TOKYO, SELASA — Bank sentral Jepang mengumumkan akumulasi aset senilai 553,6 triliun yen. Nilai aset itu lebih besar 800 miliar yen dibandingkan produk domestik bruto Jepang pada periode April-Juni 2018.
Nilai aset itu diumumkan bank sentral Jepang (BoJ) pada Selasa (13/11/2018). Pengumuman itu membuat BoJ menjadi bank sentral pertama di antara bank-bank sentral negara anggota G-7 yang mempunyai aset melebihi nilai ekonomi semua negara. Selain itu, BoJ menjadi bank sentral kedua di dunia, setelah bank sentral Swiss, yang mempunyai aset melebihi produk domestik bruto (PDB) negara induknya.
Dengan aset tersebut, nilai BoJ hampir lima kali lebih besar dibandingkan Apple Inc, perusahaan dengan aset paling besar di bumi. Nilai aset BoJ juga setara 25 kali harga pasar perusahaan paling mahal di Jepang, Toyota Motor Corp. Aset BoJ juga lebih besar dari gabungan PDB Turki, Argentina, Afrika Selatan, India, dan Indonesia.
Bentuk aset BoJ antara lain berupa surat utang yang diterbitkan Pemerintah Jepang. Sejumlah analis menaksir BoJ memegang 45 persen dari semua surat utang Jepang yang bernilai 1 kuadriliun yen. Setiap 1 kuadriliun setara dengan 1.000 triliun. Jumlah surat utang Jepang yang dipegang BoJ melebihi bank dan lembaga investasi mana pun.
BoJ menjadi bank sentral kedua di dunia, setelah bank sentral Swiss, yang mempunyai aset melebihi PDB negara induknya.
”Kebijakan BoJ jelas tidak berkelanjutan. BoJ akan menderita kerugian jika akan menaikkan suku bunga, misalnya, 2 persen. Dalam keadaaan darurat, seperti bencana alam atau perang, BoJ tidak akan bisa membiayai obligasi pemerintah lagi,” kata Hidenori Suezawa, analis SMBC Nikko Securities.
BoJ secara agresif membeli obligasi negara sebagai bagian dari stimulus perekonomian Jepang. Sejumlah analis khawatir dengan kebijakan BoJ yang masih mengindikasi kebijakan masa krisis. Padahal, bank sentral negara lain sudah meninggalkan pola itu.
Aset BoJ mulai melonjak setelah Haruhiko Kuroda menjadi gubernurnya pada 2013. Salah satu ambisi Kuroda adalah menaikkan inflasi Jepang hingga 2 persen. Ambisi Kuroda merupakan salah satu penyebab PDB Jepang tumbuh 11 persen pada awal 2013. Pertumbuhan di era itu merupakan salah satu paling tinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Pendahulu Kuroda, Masaaki Shirakawa, menghadapi krisis yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi turun menjadi 6 persen. Kondisi itu merupakan dampak krisis global 2008 dan serangkaian bencana di Jepang.
Namun, jurus Kuroda semakin berkurang kesaktiannya. Kini, pertumbuhan PDB Jepang hanya 6,7 persen. Pertumbuhan di era Kuroda lebih rendah dibandingkan kala Toshihiko Fukui menjadi Gubernur BoJ pada 2003-2008. Kala itu, di tengah guncangan ekonomi, Jepang bisa menikmati pertumbuhan 8,75 persen.
Kurangnya dampak kesaktian Kuroda bukan hanya terlihat pada penurunan PDB. Indeks pasar modal Jepang, Nikkei, pernah melonjak 20 persen pada tahun awal kepemimpinan Kuroda di BoJ. Kala itu, BoJ membeli saham senilai 1 triliun yen. Kala BoJ menaikkan belanja jadi 6 triliun yen per tahun, kinerja bursa saham Jepang justru di bawah rata-rata bursa negara lain.
Banyak pialang dan pelaku pasar sebenarnya keberatan dengan keterlibatan BoJ di bursa. Sebab, pasar terkena getahnya.
BoJ menyikapi kritik itu dengan sejumlah cara. Salah satunya memodifikasi kebijakan yang disebut ”pelemahan berkelanjutan” pada Oktober. BoJ menyatakan akan mengurangi frekuensi pembelian obligasi dan memegang obligasi pasar sekunder lebih lama. (REUTERS)