genap di GT Tambun, perlu ada revisi terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pengaturan Lalu Lintas Selama Masa Pembangunan Proyek Infrastruktur Strategis Nasional di Ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Persiapan teknis dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait pun baru akan dilakukan. “Kami perlu waktu kira-kira satu minggu untuk menyelesaikan persiapan tersebut,” kata Budi.
Proyek melambat
Pengurangan kemacetan yang terjadi di Tol Jakarta-Cikampek juga membutuhkan perbaikan dari sisi manajemen proyek. Budi menjelaskan, tiga proyek yang sedang berlangsung perlu menyinkronkan metode kerjanya. Selain itu, pekerjaan yang berimbas pada penyempitan lajur harus diinformasikan kepada masyarakat minimal sejak H-7.
Direktur Operasi II PT Jasa Marga (Persero) Tbk Subakti Syukur mengatakan, kekeliruan koordinasi pernah terjadi sehingga berdampak pada kemacetan parah pada Jumat (2/11). Saat itu, pengerjaan konstruksi di Kilometer 10 arah Jakarta mengambil lajur hingga tersisa satu lajur saja. Lalu lintas menuju GT Cikunir 2 pun sangat macet.
“Kami sudah membagi pekerjaan kepada tiga pimpinan proyek, sebelumnya hanya ada satu pimpinan proyek,” kata Subakti. Dengan menambah koordinator, ia berharap kekeliruan koordinasi tidak terjadi kembali.
Direktur PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek Djoko Dwijono mengakui, kinerja proyek melambat 30 persen dari target. “Berdasarkan kontrak, proyek tol layang harus selesai akhir Maret 2019, namun sepertinya akan mundur,” kata Djoko.
Ia menambahkan, pada November ini pembangunan mencapai 55 persen, di bawah target 85 persen. Dari total 2.400 girder, baru sekitar 1.300 girder yang terpasang. “Kami terkendala waktu kerja yang terentang dari pukul 22.00-05.00 saja setiap harinya,” ujar Djoko.
Oleh karena itu, pihaknya mengajukan penambahan waktu kerja. Namun, harus disesuaikan dengan pengaturan lalu lintas dan kepadatan kendaraan. “Kami menargetkan, dengan berbagai rekayasa yang diterapkan, saat Lebaran 2019 tol layang sudah bisa digunakan (fungsional),” kata Djoko.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna mengatakan, pengelola tol Jakarta-Cikampek telah memenuhi Pasal 52 Undang-Undang tentang Jalan bahwa jalan tetap berfungsi dan dipertahankan tetap 4 lajur untuk setiap arah. Meski pembangunan tiga proyek di jalur tersebut memperparah kemacetan, namun masalah yang mendasar adalah karena kapasitas jalan tol sudah tidak bisa memenuhi volume kendaraan yang lewat.
“Rasio antara volume kendaraan dengan kapasitas tol sudah di atas 1. Tidak dibangun tol layang pun tol Japek ini akan tetap macet,” kata Herry.
Oleh karena itu, menurut Herry, penanganan kemacetan di tol Jakarta-Cikampek mesti dilakukan dari dua sisi, baik dari sisi pengguna maupun kapasitas tol. Pembangunan tol Japek Layang merupakan upaya untuk menambah kapasitas. Sementara pengaturan kendaraan jenis truk, rekayasa lajur bagi truk, pemberlakuan ganjil genap, hingga penyiapan bus Transjabodetabek merupakan upaya pengaturan di sisi pengguna.
Langkah yang juga penting adalah menginformasikan kondisi lalu lintas di tol Japek melalui berbagai lini teknologi informasi kepada pengguna secara terus-menerus. Dengan demikian, masyarakat dapat mempertimbangkan untuk melewati tol Japek atau tidak.
Berbarengan dengan itu, otoritas yang berwenang mengedukasi masyarakat agar menggunakan moda transportasi lain, seperti bus atau kereta komuter. Upaya lain, otoritas terkait dapat memaksimalkan tingkat okupansi kendaraan, semisal, untuk jam tertentu, kendaraan pribadi dengan penumpang lebih dari 5 orang yang diperbolehkan melewati tol tersebut.
Terkait dengan menjadikan tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) sebagai alternatif selain tol Japek, menurut Herry, hal itu diserahkan saja kepada masyarakat. Namun, terkait dengan usulan untuk menurunkan tarif tol Becakayu, hal itu tidak mudah karena terkait pengembalian investasi badan usaha.
Sementara itu, menanggapi usulan Badan Pengatur Transportasi Jabodetabek (BPTJ) untuk mendiskon tarif tol Becakayu sebagai alternatif agar kendaraan tidak lewat tol Japek, Direktur Utama PT Waskita Toll Road Herwidiakto mengatakan, hingga saat ini belum ada komunikasi. Jika kemudian diusulkan, pihaknya harus mengkaji lagi usulan tersebut. “Mungkin hanya di jam-jam tertentu,” kata Herwidiakto.
Namun demikian, lanjut Herwidiakto, opsi penurunan tersebut tidak mudah dilakukan sebab terkait dengan investasi yang telah dikeluarkan badan usaha. Hal itu malah akan membuat badan usaha semakin terpuruk karena hingga saat ini lalu lintas harian rata-rata di tol Becakayu baru 60 persen dari rencana.